Singkat cerita, pada tahun pada saat Pondok Pesatren An-Nur di tinggal wafat pengasuhnya yaitu KH. Utsman bin Abdurrahman, sedangkan kondisi Pondok Pesantren An-Nur mengalami kemajuan yang sangat pesat dari Kualitas Maupun Kuantitas, sampai lokasi Pondok Pesantren An-Nur tidak mencukupi jumlah santri Putra-Putri yang kian hari kian bertambah banyak, dari kondisi tersebut maka KH. Mustawam Abdul Fattah  (termasuk Saudara dari Nyai Saudah istri dari KH. Utsman bin Abdurrahman) terpanggil untuk membantu Nyai Saudah mencarikan solusi bagaimana keberlanjutan Pondok Pesantren An-Nur.
Akhirnya dengan segala upaya dalam bantuk tenaga, fikiran maupun financial, pada tahun 174 M. beliau KH. Mustawam Abdul Fattah yang pada saat itu melanjutkan perjuangan KH. Utsman bin Abdurrahman untuk mengelola dan mengasuh Pondok pesantren An-Nur dapat membuka lokasi baru untuk memfasilitasi minat masyarakat yang kian hari kian bertambah untuk memondakkan anaknya di Pondok Pesantren An-Nur. Yaitu membangun sebuah kamar kecil untuk tempat tinggal santri puta dan gedung kamar pondok sebelumnya hanya khusus untuk santri putri.
Dan pada tahun 178 M. adalah tahun yang sangat bersejarah bagi Pon-Pes Al-Anwar, karena pada tahun itulah terjadi momen pelatakan batu pertama untuk pembangunan kamar santri yang bertempat di sebelah timur (sekitar 50 meter) dari Pondok Pesantren An-Nur. Karena pada saat tahun itu kamar baru yang di bangun di belakang rumah KH. Mustawam sudah tidak mencukupi untuk memfasilitasi kamar santri khusus Putra, dan pada akhirnya gedung baru yang di bangun sebagai cikal bakal Pon-Pes Al-Anwar itu di namakan Pondok Pesantren An-Nur Putra yang manajemen dan kurikulum belajar santri masih menginduk pada Pondok Pesantren An-Nur.
Meskipun gedung baru yang dibangun itu sangat sederhana ala kadarnya, tetapi cukup layak sebagai tempat tinggal santri putra, yang kamar baru tersebut di bangun menggunakan kayu soren berjumlah ada 3-4 kamar khusus putra, semua santri pada saat itu sangat betah dan nyaman berada di gedung baru tersebut untuk tempat istirahat di sela-sela sibuknya kegiatan mengaji yang ada Pondok Pesantren An-Nur.
Memikul dinamika alamiah yang sering pula dialami oleh pesantren, semisal keinginan untuk menambah jumlah santri tanpa harus melupakan kualitas SDM merupakan beban berat yang dipikul pesantren dalam mengembangkan lembaganya. Kuantitas boleh dikejar tapi kualitas tetap menjadi prioritas utama dalam pengelolaan pesantren, sebab kalua tidak maka sebuah pesantren akan diragukan eksistensinya, kalau tidak bisa dikatakan akan ditinggalkan oleh masyarakat karena akan dianggap tidak bermutu. Inilah pijakan dasar yang selalu dipegang teguh oleh setiap pengasuh pesantren.
Melewati sejarah yang begitu panjang dan berlika-liku, pada tahun 1979 M. KH. Mustawam Abdul Fattah mempunyai insisatif adanya pembenahan struktur pengelolaan manajemen Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren An-Nur, dengan berinisiatif untuk membagi wewenang dan tanggung jawab untuk mengelola Pondok Pesantren. Dan dari inisatif tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan keputusan KH. Mustawam Abdul Fattah dengan Hj. Maryam (Istri KH. Mustawam) mengelola dan mengasuh Pondok Pesantren An-Nur, dan KH. Abdul Bashir Hamzah (menantu KH. Mustawam) dengan Hj. Chafidlotul Ulya (satu-satunya putri KH. Mustawam) mengelola dan mengasuh Pondok Pesantren An-Nur Putra.
Setelah Pondok Pesantren An-Nur Putra di kelola dan diasuh di bawah tanggung jawab KH. Abdul Bashir Hamzah, justru minat masyarakat semakin bertambah dengan begitu melonjaknya jumlah santri yang mondok di  Pondok Pesantren An-Nur Putra, yang Justru melebihidari jumlah santri dari Pondok An-Nur, yang pada saat itu jumlah santri An-Nur Putra ada 76 santri, sementara An-Nur Putri ada 60 santriwati. Sehingga awal mula yang hanya ada 4 kamar baru, pada tahun 1987 M mulai berbenah dan berkembang dengan adanya pembangunan gedung permanen yang di selesaikan pada tahun itu juga.
 Karena Kenyamanan saat kegiatan belajar mengajar (KBM) sudah semestinya harus diutamakan, dan itu hanya bisa terrealisasikan apabila sarana dan prasananya ikut mendukung terwujudnya KBM yang kreatif, Inovatif, dan efektif bagi peserta didik. Hal itulah yang menjadi seharusnya landasan utama dalam peningkatan mutu pesantren. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat yang benar benar mempercayakan putra-putrinya di pondok pesantren.
Selanjutnya pada tahun 1994 M, Karena masih dengan alasan yang sama banyaknya antsius masyarakat untuk memondokkan anaknya, teruma ditambah dengan adanya keinginan  masyarakat untuk memondokkan anak putrinya di Pondok Pesantren An-Nur Putra yang di asuh oleh KH. Abdul Bashir Hamzah dan pada akhirnya nama Pondok Pesantren An-Nur Putra  berganti nama menjadi Pondok Pesantren Al-Anwar, nama Al-Anwar itu adalah sebuah harapan dari KH. Abdul Bashir Hamzah agar pondoknya bisa berkembang dan mempunyai ciri khas tempat belajar ilmu kitab kuning seperti Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang, hal itu juga sebuah bentuk tabarukkan beliau kepada KH. Maimun Zubair.
Dan setelah berubah nama Pondok Pesantren An-Nur menjadi Pon-Pes Al-Anwar Putra-Putri yang di kelola dan diasuh oleh KH. Abdul Bashir Hamzah dan istri beliau Umi Hj. Chafidlotul Ulya sudah semestinya pengasuh Pon-Pes Al-Anwar pada saat itu diberi hak untuk mengelola secara independen, dengan diberinya hak otonom untuk menjalankan manajemen kpesantrenan sehari-hari, dengan harapan dari pemberi amanat seperti lika-liku sejarah diatas, diharapkan dengan adanya pesantren yang baru ini lebih mampu menampung i'tikad baik masyarakat untuk memondokkan anaknya dan mengoptimalkan peran dan fungsi sebagai lemabaga pendidikan.
Otonomi yang diberikan dari pendahulu ternyata mampu direalisasikan dengan baik oleh KH. Abdul Bashir Hamzah, Â karena keistiqomahan beliau dalam melakukan segala. Dengan bertambah maju dan berkembang, dengan bertambahnya kulitas maupun kuantitaas serta adanya kemajuan fisik maupun kurikulum yang berlaku di Pon-Pes Al-Anwar pada saat itu hingga sekarang ini, penenganan ala kadarnya sudah tidak terlihat lagi di buku catatan Pon-Pes Al-Anwar.