Mohon tunggu...
Muhammad Yoffy ferdiansyah
Muhammad Yoffy ferdiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Menulis untuk aktualisasi | Email: yoffyferdiansyah48@gmail.com | IG: yoffischivenhauer_

Selanjutnya

Tutup

Financial

Menelaah Secara Filosofis mengenai Uang: dari Alat tukar Ekonomi, Politik hingga berubah menjadi sebuah kepercayaan!

10 Oktober 2022   14:05 Diperbarui: 27 Januari 2024   22:26 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menelaah secara Filosofis Mengenai Uang : dari alat tukar Ekonomi, Politik hingga berubah menjadi sebuah Kepercayaan

Secara filosofis Menelaah mengenai uang mulai dari alat tukar, masalah politik hingga kini berubah menjadi sebuah kepercayaan

Artikel ini akan membahas secara filosofis mengenai uang mulai dari Alat tukar ekonomi, Politik hingga menjadi kepercayaan

Uang adalah bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia dari masa kuno hingga modern. Ia seakan menjadi benda yang Amat sakti dalam banyak segi kehidupan. 

Tak jarang orang rela merampok, berperang, mengorbankan nyawa demi uang. Bahkan jabatan, Hak dan kekuasaan pun bisa didapatkan melalui uang. "tidak ada lagi yang gratis di dunia ini, mereka semua membutuhkan uang untuk mendapatannya" demikianlah kata-kata yang begitu populer belakangan ini. 

Namun dari semua kemelut tentang uang tersebut, pernahkah anda bertanya-tanya tentang Apa itu uang? Bagaimana sejarahnya berasal? Apa esensi dari uang yang menjadikannya begitu bernilai dimata manusia? Maka kini kita akan menyibak misteri itu satu-persatu. 

Dalam sejarahnya alat transaksi manusia sebelum menggunakan uang kertas maka masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara barter antar barang. petani yang membutuhkan lauk ikan dari laut kemudian saling bertukar dengan nelayan yang membutuhkan padi untuk nasi, semuanya berjalan dengan baik dan saling melangkapi. 

namun ternyata lama kelamaan teknik barter ini memiliki kelemahan yaitu tentang ukuran nilai kualitas antar benda. contohnya, bayangkan anda mempunyai sebuah toko kerajinan, di dalam toko itu anda menjual guci-guci yang indah. 

Untuk membuat sebuah guci yang indah anda harus mempunyai banyak persiapan seperti mencari jenis tanah liat yang bagus, punya transportasi pengangkut, perlu membuat peralatan untuk membuat kerajinan, butuh karyawan untuk membantu kebutuhan produksi, juga waktu yang dihabiskan untuk mengasah keterampilan dalam membuat kerajinan. 

Maka untuk membuat satu guci saja dibutuhkan "modal" yang banyak. Suatu ketika ada seorang yang kagum dan ingin menukarkan satu guci cantik yang anda miliki dengan buah jeruk masam yang baru ia petik dari halaman rumahnya. Maka pertanyaannya apakah setara nilai kualitas antara sebuah guci yang indah ini dengan sebuah jeruk itu?

 Tentu tidak, bahkan empat kantung jeruk masam sekalipun tidak dapat membayar satu guci yang indah yang dibuat dengan modal yang besar dan proses yang panjang ini. Inilah yang disebut "ketidakadilan" dalam  sistem Barter, oleh karna itu barter ini tidak bisa menjadi dasar perekonomian yang kompleks.

Karena ketidak-efektifan dari sistem barter, masyarakat mulai memikirkan cara untuk dapat bertransaksi. Alhasil masyarakat pun berpikir untuk menciptakan suatu benda yang menjadi perantara untuk bertransaksi antar komoditas satu sama lain. Disitulah kelahiran benda ajaib yang bernama "uang". 

Akan tetapi kebanyakan orang modern berpikir bahwa uang hanya ada dua jenis yakni uang Kartal yang terdiri dari uang kertas dan logam yang dikeluarkan bank sentral negara (seperti Bank Indonesia) yang beredar dimasyarakat sebagai alat pembayaran yang sah.

 Satu lagi yakni uang giral dimana uang ini memiliki bentuk yang berbeda dari uang konvensional, namun umumnya uang ini berbentuk saldo dari rekening bank yang dapat dicairkan dan dapat  digunakan sebagai alat pembayaran misalnya seperti cek, giro, bilyet dan surat perintah pembayaran. padahal dalam sejarahnya manusia dimasa lalu ternyata menggunakan benda yang bervariasi sebagai alat transaksi. 

Maka disini masih timbul pertanyaan, bukankah sebuah mata uang yang dipakai oleh masyarakat ini menjadi bernilai apakah hanya terbatas karena "bendanya" saja? Sedangkan bukankah bentuk uang itu sendiri dapat berubah dan berbeda dari masa ke masa, maka disini apa sebenarnya esensi dari uang yang membuatnya bernilai di masyarakat?

Untuk menjawab itu kita membutuhkan pendekatan Sejarah dan filsafat. secara filosofis nilai sebuah mata Uang bukan berasal dari benda  tersebut melainkan presepsi manusia terhadap uang tersebut. Dengan kata lain secara ekstrim bisa kita bilang "Uang bukanlah sekeping logam dan lembaran kertas, melainkan UANG adalah KEIMANAN!"

Sebuah mata uang baik sekeping logam mulia ataupun selembar kertas berwana dapat dimaknai berharga karna manusia yang mempresepsi atas "mitos" kepercayaan tersebut bahwa benda itu berharga. Intinya berharganya sebuah uang bukan berdasarkan "bendanya" melainkan pemaknaan dari "pikiran" manusia itu sendiri. 

Begitu pun dengan logam mulia (emas, perak, intan, mutiara, permata, dll) mereka semua menjadi berharga karena pemaknaan manusia terhadap benda tersebut, mungkin dianggap indah (estetik) dan sebagainya sehingga membuat benda tersebut mahal dan berharga.

Itulah mengapa dalam sejarahnya bentuk-bentuk mata uang di berbagai belahan dunia ada bermacam-macam. Ditinjau dari Sapeins karya yuval harari (2017), mengungkapkan bahwa manusia menggunakan mata uang sebagai alat transaksi dengan rupa yang berbeda-beda dari masa ke masa. Semisal cangkang kerang, kulit, manik, garam, kain dan surat sanggup bayar. 

suku aztek di meksiko umumnya membayar menggunakan biji kakao ataupun gulungan kain dan bukannya emas. Itu karena mereka menganggap bahwa emas hanya sekedar barang pajangan yang cantik saja, namun ia tidak bisa dimakan ataupun ditenun itulah sebabnya emas tidak lebih berharga dibandingkan biji kakao dan segulung kain sebagai alat pembayaran.

maka uang yang kita gunakan sekarang ini merupakan bentuk "kesepakatan" untuk digunakan dalam bertransaksi barang dan jasa. uang yang kita miliki sekarang ini masih tetap bisa digunakan walaupun standard monetery system dunia yang berlandaskan dollar tidak lagi menggunakan pijakan emas sebagai landasan penjaminan. atau dalam artian bank dapat mencetak sebanyak-banyaknya uang kertas.

Persoalannya, Jika kalian melihat orang-orang kota sampai desa mereka semua berlalu lalang bekerja keras baik siang atau pun malam, dari sehat sampai sakit-sakitan hanya untuk mendapatkan pendapatan dari helai lembaran kertas. sehingga yang jadi pertanyaan dipikiran kita, mengapa sih orang bersedia menjual tenaga,waktu, dan sumber dayanya hanya untuk secarik kertas berwarna?

Ternyata bila kita telusuri lebih dalam alasan Orang-orang mau melakukan semua itu karena didasarkan oleh kepercayaan kolektif atas mata uang sebagai alat pembayaran yang hampir bisa digunakan untuk membeli segalanya.

 Dengan uang seorang nelayan dapat membeli perahu yang baru untuk melaut, dengan uang orang sakit bisa mendapatkan kesehatan dengan fasilitas pelayanan yang memuaskan, dengan uang pengusaha dapat membeli berhektar lahan negara untuk mengeruk sebanyak-banyaknya sumberdaya untuk kepentingan industri 

Dengan uang pejabat korup dapat membeli keadilan dengan menyewa pengacara dan menyogok hakim. Maka jika ada kata Pepatah bahwa Uang tidak bisa membeli kebahagiaan? Saya rasa tidak juga, uang justru bisa menjadi alat untuk membeli kebahagiaan hanya saja dengan dengan bentuk dan cara yang berbeda.

Coba bandingkan realitas riilnya dengan mereka orang-orang yang tak berduit, maka hidupnya cenderung Susah, tertindas, tersisih, dinomor duakan dan menjadi golongan yang kalah. Itulah begitu dahsyatnya kekuatan uang, mau diakui atau tidak itu merupakan benda sakti dikehidupan. 

Seidealis apapun anda ingin menjadi seorang pemimpin suatu negara misalnya, tetap saja dalam kontestasinya anda membutuhkan uang sebagai setoran ke partai, membiayai kampanye untuk menggerakkan massa atau membeli lembaga Survey dan media massa. Maka Bisa kita simpulkan pada dasarnya, Uang adalah sistem saling percaya yang bersifat universal. 

Orang bersedia menukar apapun dengan perantara uang. Oleh karena itu kita bisa menganggap bahwa uang adalah sistem "Kepercayaan" yang paling efisien, efektif dan universal yang pernah ada!

Saudaraku, Kepercayaan bukanlah Omong Kosong belaka. Kepercayaan akan menciptakan ikatan, simpati, dan kekuatan untuk membentuk dunia. Kepercayaan terhadap uang akan merubah psikologi manusia dan pandangannya terhadap dunia. 

Tingkat Kepercayaan yang berlebih pada uang akan membuatnya tergila-gila mendapatkan segalanya, sedangkan menepatkan uang secara wajar sebagai sebuah sistem berkehidupan akan memudahkan untuk menjadi bijak perilakunya dalam memperlakukan uang untuk kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun