Mohon tunggu...
Orang Kecil
Orang Kecil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Di atas pasir di bawa langit

Mahasiswa mesin, sedikit tertutup, suka ke alam terbuka.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Si Kecil yang Besar

15 Juli 2018   00:14 Diperbarui: 15 Juli 2018   00:26 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi, dan versi diri masing-masing. Bergantung apa kita menamainya. Saat pembenaran dan pembelaan terhadap diri sendiri semakin menjadi-jadi.

Adik kecilku sudah aktif bermain, dan bisa kubilang lebih produktif di usianya. Usia yang memang hidupnya untuk bermain dan bermain. Tentu saja jika dibandingkan se usiaku yang sedikit lagi mendapat pertanyaan kapan menikah. Weaduh...

Di jam yang masih kuanggap pagi, dia sudah berkeringat mengurusi mobil-mobilannya, berkejaran dengan teman se usianya. Sesekali keluar masuk rumah hanya untuk memastikan ibu tetap di dapur dan tidak kemana-mana tanpa dirinya ikut.

Dan aku, di jam yang masih kuanggap pagi, juga berkeringat. Hawa panas atap genteng mulai terasa. Mata yang masih berat-beratnya untuk terbuka, malas jadi-sejadinya. Tidak produktif, asli. Tapi anggaplah hari libur, kebetulan hari  pagi ini pukul 11 lebih sekian menit adalah minggu. Meskipun kenyataan di hari selain minggu tidak ada kegiatan yang menghasilkan.

Rajin pangkal pandai, malas pangkal tidak tanfan. Si kecil lagi pandai-pandainya, dan sedang tanfan-tanfannya bermain, sedikit berbeda denga beberapa pekan lalu saat cengeng menyerang.

"Jangan ganggu abang".

Peringatnya kepada seorang teman bermainnya saat berusaha mengambil mainan pas dekat bantal di atas kepalaku. Kata abang tercatat dikepalanya semenjak dia belum sebesar sekarang, mungkin karena pelafalan namaku hanya sampai disitu mampunya untuk di ucapkan, tapi sekarang, kurasa dia sudah paham, abang adalah panggilan kepada kakak laki-laki.

Aku yang setengah sadar mendengarnya, setengah sadar pula tiba-tiba berpikir bahwa Sekecil apapun dia, seberapapun usianya, dia adalah manusia. Manusia berhati kecil yang luar biasa.

Sibuk bermain, dan jangan sampai ada yang merasa terusik oleh ulahnya. Berbeda jauh dengan kita di dewasa ini, senang tanpa peduli siapa yang tersakiti.

Terima kasih pelajarannya.

Tapi, harusnya si kecil itu membangunkanku. Yang sedikit lebih halus ketimbang mengucapkan "selamat pagi" di siang hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun