Oleh:Â
Dr. Ira Alia Maerani, Dosen FH Unissula,
Muhammad Luthfi Hakim, mahasiswa PBSI, FKIP Unissula
Mencintai yang dalam bahasa Inggris biasa kita kenal dengan love, atau dalam bahasa Arab dikenal dengan (hubbun) erat kaitannya dengan menyukai, menaruh hati, atau menaruh kasih sayang kepada seseorang atau sesuatu yang disukai atau disayangi tersebut. Ketika kita mencintai seseorang atau sesuatu tentu kita akan melakukan apa saja demi yang kita cintai tersebut. Misalnya seperti mempertahankannya dari segala yang mungkin bisa meruntuhkannya atau menghancurkannya.
Mencintai tanah air Indonesia merupakan paham atau ajaran nasionalisme yang merupakan kewajiban setiap warga negara Indonesia. Setiap warga negara Indonesia mempunyai kewajiban dan peran untuk menjaga harkat dan martabat bangsa Indonesia dari segala macam yang dapat mengancamnya.
Kewajiban tentang membela negara sendiri telah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (3) yang berbunyi:
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita wajib melakukan upaya pembelaan negara yang tentunya harus dengan rasa nasionalisme yang timbul dari diri kita sendiri.
Dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia nasionalisme berarti paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara.  Nasionalisme atau rasa cinta tanah air  adalah rasa kebanggaan, menghormati, menghargai, memiliki dan loyalitas yang dimiliki oleh setiap individu pada negara tempat ia tinggal yang tercermin dari perilaku membela, menjaga dan melindungi tanah airnya, rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negaranya, mencintai adat atau budaya yang ada dinegaranya dengan melestarikannya.
Generasi muda yang memiliki rasa nasionalisme atau cinta tanah air akan berusaha mengerahkan segala daya dan upaya untuk melindungi, menjaga kedaulatan, kehormatan dan segala apa saja yang dimiliki oleh negaranya. Rasa inilah yang mendorong perilaku individu untuk menjaga negaranya dengan penuh dedikasi. Oleh karena itu, rasa seperti ini perlu ditumbuhkembangkan dalam jiwa setiap individu yang menjadi warga dari sebuah negara atau bangsa.
Nasionalisme juga telah diajarkan dan dianjurkan dalam Islam. Islam sebagai agama yang sempurna bagi kehidupan manusia mengatur fitrah manusia dalam mencintai tanah airnya, agar menjadi manusia yang dapat berperan secara maksimal dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki keseimbangan hidup di dunia dan akhirat. Beberapa dalil telah mengatur tentang betapa pentingnya nasionalisme atau cinta tanah air. Tentu saja selama itu semua tidak bertentangan dengan ajaran atau nilai-nilai Islam. Berikut adalah beberapa dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah:
Salah satu ayat Al-Qur'an yang menjadi dalil cinta tanah air menurut penuturan para ahli tafsir adalah Qur'an surat Al-Qashash ayat 85:Â
Artinya: "Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali." (QS. Al Qashash: 85)
Para mufassir dalam menafsirkan kata "" terbagi menjadi beberapa pendapat. Ada yang menafsirkan kata "" dengan Makkah, akhirat, kematian, dan hari kiamat. Namun menurut Imam Fakhr Al-Din Al-Razi dalam tafsirnya Mafatih Al-Ghaib, mengatakan bahwa pendapat yang lebih mendekati yaitu pendapat yang menafsirkan dengan Makkah.
Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirnya Ruhul Bayan mengatakan:
 - - : ....... .
Artinya: "Di dalam tafsirnya ayat (QS. Al-Qashash:85) terdapat suatu petunjuk atau isyarat bahwa "cinta tanah air sebagian dari iman". Rasulullah SAW (dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; "tanah air, tanah air", kemudian Allah SWT mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah)..... Sahabat Umar RA berkata; "Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air lah, dibangunlah negeri-negeri". (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr, Juz 6, hal. 441-442)
 Ayat Al-Qur'an selanjutnya yang menjadi dalil cinta tanah air, menurut ahli tafsir kontemporer, Syekh Muhammad Mahmud Al-Hijazi yaitu pada QS. At-Taubah ayat 122.
Artinya: Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah: 122)
Syekh Muhammad Mahmud al-Hijazi dalam Tafsir al-Wadlih menjelaskan ayat di atas sebagai berikut:
 . .
 Artinya: "Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa belajar ilmu adalah suatu kewajiban bagi umat secara keseluruhan, kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad, dan mempertahankan tanah air juga merupakan kewajiban yang suci. Karena tanah air membutuhkan orang yang berjuang dengan pedang (senjata), dan juga orang yang berjuang dengan argumentasi dan dalil. Bahwasannya memperkokoh moralitas jiwa, menanamkan nasionalisme dan gemar berkorban, mencetak generasi yang berwawasan 'cinta tanah air sebagian dari iman', serta mempertahankannya (tanah air) adalah kewajiban yang suci. Inilah pondasi bangunan umat dan pilar kemerdekaan mereka." (Muhammad Mahmud al-Hijazi, Tafsir al-Wadlih, Beirut, Dar Al-Jil Al-Jadid, 1413 H, Juz 2, hal. 30)
 Nabi juga menegaskan betapa pentingnya untuk cinta tanah air. Seperti sabda beliau  sebagai berikut:
.......
Artinya: "Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany (wafat 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari (Beirut, Dar Al-Ma'rifah, 1379 H, Juz 3, hal. 621), menegaskan bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil (petunjuk): pertama, dalil atas keutamaan kota Madinah; kedua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya.
Sependapat dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar, Badr Al-Din Al-Aini (wafat 855 H) dalam kitabnya 'Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari menyatakan:
 :
Artinya; "Di dalamnya (hadits) terdapat dalil (petunjuk) atas keutamaan Madinah, dan (petunjuk) atas disyari'atkannya cinta tanah air dan rindu padanya." (Badr Al-Din Al-Aini, Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya'i Al-Turats Al-Arabi, Juz 10, hal. 135)
Imam Jalaluddin Al-Suyuthi (wafat 911 H) dalam kitabnya Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih menyebutkan:
 : : : : . : . (): "" : "" . (): . ( ) :
Artinya: "Bercerita kepadaku Sa'id ibn Abi Maryam, bercerita padaku Muhammad bin Ja'far, ia berkata: mengkabarkan padaku Humaid, bahwasannya ia mendengan Anas RA berkata: Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat tanjakan-tanjakan Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya. Berkata Abu Abdillah: Harits bin Umair, dari Humaid: beliau menggerakkannya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. Bercerita kepadaku Qutaibah, bercerita padaku Ismail dari Humaid dari Anas, ia berkata: dinding-dinding. Harits bin Umair mengikutinya." (Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih, Riyad, Maktabah Al-Rusyd, 1998, Juz 3, hal. 1360)
 Sependapat dengan Ibn Hajar Al-Asqalany, Imam Suyuthi di dalam menjelaskan hadits sahabat Anas di atas, memberikan komentar: di dalamnya (hadits tersebut) terdapat unsur disyari'atkannya cinta tanah air dan merindukannya. Ungkapan yang sama juga disampaikan oleh Syekh Abu Al Ula Muhammad Abd Al-Rahman Al-Mubarakfuri (wafat 1353 H), dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi Syarh at-Tirmidzi (Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Juz 9, hal. 283) berikut:
 .
Di Indonesia sendiri khususnya kalangan warga Nahdliyyin tentu mengenal lagu kebangsaan (ya lal wathon). Lagu yang merupakan gubahan dari pahlawan Nasional KH Abdul Wahab Chasbullah tersebut dibuat pada tahun 1916 untuk menanamkan benih-benih cinta tanah air pada setiap pemuda, yang pada akhirnya bisa menjadi energi positif bagi rakyat Indonesia secara luas sehingga perjuangan tidak berhenti pada tataran wacana, tetapi pergerakan sebuah bangsa yang cinta tanah airnya untuk merdeka dari segala bentuk penjajahan. Berikut adalah lirik lagu yang tersebut:
"Pusaka hati wahai tanah airku
Cintamu dalam imanku
Jangan halangkan nasibmu
Bangkitlah, hai bangsaku!
Indonesia negriku
Engkau Panji Martabatku
Siapa datang mengancammu
'Kan binasa dibawah dulimu!"
Lagu pengobar nasionalisme tersebut diperkenalkan di berbagai madrasah, pesantren, dan perkumpulan diskusi  dan memang sengaja disajikan dengan bahasa Arab untuk mengecoh para penjajah Belanda, seperti yang diutarakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siroj. "Kalau pakai bahasa Indonesia," katanya, "maka ditangkap Belanda, karena itu kan lagu penyemangat santri. Paling Belanda ngira kalau mereka yang melafalkan Ya Ahlal Wathan itu sedang tahlil". Maka semangat  nasionalisme seperti Kiai Wahab inilah yang patut senantiasa kita contoh dan tiru.
Tak hanya dengan angkat senjata melawan penjajah seperti yang dilakukan pada zaman revolusi dahulu, ada banyak sekali cara untuk menjaga dan membela harkat dan martabat bangsa Indonesia di zaman sekarang ini. Diantaranya ialah:
- Setia kepada ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945
- Mengabdikan diri sesuai dengan profesinya masing-masing
- Menaati dan mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah (taat hukum)
- Membayar pajak yang telah ditetapkan oleh pemerintah (taat pajak)
- Mencintai produk-produk dalam negeri
- Melaksanakan hak dan kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku
Sedangkan nasionalisme di kala pandemi seperti sekarang dapat dilakukan dengan cara mematuhi protokol kesehatan 5M yang telah ditetapkan pemerintah yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, membatasi mobilitas dan interaksi, dan menjauhi kerumunan.
Rasa nasionalisme tersebut tentu sangat penting untuk ditanamkan dan dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang belum juga berakhir.
Jika di masa lalu seluruh komponen bangsa dengan rasa nasionalisme tinggi bersatu berjuang melawan penjajah untuk merebut kemerdekaan, maka sekarang ini kita sebagai bangsa Indonesia dengan rasa nasionalisme tinggi pula harus bersatu melawan Covid-19.
Harus selalu ditanam dan dipupuk dalam jiwa bahwa nasionalisme adalah kewajiban setiap warga negara. Semua elemen masyarakat baik muda maupun tua, dan apapun profesinya diwajibkan senantiasa berperan serta dalam menjaga keutuhan NKRI.
Maka dengan memiliki rasa nasionalisme atau cinta tanah air yang tinggi dan didukung dengan kesadaran dan kedisiplinan dari setiap elemen masyarakat semoga pandemi di negeri kita ini segera berakhir sehingga kita semua dapat hidup seperti sedia kala.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI