Mohon tunggu...
Muhammad Nabil
Muhammad Nabil Mohon Tunggu... Lainnya - Mari Berguna melalui apa yang kita miliki dan apa yang kita kuasai

Saya Adalah seorang mahasiswa dari sebuah PTN di sebuah kota di wilayah Tengah Indonesia, selain menjadi seorang mahasiswa saya juga aktif dibeberapa organisasi. Saya juga adalah seorang wirausahawan, freelancer, traveller, pemerhati sosial, dan aktivis sosial. Sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama saya sudah menaruh perhatiaan dan kecintaan lebih ke dunia sastra khususnya tulis menulis dan dari situ pula dunia petualangan saya untuk lebih mengenal bagaiaman dunia ini bukan hanya dari tempat tinggal saya dan bukan hanya dari kacamata saya bermula.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berpulangnya Sang Pujangga Bangsa Sapardi Djoko Damono

19 Juli 2020   11:56 Diperbarui: 19 Juli 2020   12:08 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yang fana adalah waktu. Kita abadi, memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga, sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. tapi, yang fana adalah waktu bukan?. Tanyamu kita abadi"

Itu adalah sepenggal kutipan syair indah dari salah satu karya sastrawan Bangsa Sapardi Djoko Damono.

Seperti dikutip dari megapolitan.kompas.com  (19/7), Prof. Dr  Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada usia 80 tahun, tepatnya pada hari ini minggu (19/7) sekitar pukul 09.17 WIB di Rumah Sakit Eka BSD.

Adapun kemudian menurut informasi yang berhasil dihimpun hingga saat ini penyair yang terkenal melalui beberapa karyanya seperti Hujan Bulan Juni, dan yang Fana adalah waktu ini meninggal akibat kegagalan fungsi organ dan infeksi berat, sebelumnya menurut keterangan pihak kerabat beliau masuk ke Rumah Sakit pada Jum'at (10/7) yang lalu.

Sapardi Djoko Damono sendiri merupakan, salah satu saswtrawan dan penyair terbaik yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Penyair yang akrab disapa "SDD" yang  merupakan akronim dari namanya tersebut merupakan seorang penyair yang telah melahirkan banyak sekali karya-karya terkenal dan sangat membekas bagi bangsa indonesia. 

Gaya penulisan yang menggunakan bahasa-bahasa yang sederhana dan topik-topik yang sesuai dengan permasalahan kehidupan sehari-hari namun sarat makna dan pembelajaran, membuat karya-karyanya begit disukai dan mudah diterima oleh khalayak luas.

Tak hanya terkenal sebagai penyair, beliau juga merupakan seorang cerpenis, penulis Esay dan berbagai artikel surat kabar, salah satu pendiri dan redaktur majalah horison,  dan beliau juga merupakan  Dosen dan Dekan FIB UI (1995-1999).

Melalui berbagai karya-karya masyurnya seperti "hujan bulan juni", "pada suatu hari nanti", dan "akulah si telaga", beliau banyak menerima penghargaan beberapa diantaranya adalah "SEA Write Award" pada tahun 1986, dan penghargaan Ahmad Bakrie pada tahun 2003 selain itu beliau juga merupakan salah satu pendiri Yayasan Lontar.

Selamat jalan Eyang Sapardi, engkau adalah teladan bagi kami semua, melalui tulisanmu yang sederhana namun sarat makna kami belajar banyak tentang kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun