Menurutku orang miskin memang tak perlu membagikan curahan hati (curhat) nya pada orang kaya atau kaum berduit, apalagi perihal yang menyangkut hidup.
Alasannya adalah potensi perbedaan pemahaman dan cara pandang tentang kehidupan.
Perihal makan contoh sederhananya, kau kan tak mungkin curhat pada orang yang setiap harinya bingung untuk memilih makan apa, sedangkan dalam pikiranmu adalah "apakah aku hari ini bisa makan ?".
Pandangan dalam memilih tempat makan pasti akan juga mendapati perbedaan, orang miskin memilih warung makan yang penting murah dan banyak, rasa enak itu nomor ke sekian.
Sedangkan kaum borjuis itu memilih tempat makan yang cenderung mewah, enak, dan instagramable.
Namun sebagai perwakilan kaum miskin aku akan lebih bisa menghargai makanan.Â
Haram bagiku jika ada sebutir nasi yang tersisa di piring.
Karena aku sadar untuk mendapatkan sepiring nasi butuh jerih payah yang lebih dibandingkan mereka.
Pernah suatu ketika ada orang kaya yang heran atau lebih tepatnya sedikit mengejekku dengan kata, "nemen" atau dalam bahasa Indonesianya adalah, "kebangetan".
Dia melontarkan kata itu kepadaku pada saat aku mengutarakan bahwa pengeluaranku dalam sehari hanya sepuluh ribu saja.
Nominal itu pasti sangat kecil baginya, tapi memang dengan uang sebesar itu aku bisa makan dalam sehari, meski dengan catatan harus masak nasi sendiri.