Mohon tunggu...
Muhammad Azril Akbar Lubis
Muhammad Azril Akbar Lubis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Puisi pada Gengaman Milenial

9 Juni 2021   21:03 Diperbarui: 9 Juni 2021   21:14 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bahkan penulis-penulis puisi sudah meluas, hampir semua orang dapat menulis puisi dan mempublikasikannya. Dari semua hal-hal positif itu tentunya modernisasi membawa sisi negatif juga. 

Publikasian puisi yang begitu mudah sekarang membuat banyak tulisan-tulisan puis yang dangkal makna, hanya mementingkan pada gaya bahasa yang kekinian dan dengan cepat dipahami maksudnya tanpa adanya perenungan. Modernisasi puisi di era milenial ini, sesuai sifatnya yang modern, tentu lebih menarik banyak kalangan dibandingkan keberadaan puisi sebelumnya. 

Puisi yang tersaji dalam bentuk video, misalnya, lebih menarik bagi para remaja untuk diapresiasi daripada harus dibaca di kolom sastra minggu atau didengarkan pembacaannya di pagelaran tertentu. Sambil bersantai dan tidur-tiduran di kamar, anak-anak muda dapat menonton puisi-puisi tersebut di gawai mereka. Kalangan yang biasanya bukan penikmat puisi pun, mungkin bisa merasa menikmati video puisi, karena ada tampilan visual yang indah serta musik yang enak didengar. 

Di sisi lain, menikmati puisi yang divideokan dapat mengalihkan pemirsa dari isi puisi itu sendiri. Karena tidak ada perenungan terhadap diksi puisi yang justru bisa dilakukan bila kita membaca puisi itu di buku atau surat kabar. Keindahan visual video dapat menenggelamkan keindahan puisi, padahal semestinya mendukung dan mengangkat makna yang terkandung di dalamnya. Berbarengan dengan itu juga dapat bermunculan puisi-puisi dangkal yang lebih mementingkan urusan visual atau "asalkan enak didengar" daripada makna.

Proses modernisasi dan kemajuan teknologi tidak dapat dihadang dan tidak perlu juga untuk dihadang karena hal ini dapat membawa sisi-sisi positif yang dapat membangun untuk kemajuan. Akan tetapi ada hal-hal keorisinalitas yang harus tetap dijaga demi bertahannya kualitas dan hakikat. Puisi tercipta dari proses perenungan maka dari itu dalam mengapresiasikannya juga harus perenungan juga, agar puisi tidak hanya dikonsumsi semata sebagai pengisi waktu dalam keadaan perasaan tertentu, tetapi juga dapat dijadikan pembelajaran yang dapat menambah kepekaan rasa, kekayaan batin serta mengaktifkan akal hati. Sehingga dapatlah pula puisi berkontribusi pada pembangunan peradaban manusia yang menyumbangkan kebijakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun