Mohon tunggu...
Muhammad abdul Rolobessy
Muhammad abdul Rolobessy Mohon Tunggu... Jurnalis - Editor

Bahasa mati rasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nasihat Tukang Becak, Kepada Beta

6 Maret 2024   04:39 Diperbarui: 20 Agustus 2024   04:15 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ambon- Bapak Satu seperti  biasanya setiap hari tiap jam sebelas antri dengan becaknya, pagi beta temukan beliau karena telah biasa melihatnya di tempat yang sama. Kebiasaan beta dari dulu di ambon adalah pulang berjalan tidak terarah, sesampainya di depan gang rumah selalu melihat beliau memarkir becak yang mengkilat setalah badan besi itu mandi.


Hampir semua tukang becak hapal beta wajah. Walaupun beta telah tiga tahun berada di kota nan rumit alias Ambon, mereka masih ingat beta, subhanallah. Dari beberapa abang tukang becak yang beta pernah naiki becaknya hampir semuanya ngobrol dengan beta. Tapi obrolan kali ini berbeda sekali, pikir beta..

"Ade' pulang kerja ya?"
Tanya tukang becak tua itu dengan ramah kepa beta.

"Ooh... Beta baru habis jalan-jalan bapak." Jawab beta agak gugup karena tidak menyangka ia akan bertanya seperti itu.

Sambil terus bercakap-cakap, kaki pak tua itu tak henti mengayuh becaknya. Pelan tapi pasti, becak itu meluncur membelah keheningan siang yang kala itu sangat panas.

Lalu, sekarang apa rencana adik?" Tanyanya lagi. "beta mau kerja saja Pak. Tapi belum tahu mau kerja dimana." Jawab beta sambil tersenyum agak malu.

"Mengapa tidak kuliah saja Dik? Bukankah lebih baik kuliah?."

Memang kenapa Pak?"
Selanjutnya beta mencari tahu mengapa ia bertanya begitu.
"Sekarang itu, cari kerja paling susah..
apalagi jika sekolah katong nanggung." Jawabnya dengan tenang.

Sebentar beta tatap wajahnya yang sudah mulai keriput. Keringat mulai membasahi pipinya.beta heran, beliau yang setua ini, mempunyai cara berfikir yang sangat bagus. Pekerjaan tukang becak yang sekarang digelutinya ternyata tidak membuat idealisme hilang. beta penasaran, siapa sebenarnya beliau ini.

Dengan sedikit memberanikan diri beta bertanya,
"bapak dulu sekolah apa?"
beta tatap wajahnya dalam-dalam. Beta yakin, dia bukan tukang becak biasa.
"Dulu, bapak pernah kuliah Dik. Tapi hanya sampai semester dua. Bapak tidak punya biaya. Makanya, bapak memutuskan untuk kerja saja.

Tapi ternyata kerja juga tidak mudah. Sudah semua tempat bapak datangi, tapi tidak ada kerjaan yang layak. Ya sudah, daripada tidak sama sekali, bapak menjadi tukang becak seperti ini." Jelasnya panjang lebar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun