Mohon tunggu...
Muhammad YunanHarahap
Muhammad YunanHarahap Mohon Tunggu... Dosen - dosen

Membaca dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekapur Sirih tentang Kearifan Lokal: Falsafah Poda Na Lima dalam Budaya Suku Angkola dan Mandailing

21 Mei 2024   17:44 Diperbarui: 21 Mei 2024   17:50 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Dr (C). Muhammad Yunan Harahap, M.Pd.I (Dosen Prodi PAI Universitas Pembangunan Panca Budi Medan)

Baumi Syaibatul Hamdi Siregar, S, HI, MH (Pengacara dan Pemerhati Poda Na Lima)

Falsafah Poda Na Lima, yang berakar dalam budaya suku Angkola dan Mandailing, menawarkan panduan mendalam tentang kebersihan dalam lima aspek kehidupan yaitu paias rohamu, paias pamatangmu, paias pakaianmu, paias bagasmu dan paias pakaranganmu. Perlu kita ketahui bahwa falsafah Poda Na Lima ini bisa dikatakan hampir dilupakan oleh masyarakat karena kurang di akomodir dan diperhtikan oleh tokoh adat, terlebih oleh pemangku kekuasaan.

Di tengah kepungan lupa, muncul seorang tokoh yang berani mengibarkan bendera kearifan lokal, Abangda Jon Sujani Pasaribu. Lahir dan dibesarkan di Kota Padangsidimpuan yang kental dengan nilai-nilai kearifan lokal, Beliau tidak hanya menyaksikan tapi juga merasakan langsung bagaimana falsafah Poda Na Lima mulai menghilang dari praktik kehidupan sehari-hari masyarakat. Melihat kondisi tersebut, beliau tidak tinggal diam. Dengan semangat yang berkobar-kobar, Abangda mengambil inisiatif untuk menghidupkan kembali falsafah yang hampir terlupakan tersebut. Sebagai seorang akademisi, kami juga merasa terpanggil untuk ikut ambil bagian tanggungjawab dalam melestarikan falsafah Poda Na Lima ini melalui mengkaji kembali nilai nilai yang terkandung di dalamnya.

Setiap Poda yang ada dalam Poda Na lima ini memiliki pandangan yang luas dan mendalam. Dalam tulisan kali ini paling tidak, yang akan di bahas adalah tentang nilai nilai Falsafah Poda Na Lima yang pertama yaitu Paias Rohamu atau nasehat tentang membersihkan hati. Kita bersyukur dan sangat bangga memiliki falsafah Poda Na Lima yang bisa menjadi pedoman hidup untuk berprilaku dalam kehidupan sehari hari. Dalam Islam sangat jelas, perintah untuk membersihkan hati terdapat dalam Alquran dan Hadist.

Alquran, surat Asy-Syams ayat 9-10, yang menekankan pentingnya konsep ini.

Artinya: 9. Sesuungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu) 10.  dan sungguh rugi orang yang mengotorinya (Agama, 2019).

Selanjutnya dalam Alquran surat Asy-Syu'ara ayat 88-89, Allah juga menekankan pentingnya membersihkan hati:

Artinya: Pada hari itu, harta dan anak-anak tidak akan berguna, kecuali bagi orang-orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih (Agama, 2019)

Hati yang bersih adalah metafora untuk keadaan batin yang bebas dari segala bentuk penyakit moral dan spiritual, seperti kebencian, kedengkian, keserakahan, dan sikap egois. Sebuah hati yang bersih mencerminkan iman yang kuat, ketakwaan, dan kepatuhan kepada perintah Allah, serta sikap yang penuh kasih dan empati terhadap sesama. Dalam konteks ayat ini, kebersihan hati menjadi syarat utama untuk mendapatkan keselamatan di akhirat. Ini menegaskan bahwa nilai-nilai spiritual dan moral memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan kekayaan materi dan status sosial. Oleh karena itu, ayat ini mengajak umat manusia untuk memprioritaskan pemurnian jiwa dan pembangunan karakter yang baik sebagai persiapan untuk kehidupan setelah mati.

Kedua ayat tersebut di atas, menjelaskan dengan sangat jelas tentang pentingnya membersihkan hati menurut Allah, sebuah prinsip yang sejalan dengan kearifan lokal Poda Na Lima, yaitu Paias Rohamu (bersihkan hatimu). Untuk lebih memperkuat dan menegaskan ayat-ayat tersebut, sebuah hadits Rasulullah SAW: “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Praktek falsafah Poda Na Lima yang hidup dalam masyarakat tidak hanya tentang melakukan ibadah ritual saja, tetapi juga tentang bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain, bagaimana mereka merespons terhadap ujian dan kesulitan, serta bagaimana mereka memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. Hati yang bersih akan menginspirasi tindakan yang baik, membantu seseorang untuk mengambil keputusan yang etis dan bertindak dengan integritas. Secara lebih luas, konsep ini mengajarkan bahwa kebersihan dan kebaikan hati memiliki dampak yang meluas ke seluruh aspek kehidupan, termasuk hubungan sosial, pekerjaan, dan kontribusi kepada masyarakat. Ini mengingatkan bahwa agama tidak hanya berfokus pada hubungan antara individu dengan Tuhannya, tetapi juga pada hubungan antarmanusia dan dengan lingkungan sekitarnya.

Menjaga kebersihan hati adalah sebuah proses berkelanjutan yang membutuhkan introspeksi diri, saling memaafkan, dan belas kasih atau kemurahan hati untuk menolong, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Ini adalah fondasi dari kehidupan spiritual yang kaya dan hubungan interpersonal yang sehat, yang pada gilirannya menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai. Dalam falsafah Poda na Lima, yang merupakan warisan budaya khas dari masyarakat Angkola dan Mandailing meliputi wilayah Tapanuli Bagian Selatan, terkandung nilai-nilai luhur yang mengajarkan tentang pentingnya harmoni, keseimbangan, dan kebersamaan yang dimulai dari dasar Paias Rohamu. Melalui praktik dan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai ini, setiap hari menjadi momen yang sangat berarti untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri, serta meningkatkan kualitas hubungan antar manusia.

Pertama. Introspeksi diri, dalam konteks kearifan lokal Poda Na Lima, hal ini berarti kembali pada esensi diri yang sejati, yang bersih dari segala macam noda dan kesalahan. Proses ini tidak mudah dan membutuhkan kesabaran serta ketekunan, namun hasilnya adalah pencerahan dan pemurnian diri yang dapat membawa kedamaian batin yang abadi. Kedua,dalam kerangka Paias Rohamu (membersihkan hati), saling memaafkan tidak hanya diarahkan kepada orang lain yang mungkin telah berbuat salah kepada kita, tetapi juga kepada diri sendiri. Memaafkan diri sendiri atas kesalahan dan kegagalan masa lalu merupakan langkah penting untuk bergerak maju dan tumbuh menjadi individu yang lebih kuat dan bijaksana. Saling memaafkan ini, ketika dipraktikkan secara luas dalam masyarakat, menciptakan iklim sosial yang penuh dengan empati dan pengertian, mengurangi konflik, dan memperkuat ikatan sosial.

Ketiga. Belas kasih, atau kemurahan hati terhadap sesama, adalah nilai inti lainnya. Dalam praktiknya, belas kasih manifest dalam bentuk perbuatan baik, seperti berbagi dengan yang kurang mampu, memberi dukungan kepada yang membutuhkan, dan berusaha untuk menjadi sumber kebaikan bagi lingkungan sekitar. Melalui perbuatan-perbuatan ini, individu tidak hanya berkontribusi pada kesejahteraan sosial, tapi juga mengembangkan perasaan keterkaitan dan kepedulian yang mendalam terhadap sesama.

Pada akhirnya, prinsip-prinsip kearifan lokal falsafah Poda Na Lima, ketika diintegrasikan dengan nilai-nilai spiritual, menawarkan panduan yang kaya untuk menciptakan kehidupan spiritual yang berarti dan hubungan interpersonal yang sehat. Dengan berlandaskan pada introspeksi diri, saling memaafkan, dan kemurahan hati dalam tolong menolong, individu dapat berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang harmonis dan damai. Masyarakat seperti ini tidak hanya menghargai kebersamaan dan keseimbangan, tapi juga terus berusaha untuk mencapai kebaikan bersama. Ini adalah testament terhadap kekuatan nilai-nilai tradisional dalam membentuk dan memelihara tatanan sosial yang adil dan penuh kasih sayang.

Falsafah yang pertama ini menekankan pentingnya Paias Rohamu atau kebersihan hati. Kebersihan hati dianggap esensial untuk kehidupan spiritual yang kaya dan hubungan interpersonal yang sehat, yang pada gilirannya menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya membersihkan hati sebagai fondasi dari tindakan baik dan ketakwaan kepada Allah. Dengan demikian, artikel ini menegaskan pentingnya memelihara nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal dalam membentuk karakter individu dan masyarakat yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun