Mohon tunggu...
Muhammad SyaifulArief
Muhammad SyaifulArief Mohon Tunggu... Guru - Roosibun writer

رب سكوت ابلغومن كلام

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

5 Problematika Gender di Pesantren Tahfiz Putri

7 Januari 2023   13:00 Diperbarui: 7 Januari 2023   13:11 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memiliki seorang anak hafal Al-Qur'an merupakan impian semua orang tua. Semuanya berlomba-lomba memasukan anak perempuanya di pesantren Tahfiz. Pola pikir masyarakat yang mengganggap bahwa pesantren ada bengkel yang terbaik dalam mendidik anak-anak. Maka setelah di reparasi anak menjadi baik adabnya, akhlak, tutur katanya, bahkan hafal berjuz-juz al-Al-Qur'an.

Untuk menghafal al-Qur'an dibutuhkan waktu bertahun-tahun, ditambah lagi pengabdian satu tahun. Mereka dilarang bersekolah karena akan menggangu hafalanya. Bahkan ada yang beranggapan, sistem tahfiz itu metode yang paling mudah, namun pembayaranya paling mahal. Pendiri tahfiz tidak akan capek mengeluarkan biaya untuk membayar ustaz untuk mengajar. Hanya dibutuhkan kaderisasi pengurus saja untuk mengurus pesantren.

Pesantren Tahfiz putri mengajarkan bahwa dalam historis Islam diciptakanya hawa hanya untuk menghibur adam. Karena tabiatnya laki-laki membenci segala sesuatu yang membuatnya menderita sehingga datanglah hawa sebagai peredam penderitaan itu. Selain itu HR. Tirmidzi no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854 dikatakan bahwa perempuan diajarkan agar selalu taat kepada suami Karena mendapat jaminan surga bila suami rida kepadanya. Maka yang menjadi pertanyaanya, apakah gender bisa disepakati kedua belah pihak agar dapat melahirkan rida?

Kita harus mampu membedakan antara kodrat dan gender. Kodrat adalah pemberian tuhan yang tidak bisa dirubah seperti menstruasi, hamil, menyusui. Karena aktifitas demikian hanya dimiliki oleh perempuan. Sedangkan gender hal yang masih bisa disepakati antara suami dan istri. Seperti aktifitas memasak, menyuci, merawat anak, merawat orang tua, bekerja di luar rumah, menjadi, menjadi tenaga profesional.

Banyak hadis yang masih membutuhkan muhadattsin yang handal memberikan keutamaan perempuan bila taat kepada suami. Agar tidak terjadi kesalahan penfasiran yang harusnya bersanad namun disalahgunakan demi berbisnis dalam agama. Maka hal inilah yang membuat pengerdilan terhadap status gender perempuan. Kenapa banyak pahlawan perempuan nasional Indonesia tidak lulusan pesantren. Karena pikiran mereka terbuka, tidak terdoktrin pesantren tahfiz puteri. Diantara lima permasalahan gender di pesantren Tahfiz Puteri;

Pertama, Marginalisasi. Santri putri tahfiz dibina agar perempuan tidak menempu bidang pendidikan seperti SMA, Kuliah. karena lembaga ini produk barat. Buat apa kuliah tinggi karena hekekatnya perempuan itu di dapur, mengurusi suami, membina anak agar saleh. Perempuan dilarang ikut politik, karena dunia perpolitikan itu kejam. Dalam hal ekonomi kewajiban suami itu mencari nafkah, kerja, sehingga istri hanya taat saja.

Pikiran inilah yang menjadikan perempuan  tugasnya hanya di rumah saja. Dari zaman jahiliyah sampai sekarang perempuan dianggap rendah. Pesantren tidak mengenalkan Nusaibah binti Ka'ab Al Anshariyah seorang pejuang muslimah yang melawan kaum Quraish. Tidak hanya menghafal Al-Qur'an namun hafalan menjadi wanita hebat juga dibutuhkan. Bukan hebat karena kemuliaan dirumah, melainkan mampu mengangkat kaum wanita yang termarginalkan lainya. Itulah sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi lainya.

Kedua, Burden. Pemberian beban kerja yang panjang dan lebih berat. Seringkali bila ada anak nakal, maka yang ditanyakan ibunya bagaimana dia mengurus anak. Maka seharusnya pesantren mengajarkan bahwa kewajiban mengurus anak itu laki-laki dan perempuan. Banyak anak hebat yang dikenal hanya ayahnya, begitupun tokoh pahlawan nasional. Ketika anak nakal yang disalahkan ibunya.

Ketiga, Subordinasi. Banyak pola pikir yang dibangun kepada santri putri bahwa perempuan itu pelengkap untuk laki-laki. Pekerjaan ke pasar yang mengerjakan perempuan, begitupun sebaliknya segala aktifitas jangan mengajak perempuan nanti akan lama. Perempuan dianggap makhluk lemah yang butuh perlindungan laki-laki.

Perempuan itu perasa, segala tindakan apapun harus lembut. Sebalikny pesantren harusnya membekali agar santri putri tahfiz kuat tidak lemah mampu menjaga diri. Pesantren  putri tahfiz hari ini berbeda, hanya fokus pada hafalan secepat mungkin tanpa memberikan tafsir-tafsir wanita yang hebat. Memberikan didikan bahwa wanita memiliki kedudukan yang sama dimata tuhan.

Keempat, Stereotipe. Pesantren tahfiz putri selalu mengajarkan agar menjadi wanita yang lemah lembut. Perempuan harus selalu mengalah, apapun masalahnya mengalah lebih baik untuk menyelesaikan masalah. Begitupun terhadap laki-laki agar tidak harus meladeni bila terjadi permasalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun