Mohon tunggu...
Muhammad Ridhotullah
Muhammad Ridhotullah Mohon Tunggu... Lainnya - Budak korporat yang gemar merangkai kata

Seorang manusia yang bersemangat, berkomitmen untuk terus berkembang dan meningkatkan keterampilan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Gen Z dan Milenial Diprediksi akan Miskin

27 September 2024   17:14 Diperbarui: 27 September 2024   17:16 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi Milenial dan Gen Z kerap dilabeli sebagai kelompok yang lebih sadar gaya hidup, melek teknologi, dan terbuka pada pengalaman baru. Namun, di balik kelebihan ini, banyak pakar memperingatkan bahwa dua generasi ini terancam terjebak dalam fenomena keuangan yang berbahaya, yakni doom spending. 

"Doom spending" adalah istilah yang menggambarkan perilaku konsumsi berlebihan yang dilakukan sebagai bentuk pelarian dari kecemasan atau tekanan hidup, seperti ketidakstabilan ekonomi, ketidakpastian karier, hingga kondisi mental yang terganggu. Kondisi ini diprediksi dapat membuat generasi muda terjebak dalam jurang kemiskinan.

Apa Itu Doom Spending?
Doom spending secara harfiah berarti "pengeluaran karena kiamat", yang artinya orang mengeluarkan uang lebih banyak dari seharusnya akibat dorongan emosional, meskipun mereka sadar bahwa tindakan tersebut akan memperburuk kondisi keuangan pribadi. Konsumsi ini dilakukan untuk mengatasi rasa cemas, ketidakpastian, atau tekanan, yang akhirnya membentuk pola belanja impulsif.

Banyak anak muda saat ini yang berbelanja tidak untuk memenuhi kebutuhan, melainkan untuk mencari kenyamanan emosional. Mereka menghabiskan uang untuk barang-barang yang mungkin sebenarnya tidak terlalu diperlukan, seperti pakaian mewah, barang elektronik terbaru, hingga langganan konten hiburan premium. Hal ini dilakukan untuk sementara mengalihkan pikiran dari kekhawatiran tentang masa depan yang semakin tidak pasti.

Bukti Nyata Fenomena Doom Spending pada Gen Z dan Milenial

1. Tingkat Hutang yang Meningkat
Fenomena doom spending ini salah satunya bisa dilihat dari tingginya tingkat hutang yang dimiliki oleh generasi Milenial dan Gen Z. Menurut data dari Bank of America, hutang kartu kredit di kalangan Milenial meningkat hingga 30% pada tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya. Di Indonesia, survei dari Katadata menunjukkan bahwa lebih dari 70% Milenial menggunakan kartu kredit atau layanan paylater untuk belanja konsumtif. Dampaknya, mereka terjebak dalam lingkaran hutang yang sulit keluar, di mana hutang konsumtif seperti kartu kredit, pinjaman online, atau cicilan paylater menggerus penghasilan bulanan.

2. Lonjakan Penggunaan PayLater dan Aplikasi Pinjaman Online
Paylater dan aplikasi pinjaman online kini menjadi semakin populer di kalangan generasi muda. Menurut survei dari iPrice, Gen Z dan Milenial adalah pengguna terbesar paylater di Indonesia. Sebanyak 70% dari pengguna layanan ini berusia antara 25-35 tahun, dan mayoritas penggunaan adalah untuk membeli barang-barang elektronik dan fashion. Ini menunjukkan adanya kecenderungan untuk berbelanja impulsif, di mana mereka membeli produk bukan berdasarkan kebutuhan, tetapi lebih kepada dorongan sesaat untuk memenuhi keinginan atau tekanan sosial.

3. Lonjakan Pengeluaran untuk Gaya Hidup dan Hiburan
Berdasarkan studi dari Deloitte, pengeluaran terbesar dari generasi muda saat ini diarahkan pada sektor gaya hidup dan hiburan. Sebagai contoh, lebih dari 60% Gen Z mengaku bahwa mereka lebih memilih menghabiskan uang untuk "pengalaman" seperti konser musik, traveling, dan makan di restoran mewah dibandingkan menabung. Gaya hidup semacam ini, yang ditambah dengan godaan media sosial yang sering kali memperlihatkan standar hidup tinggi, membuat mereka cenderung mengorbankan stabilitas finansial demi kepuasan sementara.

4. Tingkat Tabungan yang Rendah
Fenomena doom spending ini juga tercermin dari rendahnya angka tabungan di kalangan generasi muda. Sebuah laporan dari CNBC menunjukkan bahwa sekitar 60% Milenial di Amerika Serikat tidak memiliki tabungan darurat. Di Indonesia, survei dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa lebih dari 40% anak muda tidak memiliki rencana keuangan jangka panjang, yang berarti mereka cenderung menghabiskan pendapatan mereka untuk keperluan konsumtif, tanpa menyisihkan untuk kebutuhan mendesak atau investasi.

Penyebab Doom Spending pada Gen Z dan Milenial
Mengapa Gen Z dan Milenial begitu rentan terhadap doom spending? Ada beberapa faktor yang berperan:

1. Tekanan Sosial dan Pengaruh Media Sosial
Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube sering kali menampilkan gaya hidup mewah yang membuat generasi muda merasa tertekan untuk mengikuti tren. FOMO (Fear of Missing Out) atau rasa takut tertinggal sering kali mendorong mereka untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan hanya untuk menyesuaikan diri dengan standar sosial yang mereka lihat di dunia maya.

2. Kondisi Ekonomi yang Tidak Stabil
Gen Z dan Milenial tumbuh di era ketidakpastian ekonomi yang lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Dari krisis ekonomi global hingga pandemi COVID-19, banyak dari mereka yang melihat tabungan orang tua terkuras, kesempatan kerja berkurang, dan harga properti yang melambung tinggi, membuat kepemilikan rumah terasa jauh dari jangkauan. Akibatnya, mereka lebih memilih untuk menikmati uang mereka saat ini daripada menyimpannya untuk masa depan yang terasa tidak pasti.

3. Kurangnya Pendidikan Keuangan
Kurangnya pengetahuan mengenai manajemen keuangan juga menjadi penyebab utama. Banyak generasi muda yang tidak pernah diajarkan mengenai pentingnya menabung, investasi, atau bagaimana cara mengelola pendapatan dengan bijak. Akibatnya, mereka cenderung membuat keputusan keuangan yang kurang tepat, seperti mengandalkan kartu kredit atau pinjaman online tanpa mempertimbangkan kemampuan bayar.

Dampak Jangka Panjang dan Potensi Kemiskinan
Doom spending, jika tidak diatasi, bisa berujung pada masalah keuangan yang serius di masa depan. Dengan hutang yang menumpuk, tabungan yang minim, dan ketidakmampuan mengatur pengeluaran, generasi ini akan sulit mencapai stabilitas keuangan. Lebih buruk lagi, mereka bisa terperosok ke dalam siklus kemiskinan yang membuat mereka tidak mampu memiliki aset berharga seperti rumah atau investasi untuk hari tua.

Laporan dari OECD bahkan memperkirakan bahwa generasi Milenial dan Gen Z berpotensi menjadi generasi pertama yang lebih miskin dibandingkan orang tua mereka. Fenomena ini bukan hanya masalah personal, melainkan juga berdampak pada stabilitas sosial dan ekonomi secara keseluruhan.

Cara Menghindari Doom Spending
Agar tidak terjebak dalam fenomena doom spending, berikut beberapa langkah yang bisa diterapkan:

1. Tingkatkan Literasi Keuangan
Pelajari cara mengelola pendapatan, menabung, berinvestasi, dan mengelola hutang. Semakin tinggi literasi keuangan, semakin bijak keputusan yang diambil.

2. Buat Anggaran Keuangan
Tentukan batas pengeluaran bulanan untuk kebutuhan, hiburan, dan tabungan. Dengan anggaran yang jelas, perilaku belanja impulsif dapat dikendalikan.

3. Berlatih Menahan Diri dari Godaan Konsumtif
Sebelum membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya sekadar keinginan sementara.

4. Jangan Mudah Terpengaruh oleh Media Sosia
Ingat bahwa apa yang terlihat di media sosial tidak selalu mencerminkan realitas. Fokus pada tujuan finansial jangka panjang daripada sekadar mengikuti tren yang berubah-ubah.

Dengan pemahaman dan kendali diri yang lebih baik, generasi Milenial dan Gen Z bisa keluar dari perangkap doom spending dan membangun masa depan keuangan yang lebih stabil serta sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun