Di masa pandemi Covid-19 (Corona Virus Disease 2019) yang lalu, pajak menjadi salah satu andalan dalam penanganan dan pencegahan pandemi Covid-19 dengan memberikan berbagai relaksasi dan/atau insetif pajak. Berbagai fasilitas dan kemudahan administrasi pajak diberikan untuk mempertahankan stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan produktivitas sektor tertentu yang terdampak Covid-19 agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran serta menyelamatkan nyawa manusia.
Fasilitas dan kemudahan administrasi pajak tersebut antara lain pemberian insetif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 karyawan ditanggung pemerintah (DTP) pada 19 sektor industri manufaktur, membebaskan PPh pasal 22 impor, memberikan insentif potongan setoran PPh pasal 25 sebesar 30%, dan percepatan restitusi PPN dengan ambang batas yang dinaikkan menjadi Rp 5 miliar melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona yang disempurnakan dengan PMK Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 dengan menambahkan insentif PPh Final berdasarkan PP 23/2018.
Selain itu, pemerintah juga membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) yang dipotong/pungut pada PMK Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Terhadap Barang dan Jasa Yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan membebaskan bea masuk serta menanggung PPN dan PPh pengimpor melalui PMK Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Insentif pajak yang diberikan pemerintah sejak 1 April hingga 20 Juni 2020 telah telah mencapai Rp 12 triliun kepada 360.818 wajib pajak (WP) orang pribadi dan badan atau 92,6% WP yang telah disetujui mendapatkan insentif pajak dari 389.546 WP yang mengajukan insentif. Sedangkan sisanya, 28.728 WP permohonannya ditolak.(https://nasional.kontan.co.id)
Maka dengan adanya pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan berakhirnya, penerimaan pajak 2020 berpotensi tidak mencapai target sehingga akan terjadi defisit keuangan negara. Dan pemerintah dituntut memutar otak untuk mencari terobosan agar defisit keuangan negara tidak semakin melebar.
Kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai dampak dari pandemi Covid-19 dibeberapa wilayah membuat pemanfaatan teknologi informasi memegang peranan penting. Sehingga berbagai aktivitas seperti bekerja, balajar, belanja, dan aktivitas lainnya dilakukan dengan smartphone di rumah.Â
Hal inilah mendorong pemerintah untuk memberlakukan pengenaan PPN 10% atas transaksi digital melalui PMK Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang akan berlaku mulai 1 Juli 2020.
Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi defisit penerimaan pajak, memberi kepastian hukum, dan menciptakan kesetaraan perlakuan perpajakan antara pelaku usaha konvensional dan ekonomi digital maupun antara pelaku usaha ekonomi digital di dalam dan luar negeri.
Pajak merupakan elemen penting dalam pembangunan sebuah negara. Karena pajak memiliki fungsi budgetair sebagai sumber utama pendapatan negara dan fungsi alokasi pembiayaan belanja negara. Selain itu, pajak juga berfungsi mendistribusikan keadilan agar tidak terjadi kesenjangan antar daerah seta fungsi regulasi yang mengatur kegiatan ekonomi dalam bentuk kebijakan publik agar tercipta stabilitas ekonomi dan investasi meningkat. Dan diharapkan dapat menopang pembangunan nasional dan menggerakkan roda perekonomian negara.
Sehingga pajak bukan hanya sekadar melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) masa dan/atau tahunan, membayar PPN saat berbelanja, dan/atau memotong sebagian penghasilan untuk membayar PPh. Tetapi pajak juga hadir untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui gotong royong dengan semangat bela negara.
Menurut UU No.28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat (1) Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.