Mohon tunggu...
Dr. M. Agung Rahmadi
Dr. M. Agung Rahmadi Mohon Tunggu... Psikolog - Dr. S.Sos. M.Si. Kons

Psikolog

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Secularism as a Bridge to Islamic Law fi al-Baldah al-Islamiyah Minhajin Nubuwwah (Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si.)

19 Juni 2024   07:05 Diperbarui: 3 Juli 2024   07:21 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebab untuk memiliki negara bersama kita butuh pijakan hukum yang sama. Tidak mungkin negara Islam bisa ada tanpa hukum Islam yang mewakili semua golongan, tidak ada hukum Islam untuk semua golongan bila tidak ada rekonstruksi hadist, rekonstruksi kaidah ushuliyah dan rekonstruksi hukum Islam. Saat ini kita memang sudah bersatu dalam hal syahadat, walau mungkin belum satu paham dalam ketauhidan, apalagi teologi (kalam), dan "pasti mentok" di hukum Islam. Selama sumber hadist ummat Islam belumlah satu, yang artinya alian-aliran di dalam Islam seolah-olah adalah keniscayaan/pluralisme maka berdirinya "Negara Islam" kini yang "pastinya" akan menjadi negara Islam takfiri seperti yang dilakukan Bani Umayyah, Bani Abasiyah, Ottoman hingga negara-negara Islam modern kini yang intoleran pada perbedaan radikal di antaranya adalah "haram." Sebab negara Islam itu berdiri haruslah untuk seluruh ummat Islam, bukan alat kalangan tertentu dari kalangan tirani dalam meningkatkan pamor dirinya lalu mengkafir-kafirkan muslim lainnya menggunakan alat preogratif kekuasaan.

Bayangkan andai saja dulu, di Ottoman itu Mustafa anak Suleyman the Magnificent yang dipersiapkan menakhlukan Persia berhasil naik tahta layaknya Saladin, maka ada puluhan ribu hadist yang tidak ada di kutub al-Sittah pasti dimusnahkan dari pustaka-pustaka Persia. Layaknya kitab-kitab mujtahid yang geneologinya tidak terhubung pada empat mazhab fiqh sunni yang dimusnahkan Saladin pasca dirinya menguasai Mesir yang menjadi pusat Kekhalifahan Islam Sunni saat itu.

Kini luka lama kita dari tirani-tirani berkedok Islam dimasa lalu, melahirkan orang-orang seperti Mustafa Kemal yang menjunjung sekularisme hukum negara di negara mayoritas Islam untuk mendetoks paham-paham dari doktrin sesat yang secara menyeluruh merusak pikiran bangsanya menjadi kaum terbelakang di Dunia. Wa makarụ wa makarallāh, kini sekularisme adalah sarana paling baik, sampai ummat Islam mampu menciptakan kesatuan dalam hukumnya kembali. Menuju nubuatan bersatunya ummat Islam dalam negara Islam minhajin Nubuwah.

Referensi Pendukung

Al-Baydawi, Abdullah. Tafsir al-Baydawi. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2001.

Al-Kulayni, Abu Ja'far Muhammad ibn Ya'qub. Al-Kafi. Beirut: Dar al-Adwa, 1983.

Al-Mufid, Muhammad ibn Muhammad. Al-Amali. Qom: Dar al-Adwa, 1982.

Al-Muqaddasi, Muhammad ibn Ahmad. Ahsan al-Taqasim fi Ma'rifat al-Aqalim. Edited by M. J. de Goeje. Leiden: Brill, 1906.

Arjomand, Said Amir. "Constitutional Revolution." In Encyclopaedia Iranica, edited by Ehsan Yarshater. New York: Columbia University, 1998. Accessed January 3, 2024. http://www.iranicaonline.org/articles/constitutional-revolution-index.

Ayubi, Nazih N. Over-Stating the Arab State: Politics and Society in the Middle East. London: I. B. Tauris, 1995.

Berkey, Jonathan. The Transmission of Knowledge in Medieval Cairo: A Social History of Islamic Education. Princeton, NJ: Princeton University Press, 1992.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun