Mohon tunggu...
Muhammad Aslam
Muhammad Aslam Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Administrasi Institut STIAMI Jakarta

Belajar Pajak

Selanjutnya

Tutup

Financial

Bergotong Royong Melalui Pajak

30 Juni 2020   14:44 Diperbarui: 30 Juni 2020   16:19 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Di masa pandemi Covid-19 (Corona Virus Disease 2019) yang lalu, pajak menjadi salah satu andalan dalam penanganan dan pencegahan pandemi Covid-19 dengan memberikan berbagai relaksasi dan/atau insetif pajak. Berbagai fasilitas dan kemudahan administrasi pajak diberikan untuk mempertahankan stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan produktivitas sektor tertentu yang terdampak Covid-19 agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran serta menyelamatkan nyawa manusia.

Fasilitas dan kemudahan administrasi pajak tersebut antara lain pemberian insetif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 karyawan ditanggung pemerintah (DTP) pada 19 sektor industri manufaktur, membebaskan PPh pasal 22 impor, memberikan insentif potongan setoran PPh pasal 25 sebesar 30%, dan percepatan restitusi PPN dengan ambang batas yang dinaikkan menjadi Rp 5 miliar melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona yang disempurnakan dengan PMK Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 dengan menambahkan insentif PPh Final berdasarkan PP 23/2018.

Selain itu, pemerintah juga membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) yang dipotong/pungut pada PMK Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Terhadap Barang dan Jasa Yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan membebaskan bea masuk serta menanggung PPN dan PPh pengimpor melalui PMK Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Insentif pajak yang diberikan pemerintah sejak 1 April hingga 20 Juni 2020 telah telah mencapai Rp 12 triliun kepada 360.818 wajib pajak (WP) orang pribadi dan badan atau 92,6% WP yang telah disetujui mendapatkan insentif pajak dari 389.546 WP yang mengajukan insentif. Sedangkan sisanya, 28.728 WP permohonannya ditolak.(https://nasional.kontan.co.id)

Maka dengan adanya pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan berakhirnya, penerimaan pajak 2020 berpotensi tidak mencapai target sehingga akan terjadi defisit keuangan negara. Dan pemerintah dituntut memutar otak untuk mencari terobosan agar defisit keuangan negara tidak semakin melebar.

Kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai dampak dari pandemi Covid-19 dibeberapa wilayah membuat pemanfaatan teknologi informasi memegang peranan penting. Sehingga berbagai aktivitas seperti bekerja, balajar, belanja, dan aktivitas lainnya dilakukan dengan smartphone di rumah. 

Hal inilah mendorong pemerintah untuk memberlakukan pengenaan PPN 10% atas transaksi digital melalui PMK Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang akan berlaku mulai 1 Juli 2020.

Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi defisit penerimaan pajak, memberi kepastian hukum, dan menciptakan kesetaraan perlakuan perpajakan antara pelaku usaha konvensional dan ekonomi digital maupun antara pelaku usaha ekonomi digital di dalam dan luar negeri.

Pajak merupakan elemen penting dalam pembangunan sebuah negara. Karena pajak memiliki fungsi budgetair sebagai sumber utama pendapatan negara dan fungsi alokasi pembiayaan belanja negara. Selain itu, pajak juga berfungsi mendistribusikan keadilan agar tidak terjadi kesenjangan antar daerah seta fungsi regulasi yang mengatur kegiatan ekonomi dalam bentuk kebijakan publik agar tercipta stabilitas ekonomi dan investasi meningkat. Dan diharapkan dapat menopang pembangunan nasional dan menggerakkan roda perekonomian negara.

Sehingga pajak bukan hanya sekadar melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) masa dan/atau tahunan, membayar PPN saat berbelanja, dan/atau memotong sebagian penghasilan untuk membayar PPh. Tetapi pajak juga hadir untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui gotong royong dengan semangat bela negara.

Menurut UU No.28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat (1) Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Frasa "kontribusi wajib" dapat diartikan sebagai iuran sejumlah orang pribadi atau badan yang sudah memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif. Yaitu warga negara yang memiliki penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau jika sesuai dengan ketentuan untuk wajib pajak tertentu. Sehingga menggambarkan pajak sebagai aktualisasi gotong royong berskala nasional dimana yang kaya membantu yang miskin dengan membayar pajak.

Secara umum, istilah gotong royong berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama atau saling membantu dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar lebih mudah dan lebih cepat diselesaikan dalam satu usaha dan/atau satu amal dengan membanting-tulang bersama, memeras-keringat bersama, dan perjuangan bantu-membantu bersama.

Gotong royong merupakan budaya dan ciri khas bangsa Indonesia sejak jaman dahulu kala yang akan memberikan kebermanfaatan, antara lain : (1) meringankan pekerjaan sehingga dalam penyelesaiannya menjadi lebih efektif dan efisien; (2) menumbuhkan sikap sukarela, tolong-menolong, kebersamaan, dan kekeluargaan antar warga masyarakat; (3) membangun hubungan sosial yang harmonis antar warga masyarakat; dan (4) meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan nasional.

Pajak sebagai salah satu sumber utama penerimaan negara digunakan untuk membiayai pembangunan nasional dan menggerakkan roda perekonomian seperti belanja pegawai ASN, TNI, dan Polri serta pembangunan proyek jalan raya, jembatan, gedung rumah sakit/puskesmas, gedung sekolah, kepastian hukum dan kepastian berusaha, dan lain sebagainya sehingga memberikan rasa aman bagi warga negara.

Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak akan mampu berjalan sendiri dalam mengamankan penerimaan pajak. Harus ada peran serta masyarakat madani (civil society) seperti asosiasi usaha dan/atau profesi, komunitas perpajakan, lembaga pendidikan, dan lain sebagainya bersinergi membantu DJP untuk mendorong peran serta masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sehingga kesuksesan pemungutan pajak merupakan buah gotong royong antara DJP sebagai otoritas perpajakan yang melakukan pembinaan, pengawasan, dan penegakan hukum yang berkeadilan serta partisipasi aktif warga negara yang bertanggung jawab. Maka konsistensi dalam sosialisasi dan penyuluhan manfaat pajak kepada masyarakat yang harus dilakukan berulang dan terus menerus.

Gotong royong merupakan kearifan lokal yang mempunyai nilai budaya tinggi dan mencerminkan kebersamaan yang harus dilestarikan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Serta menjadikan kehidupan masyarakat Indonesia lebih berdaya dan sejahtera. Sehingga berbagai permasalahan kehidupan bersama bisa terpecahkan dengan mudah dan murah.

Pembayaran pajak merupakan perwujudan pelaksanaan kewajiban dan peran serta masyarakat yang berkontribusi bersama-sama dalam pembangunan nasional yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia.

Dengan begitu, pemahaman dan kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak akan semakin meningkat karena membayar pajak bukan hanya kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan nasional.

Maka disiplin dan aktif dalam membayar pajak merupakan aktualisasi kegotong-royongan dalam mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, kewajiban perpajakan harus dilaksanakan secara benar dan jujur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun