Ada satu cerita di mana seorang soleh diminta untuk memasak suatu makanan yang enak oleh pemimpinnya. Orang itu pun menuruti keinginan sang pemimpin dan segera mengantarkan pesanan itu kepada-nya. Ternyata, makanan tersebut sangat disukai oleh sang pemimpin karena rasanya yang sangat lezat. Kemudian, sang pemimpin pun bertanya kepadanya tentang bahan makanan itu. Orang sholeh itu menjelaskan bahwa makanan tersebut terbuat dari lidah.
Kemudian, sang pemimpin itu menyuruhnya untuk membuat makanan yang rasanya tidak enak. Dia pun kembali ke rumah memasaknya. Begitu makanan tersebut siap, dia pun segera mengantarkannya kepada sang pemimpin.
Dari cerita ini, bisa kita pahami bahwa lidah yang tidak bertulang dan tidak berduri itu bisa membahayakan seseorang atau bisa juga menyelamatkan seseorang. Seseorang bisa terjerumus kepada masalah yang pelik disebabkan ia tidak mampu menjaga lisan. Seseorang bisa bermusuhan dengan sesama disebabkan karena lisannya. Seseorang bisa menyebabkan orang lain terluka disebabkan oleh lisannya. Semua itu terjadi disebabkan ia tidak menjaga lisannya yang berkata dusta, keji, fitnah dan hal jahat lainnya.
Sebaiknya, seseorang bisa selamat dari segala hal sebagaimana disebutkan diatas juga adalah disebabkan oleh lisannya. Karena ia mampu menjaga lisannya dengan baik. Dia selalu berpikir terlebih dahulu sebelum melontarkan suatu ucapan. Sehingga apa yang diucapkannya selalu tertata baik. Jika demikian, maka orang-orang yang berada di sekitarnya pun akan terasa nyaman dan bisa mengambil manfaat.
Kualitas Ucapan
Pertama, orang yang berkulitas tinggi.
Yaitu orang yang berbicara pada tempat dan saat yang tepat dengan tutur kata yang sarat hikmah. Kata-kata yang diucapkan mengandung mengandung ide, gagasan ilmu, dzikir, dan solusi yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang-orang di sekitarnya.
Kedua, orang yang berkualitas biasa-biasa
Yaitu, apabila berbicara maka kata-kata yang terlontar dari lisannya adalah ucapan yang sibuk menceritakan peristiwa-peristiwa yang dia alami atau yang dia ketahui. Orang seperti itu akan sibuk mengomentari segala hal yang dia lihat dengan begitu lengkap. Dia akan menceritakan peristiwa tabrakan antara mobil dengan truk dengan penggambaran yang sangat jelas dan detail.
Dia akan menceritakan setiap detail yang dia saksikan, tidak ada yang ia lewatkan sedikitpun. Dia akan menceritakan kepada yang tidak melihatnya secara langsung, bahkan dia juga akan menceritakannya kepada orang yang ada bersamanya di saat kejadian. Dia tidak kuat menahan lidanya untuk tidak berkata-kata menanggapi segala kejadian yang dia ketahui.
Ketiga, orang berkualitas rendah. Orang seperti ini cenderung selalu membawa segala permasalahan yang dialaminya ke mana pun dia melangkah. Di manapun dia berada, dia akan selalu mengeluh, mencela, dan menghina.
Hari-harinya akan selalu disibukkan dengan celaan dan hinaan. Saat diberi makanan oleh tetangganya, komentar.
Pertama yang keluar bukannya rasa syukur dan pujian pada tetangganya karena telah berbaik hati mengiriminya makanan. Melainkan yang keluar adalah penilaian-penilaian negatif. Dia akan langsung berkomentar bahwa makanan itu kurang ini dan kurang itu. Dia tidak merasa puas.
Dia akan menyesali hujan turun karena baginya hujan akan menyebabkan macet, jalanan becek, dan ia tak leluasa berjalan. Dia akan menggerutu dan mengutuk keadaan seperti ini. Umpatan dan gerutuannya itu akan makin besar manakala ia mengetahui bahwa pakaian yang dijemurnya basah oleh air hujan.
Orang yang seperti demikian, sepanjang hidupnya akan merasakan derita. Sejak bangun tidur hingga ia tidur kembali, yang dia ucapkan hanyalah keluhan karena ketidakpuasan, celaan terhadap orang lain karena ketidakmampuannya dan hinaan pada siapapun yang dianggapnya tidak pantas mendapatkan sesuatu yang berharga selain dirinya.
Keempat, orang berkualitas dangkal. Yaitu orang yang sibuk menyebut kebaikan diri dan jasa yang ia lakukan. Orang seperti ini biasanya bersikap tidak mau menerima kekalahan apalagi bersikap mengalah. Kalau ada orang yang menceritakan keberhasilannya, maka ia akan me nimpali dengan menyebutkan bahwa dirinya telah melakukan hal yang lebih dari itu. Jika ada orang lain yang sukses, maka ia akan berbicara kepada orang banyak bahwasanya kesuksesan orang itu adalah kerena kenal baik dengan dirinya.
Kalaupun orang berkualitas dangkal ini melakukan kebaikan, maka ia akan mengangkat-angkat ke permukaan mengenai kebaikannya itu. Ia ingin agar kebaikannya diketahui oleh orang-orang, ia ingin dirinya dinilai sebagai pahlawan.
Namun, kita juga patut bersikap hati-hati, karena tidak jarang kata-kata dan ucapan yang baik hanya menjadi topeng untuk menyembunyikan kualitas diri yang buruk.
Referensi : Kiat Mengatasi 8 Penyakit Hati Karya Aa Gym
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H