Setiap daerah pasti memiliki makanan khas tradisional. Palembang punya Empek-empek. Bengkulu punya Pendap. Jakarta punya Kerak Telor. Jogja punya Gudeg. Makassar punya Konro. Palu punya Kaledo. Manado punya Bubur Manado. Papua punya Sagu dan Papeda. Nah, untuk daerah Flores Timur, Lembata, dan Alor, punya panganan tradisional yang disebut Jagung Titi (wata bit'ing atau wata kenaeng).
Jagung Titi itu sejenis emping. Ia tahan lama, bahkan berbulan-bulan. Karenanya, jagung titi cocok dijadikan sebagai cemilan untuk bekal perjalanan jauh. Bisa juga dijadikan buah tangan bagi para pelancong.
Sementara untuk bahannya cuma memerlukan jagung sebagai bahan pokok. Adapun jagung yang dipilih merupakan jagung pulut yang bertekstur lengket seperti ketan yang banyak ditanam penduduk lokal.
Pertama, pilih jagung yang agak tua. Sebab, jagung yang tua dapat menghasilkan jagung titi yang kokoh dan garing. Jagung yang tua bisa dilihat dari warnanya yang kuning kemerahan. Untuk satu baskom kecil bisa memerlukan delapan hingga sepuluh tongkol jagung.
Selanjutnya, jagung tua itu diluruh atau dipipil agar terpisah dari tongkolnya. Biji-biji jagung itu kemudian diisi ke dalam sebuah tembikar berbahan daun lontar. Biji jagung tidak usah dicuci karena bila dicuci dapat membuat kulit biji jagung menjadi lembek.
Proses berikutnya yakni menyalakan api menggunakan tungku kayu. Penggunaan tungku kayu bukan sekadar memberi kesan tradisional, tetapi juga mempengaruhi rasa jagung titi.Â
Jagung titi yang disangrai menggunakan tungku kayu rasanya lebih gurih. Karena, api yang digunakan untuk menyangrai biji-biji jagung itu lebih merata dan dapat dikontrol ketimbang menggunakan tungku kompor.
Setelah api tungku kayu merata, maka letakkan periuk atau tembikar tanah (kewik) di atas tungku itu. Begitu tembikar tanah itu panas maka masukkan biji jagung ke dalam tembikar. Tidak semua biji jagung dimasukkan satu kali ke dalam periuk tanah, tetapi seukuran satu genggaman untuk satu kali proses pemipihan. Â Â
Usai memasukkan biji-biji jagung ke dalam periuk tanah, mulailah menyangrai dengan cara membolak-balikkan jagung yang ada dalam periuk tanah itu. Alat yang digunakan untuk membolak-balikkan jagung saat penyangraian, bukan menggunakan sendok goreng melainkan dengan menggunakan tongkol jagung yang jagungnya sudah diluruh tadi.
Setelah biji-biji jagung matang, ambil biji-biji jagung menggunakan tangan kiri. Pengambilan biji dilakukan secara cepat agar panas jagung tersebut tidak melepuhkan telapak tangan. Dalam sekali pengambilan hanya dua atau tiga butir jagung. Ini bertujuan agar ukuran satu keping jagung titi tidak terlalu lebar dan tidak pula terlalu kecil.
Selepas diambil dari dalam tembikar, cepat-cepat bebijian jagung panas itu diletakkan di atas batu cadas yang rata sebagai alas pipihan. Sekilat itu, biji-biji jagung langsung ditempa dengan menggunakan batu cadas yang bulat ukuran segenggaman tangan orang dewasa. Plak!!! Demikian kira-kira bunyinya. Dalam sekali tempaan, biji-biji jagung bulat sangraian tadi langsung berubah bentuk menjadi pipih.
Ada juga yang memasak kembali dalam bentuk emping yang lebih besar. caranya, jagung titi diseduh dengan air hangat lalu ditiriskan kemudian digoreng menggunakan minyak goreng. Hasilnya, ukuran jagung titi lebih besar dan rasanya lebih renyah dan gurih.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H