Mohon tunggu...
Muhammad Rafif
Muhammad Rafif Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

Selama belum masuk ke liang lahat, selama itu pula kewajiban menulis harus ditunaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Satu-Satunya yang Gratis adalah Bernafas

10 Maret 2023   16:57 Diperbarui: 10 Maret 2023   17:36 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: iStock via Canva

Sebab, ketika tukang parkir liar dibiarkan begitu saja, maka kerugian yang ditimbulkan bukan hanya terjadinya saling cekcok antara tukang parkir dan pelanggan; akan tetapi dari segi pendapatan daerah juga dirugikan. DKI Jakarta misalnya, pendapatan parkir liar di daerah tersebut pada tahun 2022 saja bisa mencapai 460 M. Tentunya 460 M itu adalah angka yang sungguh bombastis. Apabila dibandingkan dengan pajak parkir yang diterima pemda DKI Jakarta pada tahun 2022 sebesar 375 M, tentu penghasilan pajak parkir akan kalah dengan pendapatan parkir liar secara keseluruhan.

Selain masalah parkir yang sudah banyak di komersialkan, urusan buang air di toilet umum pun sekarang sudah banyak yang di uangkan. Kita bisa lihat di tempat wisata, rest area tol, bahkan di pinggir jalan sekalipun, seseorang yang ingin buang air di tempat tersebut harus dikenakan tarif. Buang air kecil 2000; Buang air besar 3000; begitulah bunyi tulisan di kertas yang ditempeli di dinding toilet.

Sama hal nya seperti parkir, toilet umum pun sebenarnya tak selamanya berbayar. Ada juga seperti di mall, SPBU, yang ketika kita ke toilet tempat itu, kita tidak dikenakan biaya se-peserpun. Sebab hal itu sudah menjadi bagian pelayanan bagi pengunjung yang datang ke tempat tersebut. Walaupun sebagian besar toilet mall itu gratis, namun jangan salah, ada juga salah satu mall yang dikenakan tarif ketika kita ke toilet tersebut. Mahal lagi tarifnya.

Pernah saya lihat di media sosial, ada mall yang toiletnya super mewah, hingga pengunjung yang ingin buang air ke toilet itu dikenakan tarif sebesar 7500. Tentu ini mengejutkan kantong atau dompet pengunjung yang uangnya pas-pasan. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah sebuah permasalahan berarti bagi orang yang mampu. Biarkan yang punya banyak uang, buang air di toilet yang dilabeli 'premium' itu.

Akan tetapi, ketika pihak mall itu adil dalam melayani pengunjungnya, tentu pihak mall tersebut akan menyediakan juga toilet lain yang gratis, yang tidak dikenakan tarif. Hal ini dimaksudkan agar pengunjung yang tidak punya uang lagi di dompetnya itu bisa dengan mudah ke toilet tersebut. Coba bayangkan, apabila kita di posisi tidak ada uang lagi yang tersisa, namun di mall tersebut hanya ada toilet premium, sementara kita sudah kebelet untuk buang air; apa yang harus kita lakukan? masa harus buang air sembarangan di sekitar mall tersebut.

Pada akhirnya, begitulah sekelumit gambaran hidup di zaman sekarang. Hal yang remeh temeh saja sampai dikenakan tarif; apalagi hal-hal yang vital lainnya. Mungkin kalau kita pikirkan, hanya ketika kita bernafas saja yang gratis. Selebihnya, semuanya bisa dicuankan; semuanya bisa di duitkan; semuanya bisa dikomersialkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun