Anchor Boneeto dalam risetnya yang berjudul Understanding Indonesian Kids menguraikan bahwa sebagian besar anak Indonesia itu dibesarkan dengan cara yang salah. Betapa sering kita lihat seorang anak yang dididik dengan tekanan sosial yang tinggi seperti salah satunya harus selalu rangking teratas di sekolah, kalau tidak mendapatkan 10 besar, maka akan di marahi abis-abisan. Hal tersebut tentu tidak berdampak baik bagi sang anak.
Bukan hanya sampai disitu, bahkan ketika dewasanya, pilihan seperti mau kuliah dimana, urusan pekerjaan, bahkan sampai nikah pun harus sesuai dengan pilihan dan kehendak orang tua. Seakan orang tuanya itulah yang menjalani itu semua. Padahal, anak punya jalan hidup dan keinginannya sendiri. Ketika keinginan anak terus disetir oleh orang tuanya dan dipaksakan agar menuruti kehendak orang tua, maka apapun yang dijalani oleh anak pastinya tidak akan optimal.
Setiap generasi mempunyai impian dan pilihannya tersendiri. Sebagai orang tua yang bijak, seharusnya mereka hanya mangarahkan dan mendukung aktivitas sang anak apabila hal itu memang sesuatu yang baik baginya. Biarlah, mereka sebagai anak menentukan masa depan mereka sendiri. Kita sebagai orang tua sudah seharusnya menghargai pilihan anak, toh anak itu sudah dewasa dan bisa menentukan kehidupannya, tolong hargai saja. Jangan sampai, ketika anak itu lebih memilih pilihannya sendiri daripada pilihan orang tua nya; lantas anak itu di cap sebagai anak yang tidak berbakti. Bukan begitu menjadi orang tua yang bijak.Â
Menjadi orang tua yang bijak itu memang tidak mudah. Selain harus menghargai setiap keputusan yang diambil oleh sang anak, memberikan perhatian kepadanya; orang tua pun  harus ikhlas karena sudah banyak mengeluarkan banyak biaya untuk anaknya. Sebab banyak sekali yang berada dalam situasi, ketika sang anak sedang tidak patuh dan tidak mau menuruti keinginan mereka, lantas orang tua langsung mengungkit biaya yang telah mereka keluarkan untuk anaknya. Tentu, situasi seperti itu akan memungkinkan anak itu semakin melawan terhadap orang tuanya.
Sebagai seseorang yang masih berstatus sebagai anak, tentu saya bukan sedang menjelekkan para orang tua secara keseluruhan. Akan tetapi, ketika kita melihat kejadian hari ini, dimana sebagian kecil orang tua yang melakukan kekerasan kepada anaknya, baik secara psikis apalagi verbal, tentunya sangat miris sekali. Sebab sering kita lihat, orang tua yang katanya sayang kepada anaknya yang masih kecil, tetapi ketika anaknya melakukan kesalahan, anak itu langsung dimarahi bahkan ada juga yang sampai menyiksa sang anak tersebut. Bagaimana anak bisa berbakti kepada orang tua, sementara orang tua tidak terlebih dahulu berbakti kepada anaknya. Orang tua seperti itu, pantas kita sebut sebagai orang tua yang durhaka kepada anaknya.
Tentunya kita tau dan ingat, anak juga punya hak tersendiri yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Ketika kita ingin menjadi orang tua yang dicintai oleh sang anak, maka kita harus penuhi segala apa yang dibutuhkan oleh sang anak. Ketika kita ingin menjadi orang tua yang bijak, kita tak boleh untuk memaksakan kehendak dan impian sang anak. Orang tua juga tidak boleh untuk mengekang terlalu berlebihan kebebasan sang anak. Ingatlah, anak akan patuh dan berbakti kepada orang tua, ketika orang tua mampu menjalankan kewajibannya sebagai pendidik pertama bagi sang anak. Rudolf Steiner -seorang filsuf yang mendirikan sekolah Waldorf- pernah mengatakan, Receive the children in reverence, educate them in love, and send them forth in freedom - Terimalah anak-anak dengan penuh hormat, didiklah mereka dengan kasih, dan lepaskan mereka ke masa depan dengan kebebasan.
So, jadilah orang tua yang terbaik, maka sang anak akan tumbuh dan berkembang menjadi seseorang yang patuh terhadap kedua orang tuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H