/Kelak kita serupa daun-daun kering//,
/terpisah dari ranting-ranting//
Baris-baris ini mengandung metafor yang secara simbolik menggambarkan proses kehilangan daya hidup seketika. Dan, apabila penyebabnya diketahui sebagai kegagalan sistem fungsional dari unsur-unsur (sistem biologis metabolisme) yang bekerja sama untuk menimbulkan ”energi kehidupan” yang menggerakkan aku-lirik dan aku-publik puisinya (kita – kata ganti orang pertama jamak sengaja dipakai penyair untuk melibatkan khalayak pembaca secara aktif menafsir), tetap saja sifat insidental dari kedatangan peristiwa misterius tema pokok puisi (ajal yang datang tiba-tiba) lebih menonjol melalui citra visual yang terbayang.
Ada sebuah kata yang menimbulkan daya misteri dalam puisi ini, yaitu ”Kelak” dalam baris pertama. Kata ini merujuk pada masa yang akan datang, dan berkonotasi untuk menggambarkan apa pun yang mendadak menghampiri kehidupan seorang manusia, sama sekali belum dapat diduga. Ketika diubah menjadi kalimat lengkap dengan menggabungkan baris keduanya ”Kelak kita serupa daun-daun kering yang terpisah dari ranting”, maka ini cenderung menimbulkan pengertian seperti dalam kalimat-kalimat:
1. Ajal datang tanpa bisa diketahui suatu saat nanti.
2. Kedatangannya yang penuh misteri adalah kepastian perpisahan jasmani dan ruhani.
3. Tubuh jasmani manusia sama sekali tak berdaya bila tanpa ruh yang menggerakkannya.
Penggunaan majas simile dengan ditandai penghubung ”serupa” dalam baris /Kelak kita serupa daun-daun kering// adalah gaya penulisan penyair dalam rangka perlambangan, upaya untuk menyajikan pengertian konseptual tentang gambaran kematian yang akan dialami setiap insan. Ini juga menjadi semacam daya pikat langsung untuk menyedot perhatian pembaca agar terfokus pada apa yang akan disampaikannya.
Frasa ”daun-daun kering” yang ada dalam simile ini melambangkan pengertian yang mengikuti tentang gambaran kesuraman (warna daun-daun kering tanpa butir-butir kloroflas biasanya coklat kehitam-hitaman menimbulkan kesan muram). Frasa ini tampaknya memperkuat efek kesan misterius dari tema pokok puisi: ajal yang mendadak.
Frasa ”terpisah dari ranting” konotasinya memberikan gambaran penetapan waktu datangnya kematian yang sama sekali tak dapat dinalar manusia.
Baris-baris pada bait kedua puisi ini berbunyi:
/Sendiri merebah//
/berpulang pada tanah//