Mohon tunggu...
Muhammad Minor
Muhammad Minor Mohon Tunggu... Jurnalis - jurnalis kampung

menulis dan eksplorasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Embun Semimbar si Bujang Kurap, Ulak Libo Jadi Kenangan Dusun Linggau Jangan Ditinggalkan

13 Oktober 2024   23:02 Diperbarui: 14 Oktober 2024   17:47 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komar berada di Kompleks Situs Bujang Kurap di Kelurahan Ulak Lebar Kecamatan Lubuklinggau Barat II yang saat ini menjadi kawasan perkebunan dan TNKS/dokpri

Perkampungan pertama di Kota Lubuklinggau, yakni Ulak Lebar berada di seberang hulu Sungai Kelingi di Kelurahan Ulak Lebar Kecamatan Lubuklinggau Barat II Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan. 

Kawasan ini merupakan cikal bakal pemerintahan dan tersebarnya perkampungan di sekitaran Lubuklinggau dan sebagian Musi Rawas, yang masih memiliki satu garis silsilah bagi warga Sindang atau Wang Cul.

Telah lama ditinggalkan, kawasan yang masuk dalam Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Wilayah V Kota Lubuklinggau ini menjadi area perkebunan, hanya meninggalkan berbagai macam bekas perkampungan yang diduga sebuah negeri awal. 

Hal ini terdapat kompleks perkuburan lama, bekas perkampungan bahkan batas wilayah atau benteng pertahanan dari tumpukan batu yang dikenal warga secara turun-temurun. 

Yang terkenal, terdapat situs Batu Betunas dan makam yang dipercaya merupakan Makam embun Semimbar atau karib dikenal Bujang Kurap, pengelana yang mahsyur di bumi Melayu ini.

Komar berusia sekitar 65 tahun, yang menjadi penerus dan pemegang cerita dan silsilah kerabat dan tokoh di Ulak Lebar, selepas peninggalan almarhum HM Tose yang meninggal 10 tahun lalu. 

Komar sendiri merupakan anak dari kakak Alm Tose yang merupakan anak dari Ali Bekar, yang menjadi penunggu Dusun Linggau (pusat Kota Lubuklinggau sekarang). 

Komar dan keluarganya tinggal di pondok yang ia huni selama dikebun.
“Ulak Libo (Ulak Lebar) doson pertamo kali disini, belum ada Dusun Linggau. 

Asal Dusun Linggau dengan dusun lainnyo dari sini galo,” ujar Komar menyampaikan cerita dalam bahasa Sindang yang artinya “Ulak Lebar perkampungan pertama kali disini belum ada Dusun Linggau. Asal Dusun Linggau dengan dusun lainnya dari sini semua”.

Panorama Bukit Sulap dan Menara Kembar Masjid Agung As Salam yang berada di jantung Kota Lubuklinggau/dopri. 
Panorama Bukit Sulap dan Menara Kembar Masjid Agung As Salam yang berada di jantung Kota Lubuklinggau/dopri. 

Komar mengungkapkan, bahwa dahulu Ulak Lebar menjadi perkampungan pertama kali sebelum adanya Lubuklinggau. Lubuklinggau sendiri, merupakan peranakan dari Ulak Lebar yang sengaja membuat kampung disana atas permintaan colonial kala itu.

Diceritakan, Dusun Linggau sendiri merupakan keturunan yang dahulunya masih menetap di Ulak Lebar. 

Karena adanya permintaan tersebut, sebagian warga mulai membuka perkampungan baru yang dinamakan Dusun Linggau (Kelurahan Linggau Ilir di Kecamatan Lubuklinggau Barat II sekarang) dimasa pemerintah Depati Jaga Lurah.

Dengan pengetahuan yang belum luas, warga masih mengandalkan semua yang ada dalam hutan. Kala banyak pemimpin atau Gindo (sejajar kepala desa saat ini), banyak menyimpan cerita yang tidak begitu terlontarkan. Karena sebagian besar sama sekali tidak boleh diceritakan. 

Misalnya Depati Ilang Dikebon, dan beberapa gindo terdahulu yang memimpin perkampungan Ulak Lebar yang dibentengi bambu berduri.

Cerita yang disampaikan menjadi terputus, bahkan untuk silsilah dan perbuatan yang dilakukan kala itu tidak boleh terlalu dalam diselam, mungkin karena sudah menjadi sumpah masyarakat dan keturunan.

Namun, ada yang menarik diceritakan Komar tentang perjuangan masyarakat Ulak Lebar dalam mempertahankan dusun mereka. Setidaknya ada nama Embun Semibar yang bergelar Si Bujang Kurap merupakan panglima perang Ulak Libo, Raden Mas Rambut Selaka Sembilan Leko (guru dari Bujang Kurap), Bujang Sari Gambang dan Gambir Melayang (mata-mata dan penjaga pos di puncak Bukit Sulap) serta Tuan Layang-layang (Dukun Padi). Beberapa nama yang disebutkan ini, memiliki jasa masyarakat tempo dulu.

Bujang Kurap sendiri, dikebumikan dipinggir Sungai Kelingi atau tepatnya diatas Lubuk Napal Koneng, tempatnya menyandarkan Jukung (perahu). Bujang Kurap dicirikan sebagai orang yang sederhana, dan berperawakan sedang. Hanya saja memang, ia memiliki kesaktian dengan tubuh yang dipenuhi kurap, bahkan tunggangannya yakni Macan Hitam.

Diketahui, si Bujang Kurap ini bisa menyerupai orang yang ganteng dan beberapa rupa lainnya. Bahkan situs Danau Rayo yang berada di Rupit Kabupaten Muratara, merupakan tanda dari Bujang Kurap setelah menenggelamkan perkampungan warga saat itu.

Sementara, Raden Mas Rambut Selaka 9 Leko, merupakan guru dari Bujang Kurap yang tidak hanya menjadi panglima perang di pemukiman Ulak Lebar, tapi juga menjadi komandan bagi pasukannya dan sering mengulangi anak buahnya mulai dari Dusun Aur, Selangit dan daerah lainnya.

“Bujang Kurap tetap menjalankan tugasnya menjadi panglima hingga saat ini. 

Di hari jumat lah Bujang Kurap balek doson dan masih menemui keturunan Ulak Lebar baik dalam mimpi, penyerupaan dan wujud lainnya,” ulas Komar.

Bujang Kurap sendiri sebenarnya memiliki anak yakni Bujang Serawai dan Ketue. Namun cerita itu pun terputus. Tapi memang, di situs Ulak Lebar yang dibentengi Sungai Kelingi, Kesie dan Ketue memiliki cerita, dimana nama Sungai Ketue sendiri dinamakan sesuai nama anak Bujang Kurap (Ketue) dan Kesie dinamakan dengan nama bekas tapak lebar pemimpin dahulu yang hingga saat ini masih dapat dilihat dipinggir Sungai Kelingi yakni di Lubuk Napal Koneng, Taba Pingin dan daerah lainnya.

Sementara, Bujang Sari Gambang dan Gambir Melayang menjadi petugas penjaga pos di Puncak Bukit Sulap, termasuk juga Jogel yang bermukim di Selangit menjadi bawahan Bujang Kurap.

 Saat ini ada menjadi ciri dari keberadaan dua penjaga pos di puncak Bukit Sulap tersebut, yakni berupa keramat.

 Termasuk ada situs meja judi yang ditendang Bujang Juaro yang juga dimakamkan di Ulak Lebar, sebagai sarana tempatnya berkumpul bersama pangeran dari daerah lain dan ‘bermain’ diatas Bukit Sulap.

“Namun keramat ini tidak ada jasad, hanya sebagai ciri keberadaan penjago yang silam (hilang),” jelas Komar.

Bujang Sari Gambang sendiri memiliki kesaktian bisa menyerupai gadis cantik dan memimpin dayang-dayang yang ada dahulu. sementara Gambir Melayang dengan kesaktiannya bisa terbang, sehingga sangatlah tepat jika ditugaskan di puncak Bukit Sulap untuk memantau musuh jika-jika hendak masuk ke pemukiman Ulak Lebar.

Pakaian Segudang Talang Ulu
Beringin Koneng Kabar Nak Masak
Percang Supang Sirang Situ

“Arti e, kalau sugi sama sugi, kalau susah sama susah. Jugo ado rejung lainnyo yang diartikan kalau Dusun Linggau dan Ulak Libo menjadi satu kesatuan, Ulak Libo jadi kenangan, Dusun Linggau jangan ditinggalkan,” tutupnya sembari beranjak pulang. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun