Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Survivorship Bias, Mengapa Nasihat Orang Sukses Bisa Jadi hanya Omong Kosong

29 Agustus 2024   06:47 Diperbarui: 30 Agustus 2024   23:45 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Survivorship bias mendistorsi cara kita memahami dunia | Ilustrasi oleh Sarahblocks via Pixabay

Semakin banyak ahli dan profesional, misalnya Nicholas Taleb dan psikolog terkemuka Daniel Kahneman, bahkan miliarder itu sendiri seperti investor terkenal Warren Buffet, menyatakan bahwa sifat unik yang menyamakan kisah-kisah sukses adalah keberuntungan (fortune). Agak membosankan, eh?

Sebenarnya tidak juga.

Keberuntungan bukanlah sejenis sihir. Keacakan, kebetulan, dan kekacauan mungkin memang sulit untuk diprediksi atau dijinakkan, tetapi keberuntungan berbeda. Dalam dunia psikologi, keberuntungan merupakan hasil yang terukur dari sekelompok perilaku yang dapat diprediksi. Kita bisa meningkatkan peluangnya.

Psikolog Richard Wiseman, misalnya, berpendapat bahwa keberuntungan hanyalah hasil dari interaksi manusia secara sadar dengan peluang, dan beberapa orang lebih baik melakukan itu daripada yang lain. Dia kemudian mengidentifikasi empat prinsip yang digunakan oleh orang-orang yang beruntung untuk menciptakan keberuntungan dalam hidup mereka.

Prinsip pertama adalah menciptakan, memerhatikan, dan menindaklanjuti peluang. Kedua, mengasah intuisi dan firasat mereka dengan, misalnya, bermeditasi dan kemudian membuat keputusan efektif berdasarkan firasat mereka. Ketiga, optimis akan nasib mujur. Dan terakhir, mengubah nasib buruk menjadi nasib baik, setidaknya secara psikologis.

Pada intinya, meskipun kita hidup di era big data, data yang kita miliki tidak pernah lengkap, dan mungkin hanya berupa puncak gunung es. Survivorship bias membuat kita berpuas diri dengan sekelumit data tersebut. Kita bukan hanya gagal mengenali hilangnya informasi yang penting; kita bahkan tidak tahu ada informasi yang hilang.

Semua yang kita ketahui tentang masa lalu telah melewati jutaan filter dan banyak hal yang tidak pernah dicatat untuk memberi ruang bagi sesuatu yang lebih menarik atau indah atau berani. Semua yang kita pelajari dari sejarah, untuk alasan apa pun, adalah kisah para penyintas. "Sejarah ditulis oleh para pemenang," konon ungkap Winston Churchill.

Dan para pemenang lebih suka menceritakan kehebatan mereka sendiri, sering kali melebih-lebihkannya.

Jadi, skeptislah terhadap guru, buku, podcast, atau sumber daya lain yang tampaknya memberi semacam "formula rahasia" untuk meraih kekayaan, kesuksesan, dan kebahagiaan. Sementara Anda membaca buku "Apa yang Dilakukan Orang Paling Sukses Sebelum Sarapan", orang-orang sukses yang sebenarnya mungkin masih menikmati selimut hangat mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun