Mohon tunggu...
Pion Ratulolly
Pion Ratulolly Mohon Tunggu... Pegiat Literasi Flores Timur -

Pegiat Literasi Flores Timur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Pemerintahan Kerajaan Islam Lamahala di Kabupaten Mayoritas Katolik

31 Januari 2019   14:37 Diperbarui: 7 Juli 2021   18:14 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kisaran bulan Desember 2012, saya ke Jogja melalui Surabaya. Tepat di Terminal Bis Solo, saya dihampiri seorang pedagang asongan. Saat berkenalan, saya menyebutkan asal saya dari Flores Timur. Mendengar itu, beliau langsung menvonis saya sebagai Orang Katolik. 

Karena menurutnya, orang Flores Timur atau Flores pada umumnya, pasti beragama Katolik. Padahal, saya Muslim dan muslimnya saya itu turun-temurun dari leluhur saya.

Memang, Kabupaten Flores Timur, terkenal sebagai daerah dengan mayoritas penduduk beragama Katolik. Bahkan, Kota Larantuka termasyhur dengan julukan Kota Sarani sebagai sebutan untuk kota pusat agama Nasrani di NTT. 

Flores Timur pun terkenal di tingkat nasional dan mancanega dengan tradisi Katoliknya yakni perayaan Pekan Suci Semana Santa, akulturasi budaya Bangsa Portugis dan Kerajaan Katolik Larantuka, dalam momentum Hari Raya Paskah.

Baca juga : Prespektif Psikologi dan Islam terhadap Memori dan Daya Ingat

Ket.: Perayaan Semana Santa di Kabupaten Flores Timur. Sumber: nusaflorestour.com
Ket.: Perayaan Semana Santa di Kabupaten Flores Timur. Sumber: nusaflorestour.com
Berdasarkan data dari Kemenag Kabupaten Flores Timur tahun 2014, dari total penduduk 281.086 orang, penganut Katolik sebanyak 217.944 orang atau 78%. Sedangkan, penganut Kristen sebanyak 2.292 orang atau 0,82%. 

Penganut Hindu sebanyak 163 orang atau 0,06%. Penganut Budha sebanyak 14 orang atau 0,004%. Penganut Konghucu sebanyak 3 orang atau 0,001%. Sementara itu, penganut Islam sebanyak 60.144 orang atau 21% dari jumlah penduduk Flores Timur.

Data tersebut menunjukkan bahwa umat Islam menempati urutan kedua jumlah penduduk berdasarkan agama di Kabupaten Flores Timur. Karenanya, sterotype bahwa orang Flores Timur pasti Orang Katolik rasanya gugur dengan sendirinya.

Baca juga : Self Awareness dalam Pengamalan Ajaran Islam di Era Digital

Kerajaan Lamahala dan Sistem Pemerintahannya

Ket.: Desa Lamahala Jaya dipandang dari udara. Sumber: FB Hamzah Abdullah
Ket.: Desa Lamahala Jaya dipandang dari udara. Sumber: FB Hamzah Abdullah

Salah satu desa di Kabupaten Flores Timur yang seratus persen penduduknya beragama Islam, yakni Desa Lamahala Jaya. Desa ini merupakan desa gaya baru dari Kerajaan Lamahala yang hidup dan berkembang sebelum abad ke-13 M. 

Ihwal eksistensi Kerajaan Lamahala juga termaktub dalam Kitab Negarakartagama, yang menyebutkan Lamahala merupakan kerajaan yang tergabung dalam koalisi Kerajaan Islam Solor Watan Lema (Lima Kerajaan Islam di Kepulauan Solor), bersama Kerajaan Terong, Kerajaan Lamakera, Kerajaan Lohayong, dan Kerajaan Lebala (Siburian, 2013:15).

Ket.: Raja Lamahala (Suku Selolong) Adnan Sengaji (baju hitam di belakang Jokowi) berpose bersama Presiden Jokowi dan Para Raja se-Nusantara saat Pertemuan Raja se-Nusantara di Istana Negara (04/01/2018). Sumber:radarpekalongan.com.
Ket.: Raja Lamahala (Suku Selolong) Adnan Sengaji (baju hitam di belakang Jokowi) berpose bersama Presiden Jokowi dan Para Raja se-Nusantara saat Pertemuan Raja se-Nusantara di Istana Negara (04/01/2018). Sumber:radarpekalongan.com.
Secara historis (Fitri, 2018:1), penduduk Kerajaan Lamahala terdiri dari dua komponen. Pertama, penduduk yang datang dari gunung (pedalaman) yang dikenal dengan sebutan Ata Ile Jadi (orang yang lahir dari gunung). Penduduk ini terdiri dari suku (marga) Suku Atapukan, Suku Malakalu, dan Suku Selolong. Ketiga suku ini yang kemudian dipercayakan sebagai Suku Raja di Kerajaan Lamahala yang dikenal dengan sebutan Bela Tello (Tiga Suku Raja).

Baca juga : Bolehkah Sedekah Laut dalam Pandangan Islam?

Kedua, penduduk yang datang dari laut yang kemudian dikenal dengan sebutan Ata Tena Mao(orang yang terapung bersama kapal). Penduduk ini berdatangan dari berbagai daerah di Nusantara, yakni Sumatera, Jawa, Cina, Seram, Ambon, Sulawesi, Bima, Sikka, Ende, dan Solor.Sebagai sebuah kerajaan, Lamahala kala itu memiliki suatu sistem pemerintahan. Adapun sistem pemerintahan Kerajaan Lamahala tidak dipegang secara perorangan, melainkan secara suku atau marga. Ketiga komponen ini yakni 1) Tiga Suku Raja (Bela Tello), 2) Sepuluh Suku Perwakilan (Kapitan Pulo), dan 3) Lima Suku Manteri Urusan (Pegawe Lema). Ketiga pemangku kepentingan di Kerajaan Lamahala ini melakukan musyawarah di halaman Korke Bale atau Bale Adat Lamahala.

Ket.: Korke Bale (Bale Adat) atau Rumah Adat Kerajaan Lamahala. Sumber: Pribadi.
Ket.: Korke Bale (Bale Adat) atau Rumah Adat Kerajaan Lamahala. Sumber: Pribadi.
Karena terdiri dari tiga suku maka kekuasaan raja dibagi menjadi tiga urusan. Yakni Suku Selolong sebagai Raja Urusan Pemerintahan, Suku Malakalu sebagai Raja Urusan Pertahanan Keamanan, dan Suku Atapukan sebagai Raja Urusan Adat.

Ket.: Tempat duduk Bela Tello di Bale Adat Kerajaan Lamahala. Sumber: Pribadi.Ket.: Tempat duduk Bela Tello di Bale Adat Kerajaan Lamahala. Sumber: Pribadi.
Ket.: Tempat duduk Bela Tello di Bale Adat Kerajaan Lamahala. Sumber: Pribadi.Ket.: Tempat duduk Bela Tello di Bale Adat Kerajaan Lamahala. Sumber: Pribadi.
Untuk mengurus kemaslahatan rakyatnya, Tiga Suku Raja ini dibantu oleh Sepuluh Suku Perwakilan dari Ata Tena Mao. Kesepuluh suku ini sekelas dewan perwakilan yang membawa aspirasi masyarakat kepada Raja. Kesepuluh suku ini terdiri dari Kapitan Goran dari Suku Goran, Kapitan Lambuan dari Suku Lambuan, Kapitan Lamuran dari Suku Lamuran, Kapitan Bunga Luwolema dari Suku Bunga Lolon, Kapitan Raja dari Suku Bel'ang, Kapitan Parak Ona dari Suku Parak Ona, Kapitan Lango Biri dari Atapukan Lamuda, Kapitan Namatukan dari Suku Lamuda, Kapitan Suku Wutun dari Suku Wutun, dan Kapitan Laut dari Suku Atamua.

Ket.: Tempat duduk Kapitan Pulo di Bale Adat Kerajaan Lamahala. Sumber: Pribadi.
Ket.: Tempat duduk Kapitan Pulo di Bale Adat Kerajaan Lamahala. Sumber: Pribadi.
Untuk memudahkan jalur koordinasi, Tiga Suku Raja memiliki jalur komando terhadap Sepuluh Suku Perwakilan. Yakni Raja Selolong membawahi Kapitan Goran, Kapitan Lamuran, dan Kapitan Lambuan. Raja Malakalu membawahi Kapitan Bunga Luwo Lema, Kapitan Raja, dan Kapitan Parak Ona. Sedangkan, Raja Atapukan membawahi Kapitan Lango Biri, Kapitan Nama Tukan, Kapitan Suku Wutun, dan Kapitan Laut.

Ket.: Tempat duduk Pegawe Lema di Bale Adat Kerajaan Lamahala. Sumber: Pribadi.
Ket.: Tempat duduk Pegawe Lema di Bale Adat Kerajaan Lamahala. Sumber: Pribadi.
Selain dibantu oleh Sepuluh Suku Perwakilan, dalam urusan keagamaan, Tiga Suku Raja ini dibantu juga oleh Ata Tena Maolainnya yang disebut Pegawe Lema atau Lima Suku Menteri Urusan. Kelima suku dimaksud yakni Menteri Urusan Imam dari Suku Serang, Menteri UrusanKhatib dari Suku Belualolong, Menteri Urusan Azan dari Suku Wutun, Menteri Urusan Mandi Mayat dari Suku Wadang, dan Menteri Urusan Imam Kadhi atau Imam Raja dari Suku Atamua.  

Ket.: Raja Lamahala (baju hitam dan berkumis) di antara Raja-raja Koalisi Kerajaan Solor Watan Lema bersama Jendral Belanda dalam rangka pengusiran Portugis dari Kerajaan Lohayong, Solor. Sumber: Instagram Bucek Sengaji.
Ket.: Raja Lamahala (baju hitam dan berkumis) di antara Raja-raja Koalisi Kerajaan Solor Watan Lema bersama Jendral Belanda dalam rangka pengusiran Portugis dari Kerajaan Lohayong, Solor. Sumber: Instagram Bucek Sengaji.
Sistem pemerintahan Kerajaan Lamahala, secara faktual, masih berlaku sampai dengan saat ini. Di antaranya, yakni untuk menjadi kepala desa, seorang mesti berasal dari Tiga Suku Raja (Bela Tello) sebagaimana pimpinan pada Kerajaan Lamahala di masa silam. 

Begitupun menjadi Imam Masjid Jami' (Besar) Alma'ruf Lamahala harus berasal dari Suku Serang, serta berbagai urusan sosial kemasyarakat lainnya mesti bersandarkan pada aturan Kerajaan Lamahala sejak masa silam. 

Ket.: Masjid Jami' Alma'ruf Lamahala. Sumber: visitadonara.com.
Ket.: Masjid Jami' Alma'ruf Lamahala. Sumber: visitadonara.com.
Saat ini di Desa Lamahala Jaya dengan jumlah penduduk 5.440 (RPJMDes Lamahala, 2007) seratus persen muslim. Fasilitas umum berbasis Islam di antaranya 13 masjid dan 20 Tempat Pengajian Alqur'an. Selain itu, terdapat makam pejuang Islam di Flores Timur yang memipin pasukan Koalisi Kerajaan Solor Watan Lema untuk mengusir Portugis dari Kerajaan Lohayong, Solor, pada 1613, yakni Pahlawan Kapitan Lingga (Sabon, 2017).[pr]

Ket.: Makam Pejuang Islam Kapitan Lingga di Desa Lamahala Jaya. Sumber: Pribadi.
Ket.: Makam Pejuang Islam Kapitan Lingga di Desa Lamahala Jaya. Sumber: Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun