Mohon tunggu...
Muhammad Yoffy ferdiansyah
Muhammad Yoffy ferdiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Menulis untuk aktualisasi | Email: yoffyferdiansyah48@gmail.com | IG: yoffischivenhauer_

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Resep Anti Overthinking dari Meneladani Jalan Hidup Sang Buddha

28 Juni 2022   20:10 Diperbarui: 16 Juli 2022   18:22 1348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini istilah Overthinking sangat begitu populer di masyarakat terutama pada generasi muda. Generasi muda dan Overthinking agaknya kedua kata tersebut tidak terpisahkan. Tentu saja  Overthinking ini bukanlah sekedar sebuah lelucon ataupun trend namun sebenarnya ini adalah masalah serius yang menjangkit kesehatan mental generasi muda baik Milenial ataupun Gen Z pada saat ini.

Menurut psikolog Wirdatul Anisa pada kuliah online CPMH UGM, Overthinking adalah menggunakan terlalu banyak waktu untuk memikirkan suatu hal dengan cara yang merugikan, dimana Overthinking ini bentuknya dapat berupa ruminasi atau kecenderungan untuk memikirkan hal yang telah berlalu serta kekhawatiran (jumat,18/6). Overthinking ini dapat disebabkan dari berbagai faktor yakni diantaranya kecemasan berlebihan, berada dalam kepanikan, dalam kondisi tertekan, ingin mendapat perhatian yang besar dari oranglain, terlalu memikirkan omongan orang lain, ketakutan/kekhawatiran terhadap peristiwa yang telah berlalu ataupun yang akan terjadi. itu semua merupakan penyebab dari Overthinking.

 tentu hal itu merupakan masalah, bila kita terus berada dalam kondisi ini (Overthinking) maka hal itu akan menyebabkan dampak negatif terhadap diri kita. Menurut Ratna widia (2020) dalam bukunya you are overthingking, Dampak  negatif itu yang antara lain dapat memicu hilangnya konsentrasi, terjadi kelesuhan dalam otak yang menyebabkan stres dan depresi, akibat dari stres itu membuat emosi kejiwaan yang tidak stabil seperti mudah marah, dan secara fisik selain menurunkan imunitas, akibat dari mengeluarkan hormon stres itu dapat mempersempit otot-otot saluran pernapasan dan pembuluh darah yang membuat sesak nafas, sakit kepala dan juga insomia.

Sebenarnya ada banyak cara untuk mengatasi rasa overthiking ini salah satunya ialah adanya pemahaman yang benar dalam memahami permasalahan dalam hidup. maka penulis disini ingin memberikan perspektif untuk mengatasi Overthinking tersebut dari pandangan Buddhisme. Namun perlu ditekankan disini penulis secara profil seorang non buddhis sehingga tidak lepas dari kekeliruan penafsiran. namun walaupun begitu penulis berusaha sebaik mungkin dalam menyampaikannya. Maka Ajaran Buddha ini merupakan Hal yang pas untuk mengatasi kekhawatiran dan penyikapan kita terhadap penderitaan.

Ajaran Buddha merupakan ajaran yang muncul sekitar abad ke 5-6 SM dengan tokoh pendirinya yakni Buddha Shiddharta Gautama. Ajaran ini menyebar dari utara india dan semakin populer pada masa kerajaan dinasti maurya yang dipimpin oleh raja ashoka dan keturunannya pada abad 3 SM yang membuat ajaran ini semakin banyak dianut (yuval harari,2017). Peta persebaran ajaran ini meliputi anak benua india, China, jepang hingga ke Asia tenggara utamanya indonesia yang bahkan melahirkan kerajaan besar yang menganut ajaran Buddha seperti yang paling terkenal yakni kerajaan Sriwijaya dan majapahit.

Buddha Shiddharta gautama sendiri merupakan pangeran suku sakya dari Taman Lumbini, India utara. Walaupun Shiddharta lahir dari kalangan bangsawan yang hidup ditengah megahnya kemewahan namun itu tidak membuat beliau puas akan hidup yang seperti itu. hingga Pada umur ke 29 tahun ia memutuskan meninggalkan kehidupan duniawi karna dipicu oleh sebuah problematika dalam dirinya ketika ia mengamati 4 peristiwa besar dalam hidup yakni orang yang menua, orang sakit, orang mati dan pertapa. dari keempat peristiwa tersebut membuat beliau bertanya-tanya tentang Hakikat penderitaan dan jalan keluar dari penderitaan tersebut. 

Maka untuk menemukan Obat (jawaban) dari kegelisahannya tersebut ia memutuskan untuk mengembara dan berguru dibanyak tempat. hingga suatu ketika Shiddharta bermeditasi dibawah pohon Bodhi, lalu seketika beliau tersenyum dan menemukan pencerahan. kata Buddha sendiri merupakan gelar yang diberikan kepada seseorang yang telah mencapai pencerahan (Enlightenment). maka Setelah peristiwa itu beliau kemudian menjadi Buddha dan mengajarkan pengetahuannya kepada masyarakat.

Ketika Buddha mensyiarkan ajarannya pada murid pertamanya di benares beliau memaparkan bahwa seluruh eksistensi merupakan dukkha yang seluruhnya terdiri dari penderitaan, ketidaksempurnaan, sakit, ketidakabadian, ketidaknyamanan dan ketidakpuasan. oleh karenanya Dukkha merupakan hal yang tak terhindarkan. 

Semua makhluk pasti akan merasakan penderitaan dan disetiap masa pasti mempunyai penderitaannya masing-masing. Pada masa kecil kita takut tidak dapat bermain dan dijauhi teman-teman, menginjak remaja dibangku sekolah kita takut tidak bisa mendapat nilai yang bagus dan lulus dengan baik. Menginjak dewasa kita takut tidak mendapat pekerjaan dan jodoh, menginjak masa berumah tangga kita takut tidak bisa menafkahi serta membesarkan anak-anak kita dengan baik, itu semua merupakan ketakukan dan kekhawatiran yang  terus berulang kita pikirkan dimana ini sering membuat kita menderita. oleh karenanya itu semua tergantung pada cara kita untuk menyikapi penderitaan.

"Dengarkan apa yang dikatakan, pertahankan apa yang penting, ucapkan apa yang layak. Tidak melekat" ~ Buddha

Terkadang Overthinking datang ketika terlalu banyak omongan buruk orang lain kepada diri kita hingga kita menjadi tertekan atas omongan orang-orang diluar sana yang belum tentu benar dan relevan dengan diri kita. Memang, berpikiran terbuka dan mau mendengarkan perkataan orang lain itu hal yang baik, akan tetapi terkadang bila kita terlalu memikirkan pendapat-pendapat yang utamanya bersifat subyektif tersebut, itu justru malah membuat kita tertekan. Kita tidak perlu harus selalu menuruti apa yang mereka inginkan namun tempatkan sewajarnya karna hal tersebut tidak akan ada habisnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun