Dua Puluh Tujuh November 2024 mendatang akan ada momentum besar bagi masyarakat di setiap daerah Indonesia untuk menentukan pemimpin di daerahnya lima tahun kedepan, Dan salah satunya ada di Provinsi Sumatera Utara. Ada banyak calon pemimpin yang maju dalam kontestasi Pilkada tahun ini dan yang paling menonjol ialah pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sumatera Utara. Hingga saat ini sebelum memasuki tanggal pemilihan sudah tiga kali di lakukan debat Gubernur, dalam hal penyampaian visi – misi dan planning dalam memajukan sumatera utara kedepannya.
Bagi masyarakat sumatera utara, PILKADA tahun ini merupakan ajang yang sangat bagus untuk memilih pimpinan yang terbaik, dimana sama-sama diketahui bahwa masing-masing calon merupakan pejabat sebelumnya yaitu bpk Edi Rahmayadi merupakan Gubernur Pertahana dan bpk Boby afif nasution merupakan walikota medan sebelumnya, maka hal ini sangat menarik untuk di ikuti prosesnya. Tetapi hal yang harus dimiliki pemilih ialah kecakapan berliterasi politik. Pemilih harus mempunyai kecakapan berliterasi, karena berliterasi sangat di butuhkan dalam menentukan calon pimpinan yang akan datang.
Kecakapan berliterasi adalah kemampuan untuk membaca, menulis, dan memahami informasi dengan kritis. Dalam konteks pemilihan kepala daerah, kecakapan ini sangat penting bagi masyarakat khususnya generasi milenial sebagai pemilih terbanyak untuk memastikan bahwa pemilih dapat membuat keputusan yang tepat dan sesuai dengan informasi yang didapatkan.
Pemilih harus dapat memahami berbagai informasi terkait calon gubernur dan wakil gubernur , program yang diusulkan, serta isu-isu lokal yang telah terjadi. Ini termasuk membaca berita, memahami visi dan misi calon, serta mengevaluasi rekam jejak mereka. Pemilih Jangan hanya terpengaruh oleh influencer-influencer yang mendukung salah satu paslon tertentu.
Pemilih harus mempunyai komitmen yang kuat dalam menentukan pilihannya berdasarkan kemampuan calon pimpinan dan rekam jejak yang sudah dilakukan pada periode sebelumnya. Sebab Dalam era informasi yang penuh dengan hoaks dan disinformasi sekarang ini, kemampuan untuk membedakan antara fakta dan opini menjadi krusial. Pemilih yang terlatih dalam berliterasi politik akan lebih mampu mengidentifikasi informasi yang valid dan menolak propaganda yang menyesatkan.
Dalam hal ini untuk mengambil suatu keputusan pemilih harus menggunakan data dan fakta yang sudah ada, oleh kareananya Kecakapan berliterasi juga memungkinkan pemilih untuk menganalisis data dan statistik yang sering disajikan dalam kampanye. Hal ini sangat dapat membantu dalam menilai apakah janji-janji calon gubernur realistis atau hanya omon-omon saja.
Maka dari itu Ketika pemilih memiliki kecakapan berliterasi politik yang bagus, mereka lebih mungkin untuk berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi . Pemilih tidak hanya memilih berdasarkan popularitas atau dukungan-dukungan dari influencer terkemuka , tetapi lebih berdasarkan pemahaman yang mendalam tentang apa yang terbaik untuk kemajuan dan perkembangan daerahnya salah satunya dengan melihat rekam jejak sebelumnya.
Menurut Bernard Crick dalam ( Putri 2017 ) literasi politik adalah pemahaman praktis tentang konsep-konsep yang diambil dari kehidupan sehari-hari dan bahasa. Literasi politik merupakan upaya memahami seputar isu politik. Jadi singkatnya literas politik merupakan senyawa dari pengetahuan, keterampilan dan sikap mengenai politik
Oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kecakapan berliterasi dalam hal politik bagi masyarakat khususnya pemilih muda yaitu dengan cara Pendidikan tentang literasi politik perlu ditingkatkan, Sekolah dan lembaga masyarakat harus berperan aktif dalam memberikan pelatihan tentang cara menganalisis informasi politik, serta cara berpartisipasi dalam proses pemilihan yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H