Mohon tunggu...
MUHAMMAD AGAM DWIPUTRA
MUHAMMAD AGAM DWIPUTRA Mohon Tunggu... Arsitek - Mahasiswa_S1 Arsitektur Universitas Mercubuana

NIM : 41221120005 Universitas Mercu Buana Meruya, Fakultas Teknik prodi Arsitektur. Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 11 - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

21 November 2024   14:26 Diperbarui: 21 November 2024   14:26 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KUIS 11

Diskursus Sigmund Freud dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

GAMBAR PRIBADI
GAMBAR PRIBADI

Psikoanalisis dan Kepribadian Menurut Sigmund Freud

Psikoanalisis merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud pada awal tahun 1900-an. Teori ini berfokus pada fungsi dan perkembangan pikiran manusia, yang memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana pikiran dan perilaku manusia terbentuk. Freud berpendapat bahwa banyak aspek kehidupan individu dipengaruhi oleh alam bawah sadar, di mana hasrat dan dorongan bawah sadar dapat memengaruhi tindakan seseorang.

Konsep Kepribadian

Istilah kepribadian berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu "prosopon" atau "persona", yang berarti "topeng". Dalam konteks ini, kepribadian mengacu pada perilaku yang ditunjukkan kepada orang lain dan kesan yang ingin disampaikan seseorang dalam interaksi sosial. Seperti topeng dalam pertunjukan teater, kepribadian mencerminkan bagaimana seseorang ingin dilihat oleh orang lain.

Pendekatan Psikoanalisis

Freud menjelaskan bahwa perilaku manusia sering kali dipengaruhi oleh dorongan yang ditekan di alam bawah sadar. Dorongan tersebut tidak hilang, tetapi tetap ada dan suatu saat dapat muncul kembali, menuntut pemenuhan. Pada tahun 1923, Freud menjabarkan psikoanalisis dalam jurnal Jerman, menjelaskan tiga makna utama psikoanalisis:


1. Metode Penelitian

Pengertian psikoanalisis yang pertama adalah sebagai metode penelitian untuk memahami proses psikis. Freud berfokus pada fenomena yang sebelumnya sulit dijelaskan secara ilmiah, seperti mimpi. Menurutnya, mimpi bukan sekadar gambaran acak saat tidur, tetapi merupakan jendela menuju alam bawah sadar. Melalui analisis mimpi, Freud percaya bahwa kita dapat mengungkap keinginan dan konflik yang tersembunyi dalam diri individu, yang seringkali tidak disadari.

2. Metode Terapi

Pengertian kedua adalah psikoanalisis sebagai metode terapi untuk mengatasi gangguan mental, khususnya pada penderita neurosis. Dalam praktiknya, terapi psikoanalisis bertujuan untuk membantu individu memahami dan mengatasi masalah emosional yang mendasari perilakunya. Dengan mengeksplorasi pikiran dan perasaan bawah sadar, pasien dapat menemukan akar permasalahannya dan pada gilirannya mengurangi gejala yang dialaminya.

3. Pengumpulan Pengetahuan Psikologis

Pengertian ketiga dari psikoanalisis adalah sebagai kumpulan pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian dan terapi. Ini mencakup teori tentang struktur kepribadian, seperti id, ego, dan superego, serta konsep penting lainnya yang menjelaskan bagaimana individu berfungsi secara mental dan emosional. Pengetahuan ini menyediakan kerangka kerja untuk memahami perilaku manusia dan interaksi sosial.

Fokus Utama

Fokus utama psikoanalisis adalah alam bawah sadar, yang merupakan kunci untuk memahami perilaku dan pengalaman manusia. Dengan memahami alam bawah sadar, kita dapat lebih memahami motivasi dan konflik internal yang memengaruhi kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, psikoanalisis Freud telah memberikan kontribusi signifikan untuk memahami kompleksitas psikologi manusia dan bagaimana kepribadian terbentuk dan berfungsi dalam konteks sosial.

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

GAMBAR PRIBADI
GAMBAR PRIBADI

Dalam teori psikoanalisisnya, Sigmund Freud mengemukakan bahwa perilaku kriminal dapat dipahami melalui konsep Id, Ego, dan Superego. Ketiga unsur tersebut merupakan bagian dari struktur kepribadian manusia yang saling berinteraksi dan memengaruhi perilaku individu.

Id, Ego, dan Superego

- Id merupakan bagian dari kepribadian yang berfungsi berdasarkan prinsip kesenangan. Id mengandung dorongan dan naluri dasar, seperti kebutuhan akan makanan, seks, dan kenyamanan. Id tidak mengenal batasan moral dan hanya ingin memuaskan keinginannya tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.

- Ego berfungsi sebagai mediator antara Id dan realitas. Ego berupaya memenuhi keinginan Id dengan cara yang realistis dan dapat diterima secara sosial. Ego beroperasi berdasarkan prinsip realitas, berusaha menyeimbangkan kebutuhan naluriah dengan norma sosial.

- Superego merupakan bagian dari kepribadian yang berfungsi sebagai pengawas moral. Id mengandung nilai dan norma yang diperoleh dari orang tua dan masyarakat. Superego berupaya mengendalikan dorongan Id dan memberikan rasa bersalah ketika individu melanggar norma moral.

Ketidakseimbangan dan Perilaku Menyimpang

Freud berpendapat bahwa ketidakseimbangan antara Id, Ego, dan Superego dapat menyebabkan individu menjadi lebih rentan terhadap perilaku menyimpang, termasuk perilaku kriminal. Ketika salah satu elemen mendominasi, individu dapat kehilangan kemampuan untuk menilai situasi secara objektif dan bertindak sesuai dengan norma sosial.

Misalnya, jika Superego terlalu dominan, individu dapat mengalami rasa bersalah yang berlebihan. Rasa bersalah ini dapat muncul ketika mereka merasa tidak mampu memenuhi harapan moral yang ditetapkan oleh Superego. Dalam beberapa kasus, individu mungkin mencoba mengatasi rasa bersalah ini dengan melakukan tindakan kriminal sebagai bentuk pelarian atau pembalasan terhadap diri mereka sendiri. Mereka mungkin merasa bahwa tindakan tersebut adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan kembali kendali atau mengatasi tekanan emosional yang mereka rasakan.

Sebaliknya, jika Id terlalu dominan, individu mungkin bertindak impulsif tanpa mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan mereka. Dalam keadaan ini, mereka lebih cenderung melakukan tindakan kriminal karena dorongan naluriah yang kuat tanpa kendali dari Ego atau Superego.

Dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud, individu yang memiliki Superego yang terlalu kuat cenderung mengalami rasa bersalah yang berlebihan, bahkan tanpa alasan yang jelas. Superego berfungsi sebagai pengawas moral yang menginternalisasi norma dan nilai masyarakat. Ketika Superego mendominasi, individu merasa tertekan oleh harapan dan standar moral yang tinggi, yang dapat menyebabkan mereka merasa bersalah meskipun mereka tidak melakukan kesalahan apa pun.

Sebagai cara untuk menghilangkan rasa bersalah ini, individu mungkin mencari hukuman. Ironisnya, pencarian hukuman ini sering kali diwujudkan melalui tindakan kriminal. Dalam konteks ini, individu mungkin melakukan kejahatan sebagai bentuk pembalasan diri atau untuk mendapatkan pelepasan dari tekanan emosional yang mereka rasakan. Tindakan kriminal menjadi cara untuk mengekspresikan konflik internal yang tidak dapat mereka selesaikan dengan cara yang lebih konstruktif.

Prinsip Kesenangan dan Dorongan Id

Freud juga menyoroti pentingnya prinsip kesenangan sebagai faktor pendorong kejahatan. Dalam pandangannya, Id adalah bagian dari kepribadian yang beroperasi berdasarkan dorongan biologis dan kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan makanan, seks, dan kelangsungan hidup. Id tidak mengenal batasan moral dan hanya ingin memenuhi keinginannya secepat mungkin.

Ketika kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi secara legal atau menurut norma sosial, individu mungkin merasa terpaksa untuk memenuhinya melalui cara ilegal. Misalnya, seseorang yang lapar dan tidak memiliki akses ke makanan yang sah mungkin akan mencuri untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam situasi seperti itu, dorongan kuat Id dapat mengalahkan kendali yang seharusnya diberikan oleh Ego dan Superego.

Interaksi Antara Superego dan Id

Interaksi antara Superego yang terlalu kuat dan Id yang mendorong pencarian kesenangan menciptakan konflik dalam diri individu. Ketika Superego menekan dorongan Id, individu mungkin mengalami ketegangan emosional tingkat tinggi. Jika tekanan ini tidak dikelola dengan baik, individu mungkin mencari cara untuk melepaskan ketegangan ini, yang dapat menyebabkan tindakan kriminal.

Misalnya, seseorang yang merasa ditekan oleh Superego untuk selalu berperilaku baik mungkin merasa terjebak. Dalam upaya untuk mengatasi tekanan ini, mereka mungkin terlibat dalam tindakan yang bertentangan dengan norma sosial, seperti mencuri atau berbohong, sebagai cara untuk mendapatkan kepuasan instan yang diwakili oleh Id.

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

GAMBAR PRIBADI
GAMBAR PRIBADI

Menurut Sigmund Freud, kepribadian manusia terdiri dari tiga unsur utama, yaitu Id, Ego, dan Superego. Ketiga struktur ini saling berinteraksi dan berperan penting dalam membentuk pola perilaku dan pengambilan keputusan individu. Mari kita bahas masing-masing unsur tersebut secara mendetail.

1. Id

Id merupakan bagian paling dasar dari kepribadian manusia yang bersifat biologis dan bawaan. Id berfungsi sebagai sumber energi psikis yang menggerakkan Ego dan Superego. Id mengendalikan dorongan-dorongan dasar seperti lapar, haus, agresi, dan hasrat seksual. Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan, yang berarti cenderung menghindari ketidaknyamanan dan mengejar kesenangan.

Sebagai sistem yang bekerja di alam bawah sadar, Id bersifat impulsif, primitif, dan irasional. Reaksi Id terjadi melalui refleks, seperti bersin, atau melalui proses primer, seperti membayangkan makanan saat lapar. Dalam konteks ini, Id tidak mempertimbangkan realitas atau akibat dari tindakan yang dilakukan. Ia hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan secara instan.

Freud menjelaskan bahwa Id merupakan bagian psikis yang berisi naluri bawaan dan keinginan yang ditekan. Keinginan tersebut menjadi dasar pembentukan struktur psikis lainnya. Karena Id tidak dipengaruhi oleh prinsip realitas, maka Id sering kali berbenturan dengan norma sosial dan moral yang dianut oleh individu.

2. Ego

Ego berfungsi sebagai mediator antara Id dan realitas. Ego berupaya memenuhi keinginan Id dengan cara yang realistis dan dapat diterima secara sosial. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berarti Ego mempertimbangkan situasi dan akibat tindakan sebelum mengambil keputusan. Ego berfungsi menyeimbangkan dorongan Id dan tuntutan Superego.

Ego juga berperan dalam mengatur perilaku individu agar sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Dalam proses ini, Ego menggunakan berbagai mekanisme pertahanan untuk melindungi individu dari kecemasan yang muncul akibat konflik antara Id dan Superego.

3. Superego

Superego merupakan bagian dari kepribadian yang berfungsi sebagai pengawas moral. Di dalamnya terdapat nilai-nilai dan norma-norma yang diperoleh dari orang tua dan masyarakat. Superego berfungsi untuk mengendalikan dorongan-dorongan dari Id dan memberikan rasa bersalah ketika individu melanggar norma-norma moral. Superego berfungsi untuk menegakkan standar moral dan etika, sehingga individu dapat berperilaku sesuai dengan harapan sosial.

Interaksi Antara Id, Ego, dan Superego

Ketiga unsur ini---Id, Ego, dan Superego---bekerja sama dan saling memengaruhi untuk membentuk perilaku individu. Ketika Id mendominasi, individu dapat bertindak impulsif dan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Sebaliknya, ketika Superego terlalu kuat, individu dapat merasa tertekan dan bersalah, yang dapat menyebabkan perilaku menyimpang atau mencari hukuman.

Ego berperan penting dalam menyeimbangkan kedua kekuatan ini, berupaya untuk memenuhi kebutuhan Id sambil tetap mematuhi norma-norma yang ditetapkan oleh Superego. Dengan demikian, memahami interaksi antara Id, Ego, dan Superego memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang kompleksitas kepribadian manusia dan bagaimana individu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Koswara (1991), Id merupakan sistem kepribadian yang paling mendasar dan berfungsi sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas lainnya. Id mengandung dorongan dan insting biologis, seperti kebutuhan akan makanan, seks, dan agresi. Karena sifatnya yang mendasar, Id memiliki kecenderungan destruktif terhadap rintangan yang menghalangi kepuasan. Jika individu mengalami rasa sakit atau frustrasi yang berlebihan, Id dapat mendorong perilaku merusak diri sendiri sebagai cara untuk mengatasi ketidaknyamanan tersebut.

Kecenderungan Destruktif Id

Id beroperasi berdasarkan proses primer, yaitu berfantasi atau membayangkan pemenuhan kebutuhan. Proses ini menjadi dasar bagi fantasi dan kreativitas, yang sangat penting dalam pengembangan karya seni dan imajinasi. Namun, karena Id bersifat impulsif dan irasional, dorongan tersebut dapat berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. Ketika Id tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara langsung, individu dapat merasa frustrasi, yang dapat memicu perilaku destruktif.

Ego: Mediator antara Id dan Realitas

Ego merupakan komponen kepribadian yang berkembang sebagai respons terhadap kebutuhan individu untuk berinteraksi dengan realitas. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berarti menggunakan proses berpikir rasional untuk merencanakan pemenuhan kebutuhan. Ego bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah rencana tersebut berhasil atau tidak, dan menyesuaikan tindakan individu dengan situasi yang ada.

Sebagai perantara antara Id dan Superego, Ego mengelola dorongan keduanya. Ego bertanggung jawab untuk memilih rangsangan mana yang akan ditanggapi dan naluri mana yang akan dipenuhi berdasarkan prioritas. Dalam hal ini, Ego menilai apakah kebutuhan dapat dipenuhi dengan mempertimbangkan peluang dan risiko yang ada.

Ketergantungan Ego pada Id

Karena Ego tidak memiliki kekuatannya sendiri, maka ia bergantung pada Id untuk mendapatkan energi. Ego berusaha menenangkan dorongan Id agar lebih realistis dalam memenuhi kebutuhan. Dengan kata lain, Ego berfungsi menyalurkan dorongan-dorongan Id secara rasional, sehingga individu dapat meraih kesenangan konkret tanpa melanggar norma-norma sosial.

Ego bertujuan untuk menjaga keberlangsungan kepribadian di dunia nyata. Dalam proses ini, Ego harus selalu menyeimbangkan antara pemenuhan kebutuhan naluriah Id dan pemenuhan tuntutan moral Superego. Dengan demikian, Ego memegang peranan yang sangat penting dalam pengambilan keputusan dan perilaku individu sehari-hari.

Menurut Sigmund Freud, energi psikis bersifat permanen dan tidak dapat hilang, tetapi dapat dipindahkan ke bentuk energi lain, seperti energi fisiologis. Dalam konteks ini, Id dan sifat intrinsiknya berfungsi sebagai penghubung antara energi tubuh dan kepribadian. Proses psikis yang terjadi pada diri individu sangat dipengaruhi oleh naluri yang berperan sebagai sumber energi yang mengarahkan perilaku manusia.

Jenis-jenis Naluri dalam Id

Freud membagi naluri dalam Id menjadi dua jenis utama adalah:

1. Naluri Hidup (Eros): Naluri ini bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup individu. Contoh naluri hidup ini meliputi kebutuhan dasar seperti makan, minum, dan kebutuhan seksual. Energi yang mendukung naluri ini disebut Libido. Libido tidak hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan biologis, tetapi juga berperan dalam pengembangan hubungan sosial dan kreativitas.

2. Naluri Kematian (Thanatos): Naluri ini cenderung bersifat destruktif dan berujung pada kehancuran atau kematian. Contohnya adalah dorongan untuk merusak atau bertindak agresif, seperti berkelahi atau berperilaku dengan cara yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Naluri kematian ini mencerminkan dorongan yang lebih gelap dalam kepribadian manusia.

Naluri Campuran dalam Tindakan

Kedua naluri ini sering kali bercampur dalam suatu tindakan. Misalnya, tindakan makan dapat dianggap sebagai campuran dari kedua naluri ini. Dorongan untuk makan (Eros) mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan biologis dan bertahan hidup, sedangkan dorongan untuk menghancurkan dapat muncul melalui proses fisik seperti menggigit, mengunyah, dan menelan makanan. Dalam konteks ini, tindakan makan bukan hanya masalah pemenuhan kebutuhan, tetapi juga dapat mencerminkan konflik antara keinginan untuk hidup dan dorongan untuk menghancurkan.

Hubungan Struktur Kepribadian Freud dengan Fenomena Korupsi di Indonesia

Fenomena korupsi di Indonesia dapat dikaji melalui kacamata teori psikoanalisis Freud yang menjelaskan interaksi antara Id, Ego, dan Superego. Berikut ini adalah penjelasan tentang bagaimana ketiga unsur tersebut berkontribusi terhadap perilaku korup.

1. Dominasi Id dalam Perilaku Korup

Korupsi sering terjadi karena dorongan Id yang dominan. Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan, yang mendorong individu untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan tanpa mempertimbangkan norma, aturan, atau konsekuensi. Dalam konteks korupsi, dorongan ini dapat berupa keinginan untuk memperkaya diri sendiri dengan cepat, yang sering kali muncul sebagai keserakahan.

Individu yang dipengaruhi oleh Id mungkin merasa terdorong untuk memenuhi kebutuhan materialistis atau gaya hidup mewah, dan merasa puas karena telah berhasil mengendalikan kekayaan publik tanpa takut akan hukuman. Ketika Id mendominasi, individu menjadi impulsif dan tidak rasional, sehingga cenderung mengabaikan dampak negatif korupsi terhadap masyarakat luas. Dalam kasus ini, dorongan untuk mendapatkan keuntungan pribadi mengalahkan pertimbangan moral dan etika.

2. Ego Lemah dalam Mengendalikan Dorongan Id

Ego berfungsi sebagai pengelola dan mediator antara Id dan realitas, dengan menggunakan prinsip realitas. Namun, jika Ego lemah atau tidak mampu mengendalikan dorongan impulsif Id, individu cenderung menyerah pada godaan untuk melakukan korupsi, meskipun mereka tahu bahwa tindakan tersebut salah secara moral atau ilegal.

Faktor-faktor yang dapat melemahkan Ego dalam konteks fenomena korupsi antara lain penegakan hukum yang lemah dan kurangnya risiko korupsi yang nyata. Ketika individu merasa bahwa mereka tidak akan dihukum atau bahwa ada peluang untuk lolos dari konsekuensinya, Ego mengalami kesulitan menilai tindakan secara rasional. Selain itu, tidak adanya mekanisme kontrol yang efektif, seperti pengawasan internal atau eksternal, dan lingkungan yang memungkinkan korupsi, semakin memperburuk situasi ini.

3. Superego yang Tidak Efektif atau Terdistorsi

Superego bertugas memastikan bahwa individu mematuhi norma moral dan aturan sosial. Dalam kasus korupsi, Superego bisa jadi tidak berkembang dengan baik atau bahkan terdistorsi karena beberapa faktor. Salah satunya adalah internalisasi nilai-nilai yang salah. Ketika lingkungan sosial, keluarga, atau lembaga justru menormalisasi korupsi sebagai cara untuk meraih kesuksesan, Superego individu tersebut gagal berfungsi sebagai pengendali moral.

Ketika individu tumbuh dalam lingkungan yang memandang korupsi sebagai hal yang wajar atau bahkan sebagai strategi yang cerdas, nilai-nilai tersebut akan terinternalisasi dalam diri mereka. Akibatnya, Superego tidak dapat memberikan dorongan moral yang kuat untuk melawan korupsi, sehingga individu merasa tidak bersalah atau bahkan bangga atas tindakannya.

Penyebaran Energi Psikis

Energi psikis yang berasal dari Id didistribusikan ke semua aspek kepribadian, yaitu Id, Ego, dan Superego. Karena energi ini terbatas, maka terjadi persaingan dalam penggunaannya. Ego yang berperan sebagai mediator antara Id dan Superego tidak memiliki energi sendiri. Sebaliknya, Ego harus meminjam energi dari Id melalui mekanisme yang disebut identifikasi.

Mekanisme identifikasi ini membantu individu mengenali kebutuhannya dengan cara membandingkan keinginan batin yang bersumber dari Id dengan kenyataan di luar dirinya. Dengan demikian, Ego dapat merencanakan pemenuhan kebutuhan yang lebih realistis dan sesuai dengan norma sosial yang berlaku.

Tujuan Ego

Ego bertujuan untuk mencapai kenikmatan konkret dan menjaga kelangsungan kepribadian di dunia nyata. Dalam menjalankan fungsinya, ego berusaha menyalurkan dorongan-dorongan Id secara rasional, sehingga individu dapat memenuhi kebutuhannya tanpa melanggar norma sosial. Dengan demikian, ego berperan penting dalam pengambilan keputusan dan perilaku sehari-hari, membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya sekaligus menjaga keutuhan kepribadiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Jofipasi, Rendy Amora., Jon Efendi., Robbi Asri. 2023. Pengaruh Dinamika Pendekatan Psikoanalisis
TerhadapKematangan Karir Pada Anak Berkebutuhan Khusus. Journal of Special Education Lectura, 1 (2), 34-35.

Wardianti, Yuanita., Dian Mayasari. 2016. Pengaruh Fase Oral Terhadap Perkembangan Anak. Jurnal Bimbingan dan Konseling Indonesia, 1 (2), 37.

MODUL 11 PROF APLOLLO

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun