Akhrij ma fil-jayb, ya'tika ma fil-ghayb - keluarkan isi kantongmu (uangmu untuk bersedekah), niscaya akan datang rezeki dari yang tidak kita sangka (Habib Hasan bin Ahmad Baharun)
Dalam hidup, tentunya kita pernah berbagi. Baik itu kepada keluarga kita, tetangga kita, ataupun kepada seseorang yang membutuhkan. Berbagi atau yang dalam Islam disebut sedekah merupakan sesuatu yang sangat baik untuk dilakukan. Tentu tak jadi masalah tatkala kita berbagi secara terang-terangan ataupun secara diam-diam. Sebab, kedua hal itu tetaplah indah, selama hati tidak mengucapkan, "kalau tidak ada saya yang berbagi, maka kamu akan kesusahan"
Fenomena berbagi atau bersedekah tentunya sudah banyak kita lihat di sekitar kita. Pada sekarang ini, mau seseorang yang memiliki harta yang berlimpah ataupun yang pas-pasan, sudah banyak dari mereka yang dengan ikhlasnya mengeluarkan hartanya untuk bersedekah kepada seseorang yang mereka temui. Bahkan, pada saat bulan Ramadhan tiba, banyak sekali kita lihat seseorang dermawan yang membagikan makanan atau takjil untuk mereka yang ingin buka puasa.
Semakin banyak kita memberi, semakin banyak pula kita menerima; begitulah ungkapan ketika kita bersedekah. Tentu, sebagian besar dari kita sudah tau efek daripada sedekah kepada orang lain. Akan tetapi, hanya sebagian kecil dari kita yang bukan sekedar tau, tapi melaksanakan apa yang sudah ia ketahui. Dalam artian, ia mengeluarkan hartanya untuk bersedekah kepada seseorang yang membutuhkan.
Terkadang kita bertanya-tanya, kenapa kita harus berinfak atau bersedekah kepada orang lain. Jawaban utamanya, bukan soal menolong atau membantu orang lain. Akan tetapi karena sedekah merupakan sebuah perintah dari Allah SWT. Siapalah kita di dunia ini yang hanya dititipkan harta. Kalau bukan atas kehendak Allah, tidak mungkin harta yang kita punya sekarang ada di tangan kita. Â Dalam artian lain, harta yang datang kepada kita sejatinya bukan kepemilikan kita. Maka sudah sepatutnya, kita tidak menyombongkan diri atas harta yang kita punya, melainkan kita harus menggunakan harta yang dititipkan itu untuk perbuatan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Berbicara tentang sedekah bukan berbicara tentang seseorang yang mempunyai banyak uang. Betul memang, sedekah identik dilakukan oleh orang-orang kaya. Namun, bukan berarti tidak bisa dilakukan oleh orang-orang yang ekonominya menengah ke bawah. Sebab, Allah tak pernah menentukan seberapa banyak sedekah yang harus kita keluarkan. Sama sekali tidak. Justru, Allah membebaskan setiap hambanya untuk bersedekah sesuai dengan kemampuannya.
Pernah satu ketika, sebagai seseorang yang tidak banyak harta, kami sebagai murid pernah bertanya kepada guru ngaji kami, "wahai ustadz, terkadang kami iri kepada orang kaya yang dengan gampangnya bisa bersedekah kemanapun yang ia mau, beda cerita dengan kami yang hidupnya pas-pasan, mau bersedekah saja, kami harus mikir-mikir." Tak lama setelah berpikir sejenak, beliau menjawab pertanyaan kami, "memang betul, sedekah merupakan amalan yang dilakukan oleh orang-orang kaya. Dan kita tentu saja boleh iri kepada mereka yang menggunakan kekayaannya untuk bersedekah. Akan tetapi, tidakkah kalian tau, bahwa ketika kalian yang hidupnya pas-pasan bersedekah, tentu hal itu sungguh jauh luar biasa dan istimewa daripada ketika orang kaya bersedekah. Sebab, ketika orang kaya itu bersedekah, hal itu merupakan hal yang biasa, karena mudah sekali bagi mereka untuk mengeluarkan uang."
Ucapan dari guru kami tersebut tentu saja membuat kami semakin sadar, bahwa sedekah itu bukan soal stasus ekonomi, tapi soal keikhlasan hati kita. Sebab, ketika kita lihat realita pada umumnya, masih banyak dari kita yang ketika disuruh sedekah, kita malah mundur dan berdalih, "nanti saya akan bersedekah kok." Dalam lain hal, seseorang yang seperti itu hanya kepingin bersedekah, tetapi nyatanya, mereka takut bahwa ketika ia sedekah dan berbagi pada orang yang membutuhkan, uangnya akan cepat habis.
Ketika kita pikirkan kembali, kenapa Allah menganjurkan dan memperintahkan kita untuk bersedekah, tentu kita akan menduga dan menjawabnya sebagai jalan untuk berbuat baik dan membantu orang lain. Padahal, esensi dari adanya sedekah ini utamanya sebagai jalan untuk menaklukkan ego yang ada di diri kita; melatih keikhlasan kita. Kita tentunya menyadari, biasanya kita cenderung melekat kepada apa yang kita miliki. Rata-rata dari kita pasti akan perhitungan terkait persoalan uang. Banyak dari kita, ketika bertemu pengemis di jalanan atau setidaknya tetangga yang membutuhkan uluran tangan kita, kita malah mengabaikannya; kita malah pura-pura menutup mata. Terkadang, kita lebih rela dan lebih senang mengeluarkan dan menghabiskan uang untuk jalan-jalan ke luar kota ataupun ke luar negeri, sedangkan untuk membantu tetangganya yang sedang serba kekurangan saja mereka pura-pura tidak peduli.
Sungguh aneh rasanya, bila kebanyakan dari kita menganggap bahwa sedekah akan membuat harta kita semakin berkurang dan sia-sia belaka. Justru hal itu merupakan sebuah kekeliruan dan tentu saja dibantah oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam hadits Riwayat Muslim, Nabi SAW pernah bersabda: man naqoshot shodaqotun min maalin, bal yazdad, bal yazdad, bal yazdad - sedekah tidaklah mengurangi harta, melainkan akan bertambah, bertambah, dan terus bertambah.
Barangkali kita pernah mendengar satu kisah yang sangat masyhur tentang pengusaha asal Mesir yang menjadikan Allah sebagai mitra ke-10 nya dalam berbisnis. Pada awal mulanya, seorang pengusaha bernama Ir. Sholah Athiyah mengajak 8 orang temannya untuk membuat bisnis tentang peternakan unggas. Sebagaimana membangun bisnis pada masa awal yang sangat sulit sekali dalam mengumpulkan modal, akhirnya 9 orang tersebut rela menjual tanah hingga meminjam perhiasan istri mereka.
Bersamaan dengan itu, agar bisnisnya dapat berjalan dengan baik, akhirnya 9 orang itu sepakat untuk menambah 1 mitra lagi. Setelah lama dicari, dan tak kunjung menemukan mitra ke-10 tersebut, akhirnya Ir. Sholah menyarankan agar Allah saja yang dijadikan mitra ke-10 dengan harapan dan janji, Allah yang akan menjaga dan melindungi segala marabahaya dan wabah penyakit. Jadinya, ketika nanti perusahaan itu sedang untung, 10% dari keuntungan tersebut, akan menjadi milik Allah. Dengan kata lain, 10% keuntungan tersebut akan disedekahkan kepada seseorang yang membutuhkan.
Singkat cerita, seiring berjalannya waktu, bisnis mereka terus berkembang dengan pesat, sampai-sampai bagian Allah yang awalnya 10% tersebut, terus naik jadi 20%, naik lagi menjadi 50%, hingga pada puncaknya menjadi 100%. Tentu saja, keuntungan yang menjadi milik Allah itu menjadi dampak yang sangat besar, bukan hanya tertuju pada sekelumit orang saja, akan tetapi adanya keuntungan tersebut hingga membuat sekolah dan universitas beserta jalur kereta api yang ada disana dapat terbangun.
Dari kisah tersebut, kita tentunya harus semakin yakin, bahwa ketika kita bersedekah kepada orang lain, Allah akan menggantinya jauh lebih banyak dengan rezeki yang tidak kita duga. Tentu, dahsyatnya kita bersedekah itu, tidak melulu dibales dengan bertambahnya uang yang kita punya saja. Lebih detailnya, ketika kita membiasakan bersedekah setiap harinya, Apalagi pada waktu pagi hari, kita dapat terhindar dari segala keburukan, musibah, dan bala. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW di dalam haditsnya: Baakiru bishodaqoh fainnal balaa' la yatakhotto shodaqoh -- Bersegeralah dalam bersedekah, sesungguhnya bala tidak akan datang, ketika kita sudah mendahului sedekah.
Untuk itu, mumpung masih ada umur dan belum berada di alam kubur, biasakan dan teruslah bersedekah. Walaupun hanya membagikan kue yang tidak seberapa harganya; walaupun dengan memberikan sedikit sayur yang kita masak lalu diberikan kepada tetangga kita. Tentu, sedekah kita yang sedikit itu pasti akan sampai dan diterima oleh Allah SWT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H