Mohon tunggu...
Muhammad arsyadslamat
Muhammad arsyadslamat Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa disalah satu universitas jawa timur

Hobi saya olahraga. Mungkin ini cukup ya rekan-rekan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problem Feminisme dan Tafsir Feminis

20 Februari 2024   10:47 Diperbarui: 22 Maret 2024   21:27 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Feminisme menurut  Cambridge Dictionaries adalah bahwa perempuan haruslah diberi hak, kekuasaan dan peluang yang sama atau kesetaraan. Maka dari definisi ini feminisme adalah gerakan sosial, polotik dan ideologi yang memperjuangkan kesetaraan antara kedua jenis kelamin. Menjadi pertanyaan penting tentang kenapa gerakan ini muncul dan bagaiman islam dan Alquran memandangnya.

            Sebelum membahas bagaiman islam dan Al-quran memandang feminism, alangkah baiknya kita melangkah jauh ke belakng melihat bagaimana femenisme terbentuk. Menurut Human Right Careers, feminisme dibagai menjadi empat gelombang yang membentuk alur sejarah. Gelombang pertama: gerakan ini lahir pada akhir abad ke-19 yang merupakan landasan awal ideologi ini tercipta. Nama seprti Elizabeth Cady Stanton adalah yang berjasa dalam periode ini, dapat dilihat dari karyanya yang berjudul The Women's Bible, berisi tafsirannya terhadap ayat-ayat bible yang dianggap menghinakan perempuan dan berjasa terhadap pengkerdilan hak perempuan ditengah-tengah masyarakat barat pada saat itu. Tujuan utama dari gelombang pertama adalah rekonstruksi pemahaman masyarakat bahwa perempuan adalah manusia dan bukan properti. Gelombang kedua: gelombang ini terjadi pada tahun 1960-an dan 1970-an, gelombang ini merupakan landasan daripada gelombang pertama, aktivis dalam gelombang ini mulai mempertanyakan peran gender dalam institusi keluarga dan institusi mendasar dalam struktur sosial. Gelombang ini juga melahirkan tiga arus utama feminisme. Yaitu feminisme liberal, radikal dan feminisme budaya. Gelombang ketiga: Gelombang ini muncul pada tahun 1990-an, gerakan ini mencakup elemen-elemen seperti "The Vagina Monologues, Guerilla Girls, dan punk rock riot grrls. Gelombang ini cukup kontroversial karna gelombang ini juga mencakup gagasan tentang kebebasan individu, penerimaan berbagai identitas dan memberikan perhatian terhadap isu-isu seksualitas.  Gelombang keempat: Gelomabng keempat ini masih dalam perdebatan, dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa kita masih berada dalam gelobang ketiga yang masih akan terus berkembang.

            Dari pemaparan singkat tentang defenisi dan sejarah feminsme diatas, maka dapat disimpulkan bahwa feminism adalah gerakan yang hadir karena desakan patriarki sosial di barat yang mengaggap perempuan hanya sebatas komoditi semata dan gerakan ini juga lahir karena kegagalan masyarakat barat dalam memahami konstruksi sosial masyarakat, sebagaiamana dijelaskan dalam buku A Vindication of the Rights of Woman: with Strictures on Political and Moral Subjects karya Mary Wollstonecraft dan kegagalan gereja atau Kristen sebagai agama dan peradaban, sebagaimana dijelaskan dalam buku The Women's Bible karya Elizabeth Cady Stanton. 

            Femenisme menjadi problem ketika para penggiat feminisme ini mencoba untuk memasukkan standar nilai-nilai feminis dalam Al-quran dan syariat islam karena menganggap islam dan Al-quran juga merupakan sumber diskriminasi sosial terhadap perempuan, padahal islam dan Al-quran sangat menghormati, memuliakan dan memberdayakan perempuan, bisa dilihat dalam sejarah masyarakat arab sebelum datangnya islam, sebagai contoh, Umar bin Khattab r.a pernah mengubur hidup-hidup anak perempuannya karena menganggap anak perempuan sebagai aib. walaupun kisah ini sangat lemah periwayatannya, DR. Shalih Al Ushaimy berkomentar tentang kisah ini "Setelah riset dalam kitab-kitab hadits dan takhrij, saya tidak menemukan rujukan, kecuali dalam kitab-kitab Rafidhah (Syi'ah). Sehingga, nihilnya narasumber yang berasal dari kitab-kitab Sunnah, hadits, atsar, serta buku-buku sejarah itu merupakan sebuah bukti absah terhadap kebohongan kabar tersebut", walaupun kebenaran kisah ini adalah bathil tapi adalah fakta bahwa sebelum datangnya islam masyarakat arab jahiliyah menganggap kelahiran bayi perempuan pada masa itu adalah aib sehingga layak dikuburhidup-hidup tapi semua itu berubah ketika islam datang, perempuanpun mendapatkan kemuliaanya, salah satu contohnya adalah penaaman surah dalam al-quran dengan surah perempuan atau an-nisa.

Lebih lanjut mohammad syahrur seorang partisan feminisme yang mencoba untuk menafsirkan Alquran dengan pendekatan feminis, karna mengaggap bahwa Al-quran adalah kitab yang bias gender, sehingga perlunya merekonstruksi ulang penafsiran Al-quran dengan pendekatan feminis, hal ini bisa dilihat bagaimana dia menafsirkan surah An-nur ayat 31. Dia menafsirkan bahwa aurat itu adalah apa yang membuat seseorang itu merasa malu bila terlihat. dan malu itu relatif, sesuai dengan adat istiadat. Maka kata juyub "dada" dalam QS. Al-Nur : 31 menurut syahrur adalah tetap sedangkan aurat itu berubah sesuai tempat dan zaman.

Penafsiran yang dilakukan oleh syahrur tidaklah lepas dari presepsinya bahwa islam dan Al-quran telah mendeskreditkan perempuan dengan perintah hijab, sehingga perlunya merekonstruksi ulang perintah hijab dalam Al-quran dengan pendekatan tafsir berbasis gender.

Padahal Al-quran adalah kalamullah yang lafaz dan kalamnya berasal dari allah, dan bukan pula karangan Muhammad SAW, Alquran tidaklah seperti kitab suci lain, Alquran telah memiliki metode khusus dalam memahaminya, Al-quran memiliki metode khas yang telah terbukti 1000 tahun lamanya atau biasa disebut sebagai ilmu tafsir, maka alangkah ruginya ummat islam jika menggunakan pendekatan lain yang asal comot dan tidak jelas kredibelitasnya.

Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penggiat feminis ini bersumber dari gagalnya mereka memahami kesetaraan dan keadialan, mereka menganggap bahwa perempuan haruslah disetarakan kedudukannya dengan laki-laki padahal setara belum tentu adil dan adil belumlah tentu setara. Dalam islam keadilan adalah meletakkan sesuatu sesuai dengan kadarnya sehingga Lelaki yang melamar adalah bentuk kejantanan, penghormatan kepada permepuan dan perempuan yang dilamar adalah bentuk keanggunan, keindahan. Dan ini dalah contoh sederhana keadilan dalam islam yaitu meletakkan sesuatu sesuai dengan kadarnya, wallahua'alam.

            

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun