Mohon tunggu...
Muhammad abdul Rolobessy
Muhammad abdul Rolobessy Mohon Tunggu... Jurnalis - Editor

Bahasa mati rasa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rindu Diruang, Tunggu

28 Mei 2024   12:53 Diperbarui: 20 Agustus 2024   08:49 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar:M. Abdul Rolobessy

 Ambon: Demikianlah perjumpaan ini beta tulis sebelum rindu itu menyapa harpa, memanggil untuk kau wanita surga. hanya beta mau bilang beta menggigil saat kau di panggil sang kuasa.

Tepat pada tanggal. 08, Agustus,2021malam di dalam rumah gang lemon yang kini kami enggan mengenal, enggan menyapa. Ini sebenarnya siapa yang datang. Setelah perbincangan hebat antara keluarga, beta sibuk mengotak-atik  handphone di dapur dan tak ingin lepas dari ruangan berbelok satu itu.

Hujan kian agustus itu sangatlah besar, beta Ingat persisi bunyinya, deras yang kian tak henti. kami kumpul karena ada sala satu abang beta sendiri yang menikah. Di situlah keluarga besar bertemu. Enggan beta melepaskan badan dari ruangan dapur beranjak ke ruangan tengah.

Indah dan anaknya bertanya kepada ua, (bibi)
Itu siapa mama?
Beta dengar dengan nada yang sangat bisik-bisik. Hehe....

Dan jawabnya di katakan oleh bapak punya kaka perempuan, Itu kamong pung meme amat yang nikah dengan orang tehoru punya anak laki-laki itu. Beta punya kaka laki-laki. Tangkas ua kepada kaka inda dan anak-anaknya.

Lalu bersamaan dengan derasnya hujan yang bermain di rumah kita saat itu, indra juga dengar kerasnya melantunkan sebuah kalimat yang membuat beta kaget. (Berarti katong dua sepupu). Sebuah kalimat pembuka yang tak pernah beta lupa.

Beta menoleh, mata melebar dan hati memberi isyarat,hah; ada kah, beta punya sepupu lai padahal e. Dengan logat Tial tak bersuara.
Beta dengan indra saling memandang dan tersenyum dekat, setelah perlahan mendekat di situlah ikatan cinta seseorang saudara yang melekat selamanya. Katong bercerita lepas, bercanda dan juga menghina hujan yang kapan kian henti menjadi kenyataan.sebab, semakin deras!

Setelah dari ribuan pertemuan setiap hendak beta balik ke kampung halaman bapak, beta mulai memutuskan untuk tinggal bersama caca inda, pikirnya beta harus beta dekat dengan saudari perempuan sebab, saudari perempuanmu adalah yang menjagamu saat susah maupun duka. Kasi sayang dan cinta yang lebih besar," busu-busu orang saudara jua".

Kami Tinggal bersama di dusun hatuwe yang di mana dusun ini yang merangkul juga tempat wisata negeri Tial. (Pante ucu) namanya.  Selama sebulan beta tinggal dan itu selalu mempererat tali persaudaraan kami. Kenapa kami tak tau punya saudari itulah beta, yang hidup dibesarkan di  negeri yaputih, kecamatan tehoru, kabupaten maluku tengah, Maluku.

Seingat beta ketika pilu yang paling mengerikan adalah ketika lebaran idul fitri tahun 2023 lalu. Beta selesai mandi dan ingin ke mesjid untuk sholat. Dan itulah beta lihat, seseorang lelaki berpakaian rapi islami hendak ke mesjid juga. Yang dia teriakan, abang mari katong pi sholat. Di situlah beta berjalan menuju ke mesjid dengan rasa rindu kepada bapak.

Sunyi seketika di pikiran beta berjalan dengan rasa letih  dan vakum membuat dilema, sholat dengan air mata, sajadah pun basah saat doa-doa itu terlintas berbisik memohon di telinga tuhan. Ya allah ampunilah dosa kedua orang tua beta. Surga firdaus  tempat mereka ya allah. Dan setelah kanan dan kiri. beta hendak balik ke rumah tepat kamar depan, beta menitihkan air mata dan saat paling sedih, indah datang dan mengangkat kepala beta dan memangku kepala beta di pangkuannya . Yang sabar dade, meme pasti sudah tenang di alam sana...

Malam gerimis yang basahi kota dan kepala, sentak beta membuka handphone, beralih ke aplikasi WhatsApp, beta melihat ada beberapa panggilan itu di lalukan berulang, ini ada apa pinta beta dalam hati, Pasti ada sesuatu. Dan ketika beta menelepon balik. Kata yang di ucapkan bahwa caca indah su seng ada lai. Pada jam 22:41. Kabar itu menusuk, Tak sanggup mendengar bulu nyawa berdiri tak pakai kursi dan juga air mata bergenang seperti danau. Entahlah sesak angin dalam tubuh  ini harus hembuskan kemana dan memakai cara apa.

Teringat beta saat ada pinta dari seseorang perempuan yang paling beta sayang. Dan kini kembali kata itu sendiri beta ucapkan kepada diri. Entah tuhan bermain dengan liar pada takdir. Bapak sudah seng ada lai, jang inda pergi kasi tinggal beta lai. Beta kembali memangku semangat yang patah bagaikan gelombang yang tak menyatu pada ombak.

Tak ada nais bambu, kue bolu, dan nasi kelapa, pisang goreng yang tersedia di atas meja sebagai jamuan minum teh. Pinta indah yang paling tegas dalam bahasa Tial. Dade pamariki e ia, inda. Sekarang semua itu tak adalagi. Semua hanyalah rindu-rindu dan kenangan melintas seperti bayangan, fatamorgana di atas lautan. Indah mari harumkan nasi bambu dalam rumah ini lagi, kepadamu caca inda beta sayang caca. Caca tenang deng bapa di alam sana amin.

Sumber penulis: M. Abdul rolobessy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun