Mohon tunggu...
Muhammad Rafif
Muhammad Rafif Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

Selama belum masuk ke liang lahat, selama itu pula kewajiban menulis harus ditunaikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berpakaianlah Sesuai Kemampuan Bukan Karena Ikut-ikutan!

8 Januari 2023   19:21 Diperbarui: 8 Januari 2023   19:23 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Canva

Sebagaimana yang diketahui, kita sebagai manusia memang tidak terlepas dari omongan orang lain. Segala apapun yang ada dan menempel di diri kita, bisa menjadi bahan pergibahan, termasuk pakaian yang kita kenakan.

Maka berhubungan dengan itulah, banyak sekali dari kita yang hidup di zaman ini, mengikuti dan membeli pakaian yang sedang trend, agar terlepas dari omongan orang lain. Sebab ketika kita tidak berpakaian sesuai dengan trend yang ada sekarang, kita akan dihina dengan sebutan udik atau ketinggalan zaman.

Pemicu itulah yang telah meracuni sebagian besar dari kita, utamanya anak yang baru remaja. Banyak dari mereka yang berpakaian hanya karena ingin diakui oleh orang lain. 

Banyak dari mereka, yang berpakaian memaksakan harus mengikuti role model nya, walaupun pada realitanya ia adalah seseorang yang tak mampu secara ekonomi. 

Fenomena semacam itu tentunya telah merusak pola pikir mereka yang terlalu mengedepankan gengsi daripada fungsi. Padahal, kita itu berpakaian untuk menutupi aurat kita; untuk melindungi tubuh kita dari pancaran sinar matahari; bukan untuk memuaskan hati orang lain.

Pada kehidupan yang sudah dipenuhi oleh tipu daya, kita telah teracuni pada segala yang sedang viral hari ini. Dimana, kita seringkali ikut-ikutan orang lain dalam membeli sesuatu, termasuk pakaian. 

Ketika seperti ini, Hal ini tentunya menandakan bahwa eksistensi manusia pada saat ini sudah bukan ditentukan oleh dirinya sendiri, tapi telah ada campur tangan orang lain disitu. 

Sebagian besar dari mereka merasa malu ketika pakaiannya jauh lebih murah daripada yang lainnya, sehingga ketika keadaannya seperti itu, ia memaksakan kehendak untuk membeli kembali pakaian yang sedang viral, yang sebenarnya ia tidak perlu beli. Hal ini tentunya miris sekali, apabila ia membeli pakaian mahal hanya untuk gaya-gayaan saja dan tidak sesuai dengan kemampuan ekonominya.

Padahal kita itu manusia, yang bisa bebas menentukan pilihan kita sendiri, termasuk pilihan berpakaian kita. Tak perlu merasa minder dan malu, ketika pakaian kita murah dan tidak sesuai dengan trend yang ada hari ini, Asalkan pakaian itu nyaman kita gunakan, no problem. Tuhan tidak akan menuntut kita kok ketika kita tidak bisa berpakaian mewah. 

Ketika kita dihina oleh orang lain sebab pakaian kita tak sebagus mereka, tidak usah terbebani oleh perkataan buruk mereka. Cukup petik pelajaran dari sana, bahwa tak selamanya pakaian yang mahal yang mereka gunakan berbanding lurus dengan akhlak mereka yang terlampau cukup murahan.

Kita bebas mengenakan pakaian apa saja yang ingin kita pakai. Jangan merasa terbatasi dikarenakan omongan orang lain. Kita bebas memutuskan pakaian yang pantas kita gunakan sesuai dengan kemampuan kita.

Akan tetapi, ucapan dari Sartre yang berbunyi: "Hell, is other people", tentunya menggambarkan bahwa keberadaan orang lain terkadang memang membatasi kebebasan yang ingin kita ciptakan. 

Kita acapkali kehilangan kebebasan kita sendiri, karena segala yang kita lakukan itu hanyalah untuk memenuhi tuntutan yang berasal dari pandangan mereka yang mendominasi hidup kita. 

Dalam kasus ini, seolah-olah kita wajib ikut gaya berpakaian mereka. Dan ketika kita tak mampu untuk mengikuti mereka, kita akan dialienasi oleh kelompok mereka. Kita akan dikatakan aneh karena tidak mengikuti model yang mereka pakai.

Padahal penampilan tak sepantasnya menjadi alat untuk menghakimi orang lain, juga menjadi alat untuk menghakimi diri kita sendiri. Pada dasarnya, sebagian besar dari kita berpakaian bagus hanya untuk menyamai teman-teman kita, bukan agar kita nyaman memakainya. 

Seringkali kita merasa kekurangan baju ketika melihat model pakaian baru yang digunakan teman kita. Sehingga pada keesokan harinya, kita sampai memaksakan diri untuk membeli baju yang sebenarnya belum kita butuhkan. Inilah salah satu penyakit yang ada di diri kita.

Dalam perspektif Islam, kita tidak dilarang untuk berpenampilan mewah dan bagus, asalkan kita mampu membelinya dan tidak memaksakan kehendak, tak ada masalah. Yang menjadi permasalahan dan persoalan saat ini adalah banyak sekali anak-anak muda yang pakaiannya mewah, namun pada realitanya mereka adalah orang susah. 

Pada hal ini, bukan berarti orang yang susah secara ekonomi tak pantas untuk menggunakan penampilan yang mewah, akan tetapi kita seharusnya lebih menyesuaikan dan lihat kemampuan kita terlebih dahulu. 

Nabi Muhammad SAW adalah seseorang yang kita kenal sangat sederhana dalam berpenampilan. Tetapi pada suatu ketika beliau dihadiahi sebuah pakaian bagus dan terbilang cukup mewah, dan pada kesempatan itu beliau memakainya. 

Namun, dalam kesempatan lainnya, ketika di rumahnya tidak mendapati pakaian apapun selain sarungnya, beliau hanya keluar rumah dengan menggunakan kain sarung yang berguna untuk menutupi auratnya saja (Al Juhfri, 2020: 170).

Berpenampilan glamor dan mewah tidak dianggap dosa, kok. Bahkan, seseorang yang menempuh jalan Allah, tidak dilarang untuk mengenakan pakaian yang mewah, asalkan yang ia kenakan itu tidak untuk pamer terhadap orang lain; tidak untuk supaya ia lebih tinggi daripada orang lain; dan ia berpenampilan hanya untuk Allah dan menikmati karunianya. Namun, pada kenyataan hari ini, sangat sulit untuk menerapkan yang seperti itu. Sangat sulit untuk mencontoh Sayyidina al-Hasan (cucu Nabi SAW) yang walaupun berpenampilan terbilang mewah dan bagus, namun hatinya tidak terikat kepada penampilan yang ia kenakan.

Pakaian yang terlihat 'wah' belum tentu akan menjadikan ia sebagai seseorang yang terlihat istimewa juga disisi tuhannya. Artinya, ketika kita sambungkan sedikit ke dalam amalan-amalannya, belum tentu ia menjadi mulia disisi tuhannya. 

Sebaliknya, seseorang yang berpakaian biasa-biasa saja dan terlihat sederhana belum tentu ia adalah seseorang yang hina disisi tuhannya, bisa jadi ia adalah sesosok yang mulia. 

Sayyidina Uwais Al Qorni adalah seseorang yang begitu sederhana dalam berpakaian, sebab ia berasal dari kalangan tak mampu. Sebab berasal dari keluarga yang miskin dan sempat mempunyai penyakit lekra; Sehingga dalam lingkungannya, ia seringkali menjadi seseorang yang tidak diperhatikan dan tak dikenali oleh siapapun. Akan tetapi, banyak keistimewaan yang ada di dalam diri beliau, sampai-sampai Rasulullah SAW pernah memuji Uwais Al Qarni dengan sebutan: seorang laki-laki yang tak dikenal di bumi, namun terkenal di langit.

Dari kisah tersebut kita bisa berkesimpulan, mulia atau hinanya seseorang tidak dilihat dari penampilannya; tapi dari hatinya; dari amalan-amalannya; dan dari taat dan takwanya ia kepada Allah ta'ala. 

Jadi, tidak usah merasa risau, ketika kita dijauhi atau bahkan dihina oleh teman kita soal penampilan sederhana kita. Tidak usah merasa malu ketika pakaian kita tidak semahal dan tidak se-bandred yang teman kita punya. Kita masih bisa tampil indah kok, walaupun pakaian kita tidak mewah. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun