Mohon tunggu...
Muhammad Aditya Nofrianda
Muhammad Aditya Nofrianda Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Jurusan Pekerjaan Sosial Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung

Seorang mahasiswa yang sedang belajar dan mendalami karya tulis terutama di bidang pekerjaan sosial, pendidikan, budaya, sejarah, dan pariwisata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Analisis dan Rekomendasi Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

16 Juni 2020   09:31 Diperbarui: 16 Juni 2020   09:23 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Undang--Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah undang--undang yang mengatur tentang Jaminan Sosial, ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 2004 oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Megawati Soekarnoputri. Undang--undang ini terdiri atas 9 bab dan 53 buah pasal.

            Undang--Undang No. 40 Tahun 2004 berjudul Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sistem memiliki arti sebagai perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas; susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dan sebagainya; metode. Jaminan memiliki arti tanggungan atas pinjaman yang diterima, agunan; biaya yang ditanggung oleh penjual atas kerusakan barang yang dibeli oleh pembeli untuk jangka waktu tertentu, garansi; janji seseorang untuk menanggung utang atau kewajiban pihak lain apabila utang atau kewajiban tersebut tidak dipenuhi. Sosial memiliki arti berkenaan dengan masyarakat; suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma, dan sebagainya). Nasional memiliki arti bersifat kebangsaan; berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa.

            Setelah judul, terdapat tulisan "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia,". Hal ini menunjukkan bahwa dalam menetapkan suatu undang-undang, Presiden telah menjalankan nilai dari sila pertama yaitu menjunjung tinggi keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Latar belakang pembentukan undang-undang SJSN dilandasi beberapa pertimbangan yang saling berkesinambungan. Pertimbangan itu diantaranya ialah bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Sesuai pertimbangan tersebut, bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga berdasarkan pertimbangan di atas, perlu dibentuk sebuah Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

            Undang-undang SJSN turut mengingat beberapa dasar hukum yang mengaturnya yaitu Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia, maka memutuskan ditetapkannya Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

             Bab I berjudul Ketentuan Umum. Dalam bab I terdapat 1 pasal yaitu Pasal 1 dan terdapat angka dari 1 hingga 16. Hasil analisis menunjukkan bahwa isi bab sudah sesuai dengan judul bab yaitu Ketentuan Umum yang membahas pengertian atau definisi umum dari beberapa hal yang menyangkut Sistem Jaminan Sosial Nasional diantaranya pengertian jaminan sosial, Sistem Jaminan Sosial Nasional, asuransi sosial, tabungan wajib, bantuan iuran, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Dana Jaminan Sosial, peserta, manfaat, iuran, pekerja, pemberi kerja, gaji atau upah, kecelakaan kerja, cacat, dan cacat total. Dalam pasal 1 di angka 2, disebutkan bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.

            Bab II berjudul Asas, Tujuan, dan Prinsip Penyelenggaraan. Dalam bab II terdapat 3 pasal yaitu pasal 2, pasal 3, dan pasal 4. Sesuai dengan judul, bab ini membahas tentang asas penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional dalam pasal 2 yaitu berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan penyelenggaraan disampaikan pada pasal 3 yaitu untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Pasal 4 menyatakan tentang prinsip penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional yaitu kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dan amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

            Bab III berjudul Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial serta terdiri dari 1 pasal yaitu pasal 5 yang memiliki 4 ayat. Ayat 1 mengamanatkan dibentuknya Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Ayat 2 mengamanatkan bahwa sejak berlakunya UU SJSN, badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut Undang-Undang. Ayat 3 menyatakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dimaksud ayat 1 diantaranya JAMSOSTEK, TASPEN, ASABRI, dan ASKES. Ayat 4 mengamanatkan apabila diperlukan badan penyelenggara jaminan sosial selain pada ayat 3, dapat dibentuk yang baru dengan Undang-Undang. Hasil analisis menyatakan keseluruhan pasal dan ayat dalam bab ini telah sesuai dengan judul bab.

            Bab IV berjudul Dewan Jaminan Sosial Nasional serta terdiri dari 7 pasal yaitu pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 11, dan pasal 12. Pasal 6 mengamanatkan dibentuknya Dewan Jaminan Sosial Nasional. Pasal 7 terdiri dari 4 ayat yang membahas tentang tanggung jawab, fungsi, tugas, dan wewenang Dewan Jaminan Sosial Nasional. Pasal 8 terdiri dari 6 ayat serta membahas pimpinan, struktur keanggotaan, masa jabatan, dan syarat anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional. Pasal 9 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat meminta masukan dan bantuan tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan. Pasal 10 menyatakan susunan organisasi Dewan Jaminan Sosial Nasional sesuai pasal 6, 7, 8, dan 9 akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Pasla 11 membahas alasan pemberhentian anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional. Pasal 12 meliputi 2 ayat yang membahas pengangkatan pertama kali pimpinan Dewan Jaminan Sosial Nasional oleh Menteri yang bertugas pada bidang kesejahteraan sosial serta tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Jaminan Sosial nasional diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden. Hasil analisis menyatakan keseluruhan pasal dan ayat dalam bab ini telah sesuai dengan judul bab.

            Bab V berjudul Kepesertaan dan Iuran serta terdiri dari 5 pasal yaitu pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 16, dan pasal 17. Pasal 13 menyatakan kewajiban pemberi kerja untuk mendaftar sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal 14 mengamanatkan pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran yaitu fakir miskin dan orang tidak mampu. Pasal 15 menyatakan kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada pesereta dan anggota keluarganya. Pasal 16 membahas hak peserta. Pasal 17 membahas kewajiban peserta, kewajiban pemberi kerja, serta iuran. Hasil analisis menyatakan keseluruhan pasal dan ayat dalam bab ini telah sesuai dengan judul bab.

            Bab VI berjudul Program Jaminan Sosial terdiri atas 6 bagian dan 29 pasal yaitu pasal 18 hingga pasal 46. Bagian kesatu membahas tentang jenis program jaminan sosial dalam pasal 18 meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pension, dan jaminan kematian. Bagian kedua terdiri dari pasal 19 hingga pasal 28 dan membahas tentang jaminan kesehatan. Bagian ketiga terdiri dari pasal 29 hingga pasal 34 dan membahas tentang jaminan kecelakaan kerja. Bagian keempat terdiri dari pasal 35 hingga pasal 38 dan membahas tentang jaminan hari tua. Bagian kelima terdiri dari pasal 39 hingga pasal 42 dan membahas tentang jaminan pensiun. Bagian keenam terdiri dari pasal 43 hingga pasal 46 dan membahas tentang jaminan kematian. Hasil analisis menyatakan bahwa keseluruhan pasal dan ayat dalam bab ini telah sesuai dengan judul bab.

            Bab VII berjudul Pengelolaan Dana Jaminan Sosial terdiri atas 5 pasal yaitu pasal 47, pasal 48, pasal 49, pasal 50, dan pasal 51. Bab ini membahas tentang pengelolaan, pengembangan, serta pengawasan terhadap Dana Jaminan Sosial dan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Hasil analisis menyatakan bahwa keseluruhan pasal dan ayat dalam bab ini telah sesuai dengan judul bab.

            Bab VIII berjudul Ketentuan Peralihan terdiri atas 1 pasal yaitu pasal 52 dengan 2 ayat yaitu ayat 1 dan ayat 2. Ketentuan Peralihan adalah ketentuan yang memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan yang baru. Bab ini membahas tentang berlakunya peraturan perundang-undangan lain terkait JAMSOSTEK, TASPEN, ASABRI, dan ASKES. Bab ini juga mengamanatkan ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam ayat 1 disesuaikan dengan UU SJSN paling lambat 5 tahun sejak UU SJSN diundangkan.

            Bab IX berjudul Ketentuan Penutup terdiri atas 1 pasal yaitu pasal 53 yang menyatakan bahwa undang-undnag ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan dan agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

            Undang-Undang ini telah disahkan di Jakarta pada 19 Oktober 2004 oleh Presiden Repbulik Indonesia, Megawati Soekarnoputri. Undang-Undang ini juga telah diundangkan di Jakarta pada 19 Oktober 2004 oleh Sekretaris Negara Republik Indonesia, Bambang Kesowo. Undang-Undang ini tercatat sebagai Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150.

Pembentukan Undang -- Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan bukti perwujudan perhatian pemerintah sesuai yang diamanatkan dalam Pancasila dan Undang -- Undang Dasar (UUD) 1945. Jika dikaji berdasarkan Pancasila, undang -- undang ini adalah bukti bahwa pemerintah menjalankan amanat kelima sila Pancasila. Dikaji melalui sila pertama, jaminan sosial merupakan bentuk menghargai manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Dalam sila kedua, UU ini menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. UU ini pula menjunjung tinggi nilai persatuan seperti dalam sila ketiga yaitu agar tidak terjadi perbedaan pelaksanaan jaminan sosial antar warganegara. UU ini disusun atas musyawarah dan merupakan implemantasi dari suara rakyat seperti yang disampaikan oleh sila keempat. Serta tentunya, UU SJSN adalah usaha untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

            Berdasarkan amanat UUD 1945, UU SJSN adalah implementasi dari beberapa pasal. Diantaranya pasal 5 ayat 1 yaitu Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 20 tentang kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam membentuk undang-undang. Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai hak asasi manusia terhadap kesejahteraan, kesempatan yang sama, dan berhak atas jaminan sosial. Serta pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) tentang Kesejahteraan Sosial. UU SJSN juga merupakan implementasi dari tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum. Penjelasan di atas adalah bentuk keunggulan dari UU No. 40 Tahun 2004 yaitu sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam menjalankan amanat Pancasila dan UUD 1945.

            Rekomendasi terhadap UU SJSN adalah diperlukannya penyesuaian antara UU SJSN dengan undang-undang penunjangnya terutama UU BPJS agar setiap undang-undang baru yang merupakan perwujudan dari UU SJSN dapat sesuai dengan ketentuan dalam UU SJSN, adanya konsistensi antara UU SJSN dengan pelaksanaannya, penambahan aturan mengenai sanksi,  menghindari terjadinya disharmoni dan multitafsir baik antara pasal dalam UU SJSN maupun antar UU SJSN dengan UU penunjang lainnya. Diperlukan pula sosialisasi terkait UU SJSN agar masyarakat mengetahui aturan-aturan jaminan sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun