Perlu dipahami, bahwa Allah SWT menciptakan dan menurunkan Nabi Adam SWT ke bumi bukan untuk main-main, bukan untuk menjelajah, menghabiskan waktu demi waktu hingga ajal datang. Adapun yang menjadi Sebagaimana yang Allah perintahkan dalam Al Quran yang mengatakan bahwa;
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi" (Al Baqoroh: 30)
Dalam penggalan ayat ini, sudah jelas bahwa Allah SWT memberikan eksistensi kepada  Nabi Adam AS untuk menjadi khalifah di Bumi. Secara bahasa, dalam arti sempit Khalifah berari pengganti. Sementara itu, beberapa ahli tafsir atau mufassir mencoba mencerna maksud dari kata khalifah ini. Mufassir mashyur Ibnu Jariir At Thabary menjelaskan bahwa khalifah adalah ''suatu generasi sebagian mereka menggantikan sebagian yang lain. Dan mereka itu adalah keturunan Adam yang menggantikan Adam bapak mereka''.
Sementara itu, mufassir lain, Al Maraghi menjelaskan makna khalifah lebih tajam. Beliau mengatakan bahwa khalifah adalah "sesuatu jenis lain dari makhluk sebelumnya namun dapat pula diartikan, sebagai pengganti (wakil) Allah SWT. Dengan misi untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya terhadap manusia"
Jika dielaborasi, maka eksistensi Nabi Adam AS adalah untuk menjadi wakil Allah SWT di bumi dengan maksud untuk menjalankan perintah-perintahNya kepada manusia. Siapa manusianya? Tentu adalah istrinya Siti Hawa dan keempat anak-anaknya. Setelahnya, lahir generasi selanjutnya yang terus-menerus, berkembang biak menembus jutaan tahun hingga saat ini dengan jumlah manusia yang secara data menurut data Worldometers, jumlah penduduk dunia telah menembus 8,05 miliar jiwa pada 28 Juli 2023. Ini artinya, Allah SWT mentakdirkan kita untuk berpasangan agar manusia tetap eksis.
Sedikit lebih pribadi, saat ini penulis sedang dihadapkan dengan ruang eksistensi. Diantara jumlah penduduk yang telah disebutkan tadi, penulis sudah dititipkan secara halal seorang pasangan berbeda jenis yang cantik nan jelita, berperingai dewasa, tangguh dan berani dalam menghadapi hidup. Bagi penulis, dia adalah titipan yang harus dirawat dan dikembangbiakan, agar hubungan suci ini memiliki nilai guna untuk dunia. Terhadap titipan ini, penulis selalu menyiratkan dan menyuratkan perminataan suci, sebagaimana doa Nabi Ibrahmi kepada Allah
"Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa." (Al Furqon: 74)
Bagi penulis, doa ini menyiratkan dan menyuratkan bahwa pasangan adalah bukan untuk pemuas nafsu biologis, tapi adalah sebagai penyenang hati. Selain itu, pengembangbiakan juga bukan hanya sekedar untuk memperpanjang eksistensi hidup, tapi sesuai dengan apa yang dijelaskan sebelumnya, yaitu untuk menjadi pemimpin di muka bumi, dengan dasar taqwa.
Bagaimana selanjutnya?
Laksana sepasang petani yang sedang bercocok tanam di ladang, setelah tanaman tersebut ditanam, maka sisanya tinggal merawat dengan sebaik-baiknya. Dengan sentuhan kasih sayang dan kesabaran yang utuh, maka tanaman ini akan bertumbuh kembang hingga menjadi pohon thoyyibah, yang memberikan keteduhan kepada dunia. Bukan menjadi tanaman khabisah, seperti benalu yang menganggu ladang, pohonnya buruk dan sama sekali tidak menghasilkan buah.
''Seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya.'' (Al Fath: 29)