Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Tak Apa-apa untuk Menjadi (Sedikit) Melankolis

8 November 2023   06:30 Diperbarui: 8 November 2023   14:25 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya berdiri di pinggiran dengan sweater abu, dan betapapun ramainya orang-orang di sana, saya merasa seperti alien yang datang dari planet berjarak ribuan tahun cahaya. Pandangan saya terpaku pada jari-jari musisi itu, begitu lentur mengatur chord dan petikan.

Pikiran saya tiba-tiba melayang beberapa tahun ke belakang, masa ketika saya bermain bola dengan teman kampung hingga petang. Kemudian memori saya beralih cepat ke masa-masa ketika saya berlarian di teras bersama dua keponakan kecil saya.

Kini urusan perempuan. Saya masih mengingat bagaimana rasanya jatuh cinta, terbangun di tengah malam karena tak bisa berhenti memikirkannya. Dan penolakan. Kekalahan. Depresi. Kecemasan. Pikiran saya terus berkelana, dan saya tak bisa memahami alurnya.

Setahu saya, seperti sore-sore lainnya, saya sedang melankolis.

Secara pribadi, saya menyebutnya "jam-jam melankolis": momen ketika matahari meluncur dan cahayanya meredup, angin mengobrak-abrik rambut saya, daun-daun terjun bebas, dan semua di sekitar saya tampak tenggelam dalam pembusukan.

Seorang teman yang mendapati saya dalam mode seperti itu bakal menyebutnya "jam-jam kemurungan", tapi ini adalah kemurungan yang begitu menenangkan, begitu lembut dalam pendekatannya, dan begitu nubuat dalam pengaruhnya.

Jadi, apa itu melankolis?

Selama berabad-abad, melankolis telah disebut dengan berbagai macam istilah, tapi entah bagaimana menghindari definisi. Atas dasar itu, sebagai permulaan, saya harus meluruskan hal-hal apa saja yang tak termasuk melankolis.

Melankolis, meskipun memiliki beberapa titik kesamaan, bukanlah depresi. Keduanya bikin kita murung dan merasa terpuruk, tapi melankolis adalah versi baiknya. Penulis Susan Sontag secara terkenal menulis, "Depresi adalah kemurungan, tanpa daya tariknya."

Dengan kata lain, depresi bersifat pasif, melankolis bergejolak.

Maka perlu dicatat, ketika saya membela melankolia, saya tak sedang membela depresi. Ini cukup mendasar: membela depresi dengan alasan bahwa Beethoven mengidapnya sama konyolnya seperti membela kekerasan karena kebanyakan pemain jazz berasal dari sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun