Mohon tunggu...
Muhammad Faiq
Muhammad Faiq Mohon Tunggu... Ahli Gizi - untuk kebebasan

Mic Test 1,2,3

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Gunung Semeru Meletus, Bisakah Risiko Diminimalisir?

14 Desember 2021   22:43 Diperbarui: 14 Desember 2021   22:47 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar dunia yaitu Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik. Tiga sistem lempeng tersebut menghasilkan situasi morfostruktur yang berbentuk busur kepulauan, dikelilingi oleh basin laut dalam dan palung (Verstappen, 2013: 7-8). Kondisi ini menjadikan wilayah Indonesia sebagai jalur tektovulkanik aktif, yang ditandai oleh banyak terjadi peristiwa gempabumi dan aktivitas vulkanik.Menurut Sudibyakto (2011: 109) rangkaian aktivitas vulkanik akibat dari meningkatnya aktivitas kegempaan pada zone subduksi yang membentang dari sebelah barat Sumatra, selatan Jawa, Bali, NTB, NTT, dan Sulawesi serta Papua. Jalur ini dikenal pula sebagai “Ring of Fire” yang meliputi deretan gunungapi dan 129 diantaranya masih aktif.

Seperti salah satunya adalah Gunung Semeru. Gunung Semeru atau Gunung Meru adalah sebuah gunung berapi kerucut di daerah Jawa Timur. Gunung ini merupakan gunung tertinggi yang terdapat di Pulau Jawa, dengan puncaknya yakni Mahameru, setinggi 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Gunung ini terbentuk akibat subduksi Lempeng Indo-Australia kebawah Lempeng Eurasia. Gunung Semeru adalah gunung berapi tertinggi ketiga yang ada di Indonesia, kemudian kawah di puncak Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko.

Gunung Semeru secara administratif termasuk dalam wilayah dua kabupaten, yakni Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang. Gunung ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Semeru mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Posisi geografis Semeru terletak antara 8°06' LS dan 112°55' BT.

Seperti yang diketahui bahwa pada hari Sabtu tanggal 4 desember 2021 telah terjadi gempa letusan, guguran, embusan, dan tektonik local. Untuk saat ini diperkirakan korban jiwa yang tercatat antara lain luka-luka 56, hilang 22 dan meninggal dunia 22. Adapun, jumlah populasi terdampak erupsi Gunung Semeru mencapai 5.205 jiwa dan warga mengungsi 2.004. sementara kerugian atas materil masih didata lebih lanjut. Kemudian BNPB menghimbau masyarakat  untuk waspada akan ancaman lahar dialur sungai yang memiliki hulu di gunung semeru.

Berbicara terkait bencana alam gunung meletus. Dalam pelajaran manajemen risiko telah dibahas mengenai adanya ancaman risiko dasar, yaitu gempa bumi, tsunami dan gunung meletus. Risiko dasar sendiri adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam dan bersifat catatropic dimana jika terjadi bersakal besar dan akan menyebabkan kerugian yang sangat besar.

Pada kasus seperti ini maka perusahaan yang berada diwilayah gunung api harus menerapkan yang namanya manajemen risiko. Penerapan manajemen risiko ini diharapkan dapat memimalisir terjadinya risiko. Selain itu dalam menerapkan manajemen risiko:

  • Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang dialami oleh perorangan atau masyarakat dan negara.
  • Mengurangi penderitaan korban bencana.
  • Mempercepat pemulihan.
  • Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya terancam.

Dalam menerapkannya kita dapat menentukan perhitungan atas pengaruh bahaya, kerentanan, dan kemampuan dalam menghadapi bencana tersebut.

  • Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan tingkat bahaya erupsi, Tingkat bahaya erupsi Gunung Merapi dibagi meliputi tiga tingkat bahaya yaitu tingkat bahaya rendah, tingkat bahaya sedang, dan tingkat bahaya tinggi.
  • Langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kerentanan. Kerentanan meliputi kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan. Hasil total dari perhitungan keempat aspek kerentanan tersebut dinyatakan sebagai tingkat kerentanan yang berpengaruh terhadap risiko bencana. Kerentanan Sosial meliputi tingkat Kepadatan Penduduk dan rasio kelompok rentan. Tingkat kepadatan penduduk juga mempengaruhi tingkat kerentanan suatu wilayah dalam menghadapi bancana. Tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi mempunyai tingkat kerentanan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan wilayah yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang rendah. Tingkat kepadatan penduduk akan menentukan cara-cara atau perlakuan yang diberikan pemerintah atau pihak-pihak lain saat menangani bencana di wilayah tersebut.
  • Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan kapasitas dalam menghadapi bencana. Indikator yang digunakan antara lain keberadaan organisasi penanggulangan bencana, keberadaan dan jenis sistem peringatan dini, keberadaan dan jenis sosialisasi bencana, keberadaan dan jenis faktor pengurangan risiko dasar, dan keberadaan dan jenis mitigasi bencana.

Selain menerapkan manajemen risiko itu sendiri masih banyak yang harus dibenahi seperti :

  • Pemahaman penanggulangan terhadap bencana alam di Indonesia harus terus menerus dan secara berkesinambungan di sosialisasikan kepada masyarakat.
  • Pemerintah dan atau instansi terkait serta para pemuka masyarakat seyogyanya menciptakan suasana yang kondusif pada saat terjadi bencana seperti sabar, ikhlas, dan tawakal dalam menghadapi bencana alam dan menghindari atau mengurangi kepanikan masyarakat.
  • Menciptakan kegotong-royongan dan bahu membahu pada masyarakat yang terkena bencana alam terutama pada saat pasca terjadinya bencana alam.

Kesimpulan:

Bencana alam atau musibah yang menimpa masyarakat dapat datang secara tiba-tiba, sehingga masyarakat yang berada di lokasi musibah bencana, tidak sempat melakukan antisipasi pencegahan terhadap musibah tersebut. oleh karena itu dengan setidaknya menerapkan manajemen risiko dapat meminimalisirkan terjadinya sautu risiko.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun