Mohon tunggu...
Rizky Maulidani
Rizky Maulidani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya

Mahasiswa yang bercita-cita menjadi pahlawan bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hampa

29 Mei 2024   14:58 Diperbarui: 29 Mei 2024   15:05 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan yang fana. Ingatkah kita, bahwa kita diciptakan berawal dari setetesair yang hina. Disamping itu, kita harus berjuang, untuk apa? Berjuang untuk menjadi "pemenang" diantara pejuang lainnya. Hebat bukan, dan kita sekarang adalah pemenang yang terpilih dan siap untuk mengarungi kehidupan yang fana ini.

 Tapi, akankah kita diakhir nanti akan berakhir dengan menjadi "pemenang" juga? Dan pemenang yang seperti apa yang layak kita dapatkan. Dimulai dari dalam rahim ibu kita mendapatkan asupan gizi yang cukup dari apa yang ibu makan. Beberapa bulan kemudian kita menjadi balita yang menggemaskan yang mungkin menjadi harapan kedua orang tua kita. Dan di fase ini kita harus berjuang kembali, sama dengan apa yang dilakukan ketika di alam rahim, bedanya kita disini berjuang untuk menjadi orang yang bisa berdiri tegak diantara para manusia nanti. Dengan kemampuan yang kita peroleh dari tuhan.

Kita terus berkembang menjadi pemuda-pemudi tangguh yang memiliki segudang keterampilan. Menjadi kebanggaan orang tua. Pengalaman demi pengalaman sudah kita rasakan, rintangan, semua masalah yang menghadang sudah kita lewati dengan prinsip menjadi "pemenang". Sampai kita mendapatkan pekerjaan yang membuat orang lain iri, sampai sampai kekayaan, jabatan, dan wanita semuanya menghampiri kita. Apakah kita sudah sampai ditingkatan seorang "pemenang"?.

Belum. Jauh setelah itu, kita memiliki keturunan yang kelak menjadi penerus nanti. Umur semakin matang, bagaikan pohon yang terus tumbuh berkembang, rimbun meneduhkan sekitarnya. Masa tua pun kita jalani penuh dengan ketentraman, kedamaian, menikmati hasil kerja keras kita, apakah kita sudah menjadi "pemenang"? Sekali lagi belum.

Hari demi hari kita lewati, menunggu sesuatu yang kapan pun bisa datang menghampiri kita, tamu yang tak terlihat. Dan akhirnya sesuatu itu pun datang, menahan, meringis perihnya sakaratul maut. Tubuh terbujur kaku, membiru bersamaan dengan tanah yang akan menjadi rumah kita sudah siap menyambut. 

Dan akhirnya senyap, diam, tidak ada lagi yang bisa menemani kita. Menolong, menjenguk, apalagi sekedar menyapa kita. Ironis memang kehidupan ini. Mana harta kebanggaan kita? Mana semua yang sudah kita peroleh di dunia? Semua menjadi sia-sia , harus kita akui memang, itulah yang disebut kehidupan fana.

Andaikan waktu bisa diulang, barulah kita bisa menjadi "pemenang". pemenang yang dimaksud adalah yang bisa melawan dan mengalahkan keegoisan diri dari kemilaunya dunia yang fana ini. Pemenang yang bisa mengalahkan keganasan hawa nafsu akan keinginan untuk memiliki semua yang ada pada dunia. Pemenang yang bisa meruntuhkan kegilaan akan jabatan. Orang yang bisa menghapus dan mengesampingkan tiga hal: harta,tahta, dan wanita, itulah yang disebut pemenang.

Ikhlaslah dalam menjalani hidup, jangan tertipu dengan gemerlapnya dunia. Hidup itu hanya satu kali, maka hiduplah yang berarti, begitulah kata pepatah mengatakan. Ketahuilah, apa yang kau cari di dunia ini? Kehampaan harta, kefanaan wanita, atau kegelisahan jabatan? Tak usah pelik untuk dipikirkan. 

Hanya orang bodoh yang terjatuh di lubang yang sama. Kau ingat Fira'un yang konon katanya raja dari segala raja, Dan Qarun yang katanya juga orang kaya sejagad raya. Tapi, kemana mereka berdua sekarang? Kemana harta mereka yang katanya mampu menghidupi satu negeri? Nabi Sulaiman saja yang memiliki kerajaan yang meliputi manusia, jin, dan hewan tak sanggup untuk memberi makan dan minum semua makhluk dimuka bumi, walaupun hanya sehari, dan sekarang kita? Betapa tak berdayanya kita jika melakukan hal yang sama? Sudahlah, ambil pelajaran dari itu semua agar nanti kita menjadi " Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain ".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun