Mohon tunggu...
Muhammad Rafif
Muhammad Rafif Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

Selama belum masuk ke liang lahat, selama itu pula kewajiban menulis harus ditunaikan

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Jadilah Orangtua yang Bijaksana

10 Desember 2023   18:37 Diperbarui: 10 Desember 2023   19:06 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu malam yang sejuk, Rifqy sedang makan malam di ruang makan. Di meja makan itu; ayah, ibu, dan adiknya juga tengah menyantap makanan dengan lahap. Selesai makan, tiba-tiba saja ayahnya berbicara bahwa Ia baru saja mendapatkan kenaikan pangkat, dan menduduki jabatan struktural baru yang tentunya lebih tinggi dari sebelumnya. Mendengar hal itu, sontak saja mama, Rifqy, dan adiknya bahagia sekali dan mengucapkan selamat secara bergantian kepada ayahnya. Setelah memberikan ucapan selamat, tiba-tiba saja, mama nya Rifqy langsung memberikan petuah kepada anak pertama nya. 

"Sehabis kamu lulus kuliah nanti, pokoknya kamu harus jadi pegawai seperti ayah, mamah gamau kamu jadi yang lain, apalagi menjadi penulis yang belum tentu bisa cepat sukses" 

"Tapi mah, Rifqy kan punya cita-cita dan impian sendiri, kenapa harus dituntut untuk seperti ayah, kan masa depan Rifqy, Rifqy yang menentukan."

"heeeii...Jangan membantah lah, ikuti saja perintah dari kami, lagi pula ini demi kebaikan kamu juga tau." Ucap mamanya dengan nada tinggi.

Selesai makan malam itu, Rifqy langsung menuju ke kamarnya dan mengunci pintu kamarnya. Ia hanya bisa menangis dan memendam rasa kesal yang tidak ia ungkapkan kepada mama nya.

Ketika kita dilahirkan di dunia sebagai seorang anak, tentunya kita tidak bisa memilih dari rahim ibu siapa kita dilahirkan. Kita pun juga tak bisa menentukan siapakah sosok yang pertama kali menyambut kita dengan mengazankan dan mengiqomahkan di telinga kita. Bahkan, kita pun pada saat itu tak tau, apakah kita dilahirkan dari orang tua yang selalu mendidik kita atau orang tua yang selalu menghardik kita.

Dalam realitanya masing-masing, ada yang mensyukuri dan senang sekali mendapatkan orang tua yang baik; namun ada juga yang menyesali bahwa ia terlahir dari orang tua yang toxic. Ketika kita mendapatkan orang tua jenis pertama -yang perhatian sama anaknya, diberikan kasih sayang, di dukung terus-menerus, tidak menuntut- orang tua yang bermodel partisipatif tentu itu adalah anugerah yang tak terhingga, dan kita beruntung mendapatkan itu.

Akan tetapi, tidak semua anak mendapatkan orang tua yang bijak; tidak semua anak merasakan bagaimana dididik oleh orang tua yang selalu membangun mental anaknya. Ketika kita lihat pada hari ini, banyak sekali kita temukan di media sosial, seseorang yang berkeluh kesah mendapatkan orang tua yang cenderung menjatuhkan mental anaknya. Orang tua tipe seperti ini (toxic) pastinya bukan tidak sayang kepada anaknya, namun cara didiknya yang sungguh ketat dan otoriter, sehingga menyebabkan kita sebagai anak diperlakukan bagaikan burung dalam sangkar. Dalam artian lain, kita sebagai anak, selalu terikat dan selalu di bawah bayang-bayang pilihan yang ditentukan oleh orang tua kita.

Sebagai manusia yang tidak luput dari kata sempurna, seorang anak pastinya melakukan kesalahan yang ia lakukan baik semasa kecilnya maupun ketika ia sudah dewasa. Tentu, ketika orang tua sering memarahi dan bahkan membentak sang anak sewaktu kecilnya tatkala ia melakukan kesalahan yang ringan, hal ini akan membentuk karakter sang anak menjadi pesimis dan tidak berani mengambil keputusan. Bukankah, sang anak akan belajar dari kesalahan yang ia lakukan?

Pola didik seperti itu akan membuat sang anak tentunya menjadi tidak bebas dan tidak bisa bereksplorasi lebih jauh. Dari pengalaman yang kita alami sebagai seorang anak, seringkali orang tua tipe kedua itu tidak akan mengizinkan anaknya untuk menginap di tempat temannya apalagi pergi ke luar kota bersama teman-temannya. Sebab sedari kecil, anak tersebut sudah dibatasi untuk tidak terlalu sering bermain di luar. Mungkin saja, maksud dari orang tua itu baik, untuk menjaga sang anak; akan tetapi ketika orang tua terus membatasi dan terlalu mengekang anak ini hingga dewasanya, jangan kaget kalau anak itu akan memakai jurus membohongi orang tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun