Mohon tunggu...
Muhammad Ali Fuadi
Muhammad Ali Fuadi Mohon Tunggu... Freelancer - S3 IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Muhammad Ali Fuadi, lahir di Rembang, Jawa Tengah. Saat ini menempuh studi di Program Doktoral Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (IAT) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sebelumnya S1 dan S2 di UIN Walisongo Semarang, mengambil jurusan yang sama, Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (IAT).

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pendukung Butuh 'Ruqyah Politik'

30 Juni 2014   22:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:06 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dimuat di Banjarmasin Post pada Kamis, 26 Juni 2014

Sungguh aneh tapi nyata. Itulah ungkapan yang paling tepat dilontarkan untuk menggambarkan jalannya sistem demokrasi di Indonesia saat ini. Betapa tidak. Dewasa ini perpolitikan di Indonesia semakin semerawut dan tidak berjalan secara sistematis sesuai yang diharapkan.

Panggung politik dijadikan tempat untuk mendapatkan kepuasan dan kepentingan pribadi, bukan untuk menyejahterakan rakyat. Di sisi lain, banyak pula para pendukung yang sudah terjebak ke dalam politik transaksional dan terkena hipnotis dari para politisi, sehingga secara tidak sadar dan dengan mudahnya mereka dijadikan ‘babu’ oleh politisi itu sendiri.

Doktor Mohammad Nasih, seorang ilmuan politik Universitas Indonesia mengatakan, pendukung yang seperti itu telah mengalami kesetanan politik, sehingga apa pun dilakukan untuk dapat memenangkan pihak yang didukungnya, meskipun dengan cara yang tidak rasional. Biasanya, pendukung yang seperti ini terlalu bersikap tak acuh dengan siapa yang menjadi pilihannya. Mereka tidak mengetahui secara detail kepada siapa amanat mereka berikan. Hanya dengan popularitas yang dimiliki seorang yang didukungnya, mereka sudah mudah terpikat dan bahkan tunduk. Padahal popularitas bisa saja didesain dan dipoles sedemikian rupa sehingga politisi tersebut dengan mudahnya mampu memikat hati rakyat.

Masih menurut Dr Mohammad Nasih, adapula pendukung yang sebenarnya idealis, namun karena dilemahkan oleh iming-iming jabatan dan lain sebagainya dari pihak yang didukung, mereka menjadi “sam’an wa tha’atan”. Dengan senangnya, mereka pun turut andil dan gencar menyuarakan kepada publik untuk mendukung kandidat calon yang didukungnya. Mereka rela menggadaikan sikap idealisnya demi iming-iming jabatan yang sebenarnya masih fatamorgana.

Itu pun kalau dukungannya terpilih dan menjadi pemenang dalam pemilu. Kalau tidak, lalu mau ditaruh di mana wajah mereka. Maka dari itu, sebagai pendukung kita harus selektif, bukan hanya melihat dari popularitas atau demi kepentingan duniawi semata.

Ruqyah Politik

Dewasa ini pendukung capres tampaknya perlu dilakukan “Ruqyah Politik”. Hal ini dikarenakan telah marak dan semakin banyak orang-orang yang mengidap penyakit fanatik yang sangat berlebihan. Dengan percaya dirinya mereka mengunggul-unggulkan seorang politisi yang dianggap sebagai seorang ideal, padahal belum tentu kebenarannya. Sebenarnya itu tidak apa-apa, asalkan dengan menggunakan cara-cara yang bijak serta masuk akal. Namun yang terjadi, logika mereka sudah sesat dan sulit untuk diluruskan. Dengan kata lain, kesetanan politik sudah mengakar pada jiwa mereka sehingga menganggap orang lain yang tidak sependapat dengannya merupakan musuh terbesar.

Pada dasarnya, ‘ruqyah’ merupakan salah satu alternatif atau cara yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang yang sakit, gila, kerasukan jin atau setan, dan lain sebagainya --dengan cara mendoakan dan membacakan sesuatu pada orang yang mengalami gangguan-gangguan tersebut. Namun kalau disandingkan dengan ranah politik yang di situ banyak orang mengalami dan menderita penyakit kesetanan politik, maka ‘ruqyah politik’ menjadi sangat tepat dan relevan jika digunakan sebagai alternatif untuk menyembuhkan mereka.

Tidak dengan maksud lain, selain agar mereka menyadari perbuatannya sudah melampaui batas wajar sebagai seorang pendukung politisi idaman mereka. Tidak ada keuntungan sama sekali dengan menjadi pendukung seperti itu. Kita harus menjadi pemilih ideal, dan tentunya juga gencar menyuarakan kepada rakyat untuk memilih pemimpin yang ideal pula. Sebab, suara mereka sangat menentukan. Apabila suara mereka diberikan kepada seorang yang tidak ideal, berarti kita juga merupakan salah satu oknum yang membantu pemimpin yang tidak bertanggung jawab untuk menghancurkan negeri ini.

Memilih Idealis

Dalam sistem demokrasi, masyarakat pemilih sudah merupakan ‘Tuhan’ bagi calon pemimpin. Sebab, keberadaan mereka sangat dibutuhkan bagi calon pemimpin yang bersangkutan. Sehingga, tak jarang ketika pra-pemilu, para kandidat calon gencar bersaing dan ‘berdoa’ agar mendapatkan pahala berupa satu suara kepada setiap pemilih atau konstituten. Maka dari itu, perlu diketahui bahwa suara rakyat sangat menentukan dalam proses terbentuknya pemimpin. Sebaiknya, masyarakat pemilih harus pandai menentukan pilihan agar negara ini tidak dipimpin oleh seorang yang abal-abal.

Berpolitik dengan hanya mengandalkan popularitas, tidak cukup, apalagi kalau hanya sebagai politisi boneka yang mudah digerak-gerakkan pemainnya, tentu saja sangat merugikan negara. Namun, setiap politisi harus pula mempunyai bekal cukup. Mereka harus mampu berpikir ideologis, bertindak taktis, berwawasan politis, serta mampu melakukan hal yang bersifat teknis. Hal ini mutlak dimiliki seorang pemimpin. Sebab, pemimpin harus mampu menyejahterakan rakyat, menjadi pengayom bagi rakyat, serta menjadi teladan rakyat.

Melihat kondisi negara yang kian semerawut, maka dibutuhkan seorang pemimpin dengan kriteria sempurna. Karena itu, para pendukung yang mengalami kesetanan politik harus dibumihanguskan, karena justru akan semakin merusak tatanan demokrasi Indonesia. Dengan kata lain, penyakit kesetanan politik yang terlalu berlebihan pada diri mereka dalam mendukung politisi dambaannya harus segera dihilangkan, atau setidaknya dikurangi jumlahnya -karena saat ini sangat banyak-, agar pemilih atau konstituen yang lain dapat menggunakan hak pilihnya secara maksimal tanpa pengaruh buruk dari yang lain.

Oleh sebab itu, tentu ‘ruqyah politik’ harus segera disuarakan kepada publik dan harus gencar dilakukan guna mengurangi pendukung yang mengalami kesetanan politik. Sebab, Indonesia butuh pemimpin sejati yang dengan kualitas tidak rendah. Apabila banyak pendukung yang mengidap penyakit kesetanan politik, tentu akan menularkan virus tersebut kepada yang lan. Jadi, mau tidak mau rakyat harus pandai menentukan pilihan guna mewujudkan kepemimpinan yang baik di negeri ini.

Kita tahu bahwa negeri ini banyak dilanda masalah, mulai dari perekonomian, kekerasan, pendidikan, kesehatan, dan masih banyak yang lainnya. Dengan begitu, mari kita gunakan satu suara kita untuk memilih pemimpin yang kita anggap ideal bagi bangsa ini. Dan yang terpenting, kita harus menjadi pemilih idealis. Jangan sampai kita termasuk dalam kategori pemilih yang menghalalkan money politics, karena hal itulah yang justru menjadikan negara semakin tidak bermartabat. Wallahu a’lam bi al-shawab. (*)

Oleh: Muhammad Ali Fuadi, Peneliti Muda di Monash Institute; Sekretaris Kajian Ilmu Kalam Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang

http://banjarmasin.tribunnews.com/2014/06/26/pendukung-butuh-ruqyah-politik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun