Akan tetapi, ucapan dari Sartre yang berbunyi: "Hell, is other people", tentunya menggambarkan bahwa keberadaan orang lain terkadang memang membatasi kebebasan yang ingin kita ciptakan.Â
Kita acapkali kehilangan kebebasan kita sendiri, karena segala yang kita lakukan itu hanyalah untuk memenuhi tuntutan yang berasal dari pandangan mereka yang mendominasi hidup kita.Â
Dalam kasus ini, seolah-olah kita wajib ikut gaya berpakaian mereka. Dan ketika kita tak mampu untuk mengikuti mereka, kita akan dialienasi oleh kelompok mereka. Kita akan dikatakan aneh karena tidak mengikuti model yang mereka pakai.
Padahal penampilan tak sepantasnya menjadi alat untuk menghakimi orang lain, juga menjadi alat untuk menghakimi diri kita sendiri. Pada dasarnya, sebagian besar dari kita berpakaian bagus hanya untuk menyamai teman-teman kita, bukan agar kita nyaman memakainya.Â
Seringkali kita merasa kekurangan baju ketika melihat model pakaian baru yang digunakan teman kita. Sehingga pada keesokan harinya, kita sampai memaksakan diri untuk membeli baju yang sebenarnya belum kita butuhkan. Inilah salah satu penyakit yang ada di diri kita.
Dalam perspektif Islam, kita tidak dilarang untuk berpenampilan mewah dan bagus, asalkan kita mampu membelinya dan tidak memaksakan kehendak, tak ada masalah. Yang menjadi permasalahan dan persoalan saat ini adalah banyak sekali anak-anak muda yang pakaiannya mewah, namun pada realitanya mereka adalah orang susah.Â
Pada hal ini, bukan berarti orang yang susah secara ekonomi tak pantas untuk menggunakan penampilan yang mewah, akan tetapi kita seharusnya lebih menyesuaikan dan lihat kemampuan kita terlebih dahulu.Â
Nabi Muhammad SAW adalah seseorang yang kita kenal sangat sederhana dalam berpenampilan. Tetapi pada suatu ketika beliau dihadiahi sebuah pakaian bagus dan terbilang cukup mewah, dan pada kesempatan itu beliau memakainya.Â
Namun, dalam kesempatan lainnya, ketika di rumahnya tidak mendapati pakaian apapun selain sarungnya, beliau hanya keluar rumah dengan menggunakan kain sarung yang berguna untuk menutupi auratnya saja (Al Juhfri, 2020: 170).
Berpenampilan glamor dan mewah tidak dianggap dosa, kok. Bahkan, seseorang yang menempuh jalan Allah, tidak dilarang untuk mengenakan pakaian yang mewah, asalkan yang ia kenakan itu tidak untuk pamer terhadap orang lain; tidak untuk supaya ia lebih tinggi daripada orang lain; dan ia berpenampilan hanya untuk Allah dan menikmati karunianya. Namun, pada kenyataan hari ini, sangat sulit untuk menerapkan yang seperti itu. Sangat sulit untuk mencontoh Sayyidina al-Hasan (cucu Nabi SAW) yang walaupun berpenampilan terbilang mewah dan bagus, namun hatinya tidak terikat kepada penampilan yang ia kenakan.
Pakaian yang terlihat 'wah' belum tentu akan menjadikan ia sebagai seseorang yang terlihat istimewa juga disisi tuhannya. Artinya, ketika kita sambungkan sedikit ke dalam amalan-amalannya, belum tentu ia menjadi mulia disisi tuhannya.Â