Oleh : Muhammad Nasir
Mahasiswa jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah Dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Kelompok KKN DR 2 UINSU 2020.
Implementasii Undang-Undang Desa No.6 Tahun 2014 dirasa belum berjalan efektif Kehadiran UU Desa diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan kenegaraan,misalnya mengurangi angka kemiskinan dan angka pengangguran.Â
Ditambah lagi adanya dana desa, yang diharapkan dapat meningkatkan kemandirian desa dalam mengelola perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Seperti yang kita ketahui bersama,dana desa yang diberikan kepada pemerintah pusat ke desa tidaklah sedikit. Bahkan,anggaran yang disediakan untuk desa,mengalami kenaikan setiap tahunnya. Rinciannya, Rp.20,67 triliun pada tahun 2015, Rp.46,98 triliun pada 2016, Rp.60triliun pada 2017, Rp.60triliun pada 2018,
Rp.70triliun pada 2019 dan Rp.72triliun pada 2020. Dana tersebut dialokasikan untuk sekitar 74.900 desa di Indonesia.
Dana tersebut menghasilkan beberapa pembangunan insfrastruktur desa, diantaranya jalan desa sepanjang 201.899 Km, 1.181.659 meter jembatan, 966.350
unit sarana air bersih, 10.101 unit polindes, 60.274 unitirigasi, 31.376.550 meter
drainase, 5.605 unit tambatan perahu, 38.140 kegiatan BUMDes, 4.265 unit embung,
260.039 unit MCK, 9.329 unit pasar desa, 53.002 unit PAUD, 26.271 unit posyandu,
48.953 unit sumur, 21.118 unit sarana olahraga.
Melihat fakta tersebut diatas, setidaknya ada dua yang menjadi evaluasi adanya dana desa tersebut.Â
Realitanya dana desa hadir juga diiringi adanya problem baru. Pertama, adanya penyelewengan dana desa. Ironisnya jika dana desa yang awalnya diperuntukan guna menyelesaikan masalah, malah menimbulkan masalah-masalah baru yang dilakukan oknum-oknum tidak bertanggung jawab.Â
Dibuktikan dengan adanya kasus korupsi dana desa dan munculnya desa fiktif yang mendapat kucuran dana desa. Berdasarkan data yang dihimpun dari Indonesian Corruption Watch (ICW), korupsi dana desa selama 2015 -- 2019
mencapai kasus 352 kasus.
Parahnya lagi, korupsi dana desa dilakukan kepala desa. Tercatat ada 300 kepala desa diduga kasus korupsi, rinciannya 15 kepala desa
terjerat pada tahun 2015, 61 terjerat pada tahun 2016, 66 terjerat pada tahun 2017,89 terjerat pada tahun 2018, serta 86 lainnya terjerat pada tahun 2019. Atas gambaran data tersebut,terungkap bahwa dana desa rentan sekali disalah gunakan.Â
Hal tersebut menggambarkan masih belum efektif sistem pengawasan dan moral pejabat kita. Aktivitas korupsi nyatanya sudah mengakar hingga pejabat akar rumput, yakni korupsi yang dilakukan pemerintahan desa. Kasus-kasus tersebut harus dianggap bukan hal yang wajar melainkan harus segera ada tindakan penyelesaiannya.
Pemerintah dan pihak berwenang, semisal Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK),harus bergerak cepatdan turun tangan untuk
mengambil sikap tegas atas kasus korupsi di akar rumput tersebut. Berdasarkan data itu pula, terbukti bahwa kasus korupsi dana desa terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Satu diantaranya jalan yang bisa diambil diantaranya sinergisitas menguatkan dan menghidupkan fungsi pengawasan.Â