Memiliki rumah yang nyaman dan indah merupakan impian setiap orang termasuk masyarakat berpenghasilan rendah. Namun terbatasnya lahan untuk perumahan dan ketersediaan rumah yang terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan tidak sebanding menyebabkan harga rumah semakin melambung tinggi sehingga masyarakat berpenghasilan rendah dan generasi milenial kesulitan memiliki rumah tinggal.
Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus dimiliki oleh setiap keluarga, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk di perkotaan. Sebab pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang kurang memperhatikan keseimbangan alam dan sosial mengakibatkan kesulitan masyarakat berpenghasilan rendah dan generasi milenials untuk memperoleh rumah yang layak dengan harga yang terjangkau.
Berdasarkan data Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Bank Indonesia (BI), harga hunian naik 39,7% dalam satu dekade sedangkan laju pertumbuhan harga properti selalu lebih tinggi hingga mencapai 10%-20% dalam satu tahun dibandingkan dengan peningkatan penghasilan secara umum.
Pada Juni 2019, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memperkirakan sebanyak 81 juta generasi milenial yang belum memiliki rumah karena harga properti yang semakin melambung tinggi. Sehingga memiliki rumah bagi generasi milenial masih sebatas mimpi.
Generasi milenial adalah mereka yang dilahirkan antara tahun 1980-an hingga akhir 1990-an atau awal 2000-an. Saat ini generasi milenial yang belum memiliki rumah mulai mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan passion-nya dan baru menikah atau menjalani kehidupan mandiri.
Terdapat tiga klaster milenial yang dikaji. Klaster pertama adalah milenial pemula yang berusia 25-29 tahun, baru bekerja atau masih mencari pekerjaan, dan belum menikah. Klaster kedua adalah milenial berkembang yang berusia 30-35 tahun dan sudah berkeluarga. Klaster ketiga adalah milenial berusia di atas 35 tahun yang sudah memiliki pekerjaan tetap dan kemapanan finansial/keuangan.
Pada umumnya, rumah layak huni dan berkualitas menurut generasi milenial berupa hunian atau perumahan yang dekat dengan simpul transportasi umum dan memiliki kemudahan dalam akses internet. Sebab mereka merupakan generasi pertama yang bersentuhan langsung dengan internet dan berbagai informasi dari dunia maya.
Tantangan bagi pemerintah saat ini adalah bertambahnya jumlah penduduk dan permukiman di sejumlah tempat khususnya di perkotaan. Lahan yang berada di perkotaan bisa digunakan untuk penyediaan perumahan dengan berbagai kebijakan yang bisa membantu penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Saat ini, pemerintah telah melakukan berbagai inovasi kebijakan dan pelayanan dalam penyediaan perumahan. Antara lain aplikasi SiKasep atau Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan yang merupakan layanan KPR bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan generasi milenials serta menyediakan informasi perumahan bersubsidi dari hulu hingga hilir.
Selain itu, aplikasi SiKasep juga terhubung langsung dengan data server e-KTP yang dikelola Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Ditjen Pajak (Kemenkeu), perbankan, dan lain sebagainya. Sehingga kendala-kendala dalam pengajuan kredit seperti tidak memiliki slip gaji karena sebagian generasi milenial merupakan pekerja kreatif dapat diatasi.
Pembelian properti dengan cara mencicil ke bank merupakan metode pembiayaan favorit. Hal ini diungkapkan oleh lebih dari sepertiga responden survei rumah.com Property Affordability Sentiment Index H@ 2019. Metode pembayaran favorit kedua adalah cicilan langsung kepada pengembang, tunai, cicilan ke lembaga keuangan non bank, dan metode pembayaran lainnya.