Perasaan atau suatu keadaan hati yang timbul ketika dihadapkannya pancaindra dengan pekerjaan merasai atau menimbangnya batin atas suatu pertemuan yang masih tidak jelas arahnya.
Kita terkadang dibuat bingung olehnya, apakah hasil merasai yang dilakukan batin itu adalah fakta yang terjadi di masa itu atau malah sebaliknya, yaitu sebuah anomali yang menimpa batin sendiri. Kejadian semacam ini membuat kita bertanya-tanya, apakah hati kita yang terlalu serius merespons sebuah fenomena atau malah kejadian itu yang tidak berpihak kepada kita.
Ini tidak sedang membahas fenomena pada umumnya, tetapi sedang membicarakan tentang fenomena humor, terkhusus di tempat tongkrongan. Soalnya agak aneh ketika kita bela-belain meng-alpakan kesibukan untuk datang ke perkopian untuk menghilangkan rasa suntuk, justru tiba-tiba bos tongkrongan yang menguasai obrolan dengan sok asik-nya menjadikan kita bahan jokes yang membuat mood menjadi rusak.
Agar kita tersadar, mana sih yang harus didahulukan ketika membuat jokes, yang penting lucu kah? atau yang penting tidak merusak suasana hati orang lain?
Jawaban dari pertanyaan ini yang harus diluruskan agar para penguasa tongkrongan sadar dan insaf untuk tidak seenak jidat tanpa berpikir panjang dalam membuat humor murahan-nya.
Harus ditekankan juga bahwa perasaan sering kali menjadi korban tunggal, seakan tidak ada artinya ketika dihadapkan dengan humor, "namanya juga humor jangan diambil serius lah" alasan bagi orang yang selera humornya agak psikopat.
Kelainan Rasa Humor
Memiliki teman yang memanggil nama kita tidak sesuai dengan pemberian orang tua adalah humor yang kurang mencerminkan kedewasaan, lebih parahnya hal itu hanya dijadikan bahan kelakar yang dapat melukai perasaan. Menyebut dengan panggilan nama hewan juga adalah hal yang sangat dimaklumi, seperti memanggil "moyet".
Humor semacam ini masih kurang ekstrem, masih kalah ketika teman lawan jenis kalian memanggil dengan panggilan romantis, seperti panggilan "sayang, cinta, dan lain-lain". Sebab ada beberapa orang akan menanggapinya dengan perasaan, sehingga melayang sejenak dari kenyataan, kenyataan bahwa Anda bukan siapa-siapanya.
Saya sampai ingat dengan puisi Luka karya Sutardji Calzoum Bahri, 1976.
LukaÂ