Mohon tunggu...
Muhammad Sakti Garwan
Muhammad Sakti Garwan Mohon Tunggu... Tutor - Pengajar

Saya adalah pegiat sosial media dan pengajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Ajaran Zoroastrianisme: Eksistensi Zarathustra dan Perkembangan Agama Kuno Persia

17 April 2023   22:21 Diperbarui: 17 April 2023   22:46 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sesungguhnya ketika Nabi mereka meninggal, penduduk Persia ditipu oleh Iblis dan agama mereka menjadi agama majusi."

Kutipan ini berasal dari Ibnu Abbas, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW dan juga ahli tafsir terkemuka dalam sejarah Islam. Kutipan tersebut mengindikasikan bahwa setelah Nabi Zoroaster (Zarathustra) wafat, Iblis mengganti agama yang diajarkan Nabi tersebut dengan ajaran agama majusi. Namun, perlu diingat bahwa kutipan ini tidak secara langsung terkait dengan agama Islam. 

Sebaliknya, ini berkaitan dengan agama majusi yang berkembang di Persia pada masa lalu yang berkembang di Persia (sekarang Iran) sebelum masuknya Islam ke wilayah tersebut. Majusi adalah sebutan untuk pengikut ajaran Zoroastrianisme, agama yang didirikan oleh Nabi Zoroaster (Zarathustra) pada abad ke-6 SM.

Menurut sejarah, agama Zoroastrianisme merupakan agama resmi di Persia selama ratusan tahun sebelum masuknya Islam. Namun, pada masa itu, agama majusi telah terdistorsi dan dipengaruhi oleh ajaran dan praktik lain yang bertentangan dengan aslinya. Kutipan Ibnu Abbas mengindikasikan bahwa Iblis memanfaatkan situasi ini dan memperdaya penduduk Persia untuk mengikuti ajaran agama majusi yang terdistorsi itu.

Perlu dicatat bahwa dalam agama Islam, Iblis dianggap sebagai musuh manusia dan sering disebut dalam Al-Quran sebagai penggoda dan pemfitnah. Oleh karena itu, kutipan Ibnu Abbas ini memberikan pesan moral untuk waspada terhadap pengaruh dan tipuan setan dalam mengikuti ajaran agama dan kepercayaan. Kutipan Ibnu Abbas tersebut memberikan gambaran tentang sejarah agama di Persia dan bagaimana agama majusi terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal sehingga menyimpang dari ajaran aslinya. Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam sejarah, agama dan kepercayaan seringkali dipengaruhi oleh faktor budaya, politik, dan sosial di sekitarnya.

Terkait dengan agama majusi, sebelumnya disebutkan bahwa agama ini didirikan oleh Nabi Zoroaster (Zarathustra) pada abad ke-6 SM di Persia. Agama ini mengajarkan keyakinan pada Tuhan yang tunggal, Ahura Mazda, yang dianggap sebagai sumber kebaikan dan kebenaran. Selain itu, agama Zoroastrianisme juga mengajarkan tentang kebebasan berpikir, perbuatan baik, serta keadilan dan kebenaran sebagai nilai-nilai fundamental.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, ajaran Zoroastrianisme mengalami perubahan dan terdistorsi. Pengaruh dari agama lain, seperti paganisme dan budaya Persia kuno, turut mempengaruhi ajaran majusi. Misalnya, praktik penyembahan api dan cahaya, serta kepercayaan pada kekuatan-kekuatan gaib seperti jin dan peri, mulai bercampur aduk dengan ajaran Zoroastrianisme.

Selain itu, pada masa kekuasaan dinasti Sassanid di Persia (224-651 M), agama Zoroastrianisme menjadi agama resmi dan dijadikan alat politik oleh penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Akibatnya, ajaran agama majusi menjadi terbatas pada kalangan elit dan tidak berkembang secara luas di masyarakat.

Ketika Islam masuk ke Persia pada abad ke-7 M, sebagian besar penduduk Persia memeluk agama Islam dan ajaran majusi perlahan-lahan mulai menghilang. Namun, ada beberapa praktik dan kepercayaan majusi yang masih bertahan hingga saat ini, terutama di kalangan Zoroastrianisme yang masih eksis di Iran.

Dalam Islam, sejarah agama dan kepercayaan di masa lalu memiliki banyak pelajaran dan pesan moral yang dapat diambil. Salah satunya adalah pentingnya menjaga ajaran agama agar tidak bercampur aduk dengan praktik dan kepercayaan lain yang bertentangan dengan ajaran aslinya. Hal ini juga menunjukkan bahwa pengaruh budaya dan politik dapat memengaruhi perkembangan ajaran agama, sehingga penting untuk mengetahui dan memahami sejarah agama secara utuh dan komprehensif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun