Gambar 1. Peta Lokasi Pulau Obi.
Pulau Obi terletak disebelah selatan kepulauan Maluku, termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Halmahera Selatan, Propinsi Maluku Utara, dengan luas pulau ± 2.542 km². Kesampaian ke Pulau Obi dapat ditempuh dari Jakarta melalui Ternate menggunakan pesawat terbang ± 4 jam, dari Ternate perjalanan dilanjutkan menggunakan kapal laut ± 9 jam menuju Bacan yang merupakan Kota Kabupaten, perjalanan menuju Pulau Obi dari Bacan ditempuh menggunakan kapal laut selama ± 4 jam. Terdapat 3 (tiga) desa di sepanjang pantai utara Pulau Obi yaitu : Jikotamu, Laewui dan Desa Baru.
Perkembangan Pulau Obi dewasa ini semaking berkembang, baik dari segi perekonomian maupun perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, Saya pertama kali datang ke Pulau Obi pada periode 2007, saat itu jangankan sinyal internet, sinyal handpone saja tidak ada, toko – toko besar yang menjual bahan pokok dan jumlah mobil dapat di hitung dengan jari tangan, tapi sekarang Pulau ini sudah terjangkau oleh sinyal handphone dan internet, jumlah toko – toko besar dan mobil tidak dapat dihitung menggunakan kedua jari – jari tangan dan kaki, tingkat perekonomian berkembang pesat akibat banyaknya aktifitas penambangan nikel yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan swasta di Pulau ini.
Seperti Pulau – Pulau di Indonesia pada umumnya, Pulau Obi memiliki keindahan alam yang sangat indah, target kami (Saya dan kedua teman) kali ini adalah menuju Danau Karu yang terletak di sebelah barat Pulau Obi. Perjalanan menuju Danau Karu dapat ditempuh melalui jalan darat menggunakan mobil melalui Desa Baru sampai akses jalan terdekat, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki, atau menggunakan long boat melalui daerah yang dinamakan Jikodolong dan dilanjutkan dengan berjalan kaki melalui bekas jalan perusahaan kayu. Dalam hal ini kami memilih memulai rute melalui jalan darat menuju Danau Karu dan kemudian pulang menggunakan long boat melalui Jikodolong.
Hari pertama perjalanan kami di mulai pagi-pagi sekali sekitar pukul 05.00 WIT, kami didampingi oleh 6 (enam) orang penduduk lokal, berangkat dengan, dari Laewui melewati Desa Baru dan jalan perkebunan masyarakat serta jalan – jalan bekas perusahaan kayu menuju akses jalan terdekat menuju Danau Karu yang dapat di lalui oleh kendaraan, dengan menggunakan mobil jenis truk selama ± 5 jam
Setelah tiba di lokasi akses jalan terdekat menuju Danau Karu yang dapat dilalui oleh kendaraan, perjalanan kami lanjutkan dengan berjalan kaki, menyusuri Sungai Tabuji dan beberapa perbukitan landai, yang mana selama perjalanan pada hari pertama ini terdapat beberapa view yang cukup menarik yang Saya abadikan.
Setelah berjalan kaki selama ± 5 jam, kami beristirahat dan bermalam dengan mendirikan flying camp pada anak Sungai Tabuji.
Hari kedua, setelah makan pagi dan menyiapkan bekal untuk makan siang serta membongkar tenda, perjalanan kami lanjutkan (Sekitar pukul 08.00 WIT), tidak seperti hari pertama yang melewati Sungai Tabuji dan beberapa perbukitan landai, pada hari kedua sebagian perjalanan kami melewati lereng perbukitan yang curam dan beberapa anak sungai yang tentu saja banyak menguras keringat.
Selama perjalanan di hari kedua kami menemukan beberapa vegetasi yang menurut Saya menarik, yang paling menarik bagi Saya adalah pohon kayu keras, yang menurut teman – teman Obi Saya adalah pohon yang mana akar pohon tersebut jika di olah menjadi minyak memiliki khasiat sebagai pengeras senjata pria, tentu saja tak lupa Saya pun mengambil akar – akar pohon kayu tersebut sebanyak mungkin sebagai oleh – oleh dan untuk konsumsi pribadi tentunya (hehehe).
Tak terasa hari sudah siang, waktu menunjukkan pukul 12.30 WIT, cacing di dalam perut pun mulai berontak, kami pun beristirahat untuk makan siang, selepas makan siang cuaca mulai tak bersahabat, cuaca mendung yang diawali dengan turunnya kabut kemudian diikuti dengan turunnya hujan yang walaupun tidak begitu deras, tapi cukup untuk membuat basah pakaian kami dan membuat kami merasa kedinginan, saat cuaca masih berkabut terdapat beberapa pemandangan menarik yang Saya abadikan.
Hujan berlangsung selama ± 2 jam, selama hujan berlangsung kami tetap melanjutkan perjalanan dengan perlahan melalui puncak – puncak perbukitan, sekitar pukul 17.30 WIT, kami tiba di dekat Danau Karu, kami kembali mendirikan flying camp pada anak sungai yang berjarak seratusan meter dari Danau Karu, dengan pertimbangan selain karena banyaknya lumpur yang kami temui disekitar jalan menuju Danau, juga berjaga-jaga dari hewan buas yang katanya masih banyak di Danau Karu, malam inipun Saya lewati dengan senyum membayangkan keindahan Danau Karu yang bisa Saya lihat dikeesokan hari.
Hari ketiga, selesai sarapan pagi dengan mie instan dan ikan kaleng, ditemani dengan sebotol air mineral, kami bergegas menuju Danau Karu, sayangnya setelah berkeliling dan mencari - cari jalan untuk ke danau, kami tidak menemukan jalan yang layak untuk dilewati, karena ternyata Danau Karu tidak seperti danau – danau lainnya yang terkenal di Indonesia (Danau Toba misalnya), Danau Karu di kelilingi lumpur di bagian timur dan selatan serta tebing perbukitan pada sisi utara dan baratnya, sedangkan posisi kami berkemah berada di sisi timur Danau Karu, satu – satunya jalan mendekati Danau Karu adalah melewati salah satu anak sungai yang mengalir menuju Danau Karu, setelah beberapa jam berjalan menyusuri anak sungai, ternyata semakin mendekati danau, anak sungai tersebut semakin berlumpur dan semakin sulit untuk dilewati, hal ini menyebabkan kami memutuskan untuk kembali menuju flying camp. Sebenarnya bukan medan yang sulit yang membuat kami memutuskan kembali, akan tetapi ada peristiwa hebat yang terjadi, yaitu saat kami sedang berjalan pada tikungan sungai yang semakin berlumpur, tak sengaja kami menjumpai seekor kadal besar bergigi tajam dengan tubuh yang besar sedang bersantai berjemur di bawah matahari pagi, tentu saja pertemuan kami dan si mbah Crocho menimbulkan keterkejutan dari ke dua belah pihak, pihak kami berlarian tak tentu arah sedangkan pihak si kadal berlari masuk ke dalam air yang berlumpur. Setelah beberapa saat dengan nafas memburu kami yang tercerai berai kembali berkumpul, kami pun memutuskan kembali dan merencanakan melihat, menikmati dan mengabadikan Danau Karu dan pemandangan sekitarnya hanya melalui tinggian di puncak–puncak bukit yang terdapat di sekitar Danau Karu.
Beberapa pemandangan alam menarik Danau Karu dan sekitarnya yang Saya abadikan, dengan kondisi tubuh yang lelah dan kondisi kejiwaan yang labil (akibat pertemuan dengan mbah Crocho), menjadi doping yang sangat berguna untuk mengobati kelelahan dan sakit jiwa Saya beserta teman - teman.
Hari ke empat, setelah kemarin selama seharian penuh kami menikmati pemandangan Danau Karu dan sekitarnya, hari ini kami memutuskan kembali ke Laeuwi melalui Jikodolong, perjalanan dari lokasi flying camp menuju Jikodolong ditempuh selama ± 6 jam melalui jalan bekas perusahaan kayu dengan kondisi jalan yang berputar –putar dan bergelombang terjal. Setibanya di bekas Jeti dari perusahaan kayu, sesuai dengan yang telah dijanjikan telah menunggu sebuah long boat dan seorang motoris yang akan membawa kami ke Laewui, perjalanan dari Jikodolong menuju Laewui di tempuh selama ± 4 jam.
Menjelang malam kami tiba di Laewui, di pelabuhan Laewui ternyata kami telah ditunggu oleh seorang teman keturunan arab yang telah Saya kenal bertahun tahun sebelumnya pada saat awal kedatangan Saya di pulau ini, dengan sedikit memaksa dia menawarkan kami bermalam di rumahnya, dengan sedikit berbasa basi kami pun akhirnya pergi bersamanya. Selepas mandi dan makan malam, kami bercengkrama mengenang kisah – kisah dulu dan tanpa terasa malam semakin larut, akhirnya kami akhiri nostalgia dan beranjak tidur, sebelum tidur Saya berdoa semoga suatu saat Saya akan kembali ke pulau ini, Obi Island.
Salam Bumi
(BTH – MC)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H