Mohon tunggu...
Muhammad Amir M
Muhammad Amir M Mohon Tunggu... Statistisi -

Staf Seksi Integrasi dan Diseminasi Statistik BPS Kabupaten Alor

Selanjutnya

Tutup

Gadget

(Sebuah Paradoks) Komputasi Awan dan Indonesia Merdeka Sinyal

1 Desember 2018   16:49 Diperbarui: 1 Desember 2018   16:59 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beberapa dasawarsa terakhir, teknologi informasi berkembang sedemikian cepat seiring meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan tersebut didasari oleh semakin tingginya mobilitas manusia sehingga membutuhkan akses informasi yang mudah, cepat, dan akurat. 

Menilik tiga windu kebelakang, kebanyakan orang harus mencari telepon umum jika ingin bersapa dengan sanak saudaranya. Hanya berselang beberapa tahun ketika ponsel mulai umum dimiliki, telepon umum mulai digantikan dengan layanan telepon seluler dan layanan pesan pendek (SMS). 

Zaman semakin maju, layanan telepon seluler dan SMS pun mulai digantikan dengan berbagai layanan berbasis internet. Mulai dari mengirim surat hingga bertatap muka melalui panggilan video. Bahkan, kemenkominfo merilis pada tahun 2017 ada sekitar 143,26 juta pengguna internet di Indonesia.

Fenomena ledakan data atau yang lazim dikenal dengan big data tidak dapat dihindari seiring dengan pesatnya penggunaan teknologi berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelegence (AI). Tidak hanya teknologi informasi, penggunaan teknologi AI ini juga merambah pada teknologi penyimpanan. 

Berbagai media penyimpanan berbasis fisik kini mulai ditinggalkan dan digantikan dengan penyimpanan berbasis komputasi awan yang menggunakan internet karena dianggap lebih ringkas dan mudah. Salah satu contoh penyimpanan yang menggunakan teknologi komputasi awan adalah Google Drive. Kini orang-orang tidak lagi cemas ketika folder di ruang kerja penuh dengan lembaran arsip, atau berkas penting tertinggal dirumah.

Penggunaan komputasi awan sebagai sarana penyimpanan memiliki kelebihan dibandingkan dengan sarana penyimpanan konvensional. Jika sarana konvensional mengharuskan pengguna untuk mengganti piranti penyimpanan ketika terjadi overload, komputasi awan menawarkan kemudahan berupa penambahan kapasitas tanpa perlu mengganti sumber daya dan memindahkannya ke "wadah" yang lebih besar. 

Selain itu, komputasi awan menawarkan kemudahan akses yang memungkinkan pengguna saling berbagi pakai. Penyimpanan berbasis komputasi awan tidak harus menggunakan internet publik, melainkan juga dapat menggunakan intranet yang justru lebih digemari oleh entitas bisnis modern karena dianggap lebih aman. Namun, tidak semua entitas bisnis tersebut mampu membangun infrastruktur untuk penggunaan komputasi awan karena membutuhkan piranti yang berteknologi lebih tinggi.

Komputasi Awan dikalangan Masyarakat

Tanpa disadari, penggunaan komputasi awan ini sudah sangat populer digunakan oleh masyarakat umum. Sebuah portal internet yang memiliki layanan umum seperti e-mail, penyimpanan media, bahkan penggunaan media sosial merupakan salah satu pemanfaatan dari komputasi awan. 

Ketika seseorang mengunggah sebuah foto ke linimasa, secara konseptual orang tersebut sudah memanfaatkan penyimpanan komputasi awan karena dapat diakses melalui berbagai perangkat dan dimana saja. Sama halnya ketika kita menggelar lapak di sebuah situs jual beli dalam jaringan (daring), penggunaan sarana tersebut sudah memanfaatkan komputasi awan.

Perusahaan-perusahaan yang lebih banyak memanfaatkan layanan dalam jaringan kini menyadari potensi keuntungan yang didapat dari penggunaan komputasi awan. Perusahaan tersebut berlomba-lomba untuk "menjual data" dari para pelanggan yang memanfaatkan jasa mereka. 

Data-data pelanggan berupa histori pencarian dan ketertarikan sebuah layanan memunculkan para ide-ide yang membuat produsen lebih efektif dan efisien dalam melakukan promosi pemasaran. 

Mereka menjadi tahu harus kepada siapa mereka mengiklankan produk tertentu yang pada akhirnya akan meningkatkan gairah bisnis mereka. Sebagai contoh perusahaan layanan transportasi dalam jaringan Go-Jek, valuasi mereka kini melebihi perusahaan sekelas Garuda Indonesia. Hal ini tentu sebagai barometer prospek bisnis yang memanfaatkan teknologi komputasi awan.

Sebuah Paradoks

Pemanfaatan komputasi awan dikalangan masyarakat umum lebih didominasi oleh komputasi awan berbasis internet publik. Oleh karena itu, ketersediaan jaringan internet yang memadai merupakan syarat mutlak agar masyarakat ikut merasakan manfaat dari komputasi awan. Untuk sebagian wilayah Indonesia seperti Pulau Jawa dan kota besar lain di luar Jawa mungkin tidak menemui kendala yang berarti. 

Akan tetapi, saudara-saudara kita yang berada di daerah 3T masih belum merasakan kemudahan dalam penggunaan komputasi awan. Jangankan untuk berselancar dalam jaringan, untuk sekadar telepon saja terkadang masih kesulitan. 

Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) menyebutkan bahwa sampai Juli 2018 masih ada 11% blank spot seluler di wilayah Indonesia. Perlu sekitar 5000 site lagi agar seluruh wilayah di Indonesia dapat merdeka sinyal. Masih adanya blank spot ini menunjukkan belum meratanya infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Padahal, agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi komputasi awan tak sebatas sinyal 2G, jaringan internet minimal 3G sangat dibutuhkan agar akses menjadi lebih mudah. 

Terlihat miris, disaat petani di Jepang sudah menggunakan teknologi komputasi awan untuk membantu mereka memantau tanaman mereka dari tempat yang jauh sekalipun, kita masih sibuk dengan bagaimana seluruh masyarakat terbebas dari "buta sinyal" pada tahun 2020. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah agar seluruh wilayah Indonesia terutama di pemukiman dan objek pariwisata dapat dijangkau oleh jaringan internet sehingga masyarakat dapat memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada. Dengan adanya pemerataan jaringan internet juga diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah.

Pemanfaatan komputasi awan yang semakin marak digunakan dan ketersediaan infrastruktur pendukung yang belum merata seakan membuat gap antara masyarakat yang bertempat tinggal di daerah dengan fasilitas jaringan yang memadai dan yang tidak. 

Dengan kata lain, komputasi awan di Indonesia belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat. Masih ada saudara-saudara kita yang hidup tanpa internet, atau bahkan telepon. 

Pembangunan Palapa Ring yang digalakkan pemerintah untuk menghubungkan existing network dengan jaringan baru terutama di Indonesia bagian timur seakan memberikan secercah harapan bagi masyarakat yang selama ini belum merasakan manfaat jaringan internet. Melalui percepatan pembangunan infrastruktur, jauh ke depan kita berharap komputasi awan dapat dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun