Kegagalan ini tidak sulit untuk dilacak sebab-sebabnya yaitu terutama keunggulan penguasaan musuh dalam teknik perang dan persenjataan modern, sesuatu yang tak tertandingi oleh persenjataan yang dimiliki pejuang-pejuang Muslim dalam berbagai kontak senjata. Terlihat di sini bahwa do’a panjang dengan persenjataan ala kadarnya seja sering benar dilumpuhkan musuh. Tambahan lagi, pecahnya perlawanan-perlawanan yang diilhami Islam itu hampir selalu bersifat lokal dan sporadis.Â
Tidak pernah dalam bentuk kesatuan yang menyeluruh, karena memang pada waktu itu kita belum lagi mengenal konsep kebangsaan seperti dicanangkan oleh Sumpah Pemuda 1928.
Inilah di antara sisi-sisi lemah dari perlawanan sporadis itu. Belajar dari kegagalan demi kegagalan untuk mendapatkan kemerdekaan dari kekuasaan asing pada abad ke-19, dengan kedatangan abad ke-20, umat Islam telah merubah strategi perjuangannya dari bentuk perang fisik kepada bentuk gerakan sosio-agama dan sosio-politik.Â
Dari pihak musuh, umat Islam banyak juga mengambil pelajaran, seperti membentuk organisasiorganisasi modern dalam rangka menyiapkan umat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Asumsi dasarnya adalah bahwa tanpa sebuah umat yang cerdas akan sulit sekali mereka memahami arah perbuatan zaman. Melalui organisasi ini umat dilatih untuk berjuang secara teratur, berencana, dan menggunakan rasio sehat. Terjadilah proses pencerdasan, pencerahan dan pencairan berpikir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H