Hampir semua pencipta deepfake menyembunyikan identitasnya.
Terlebih, kalaupun pelakunya bisa diidentifikasi, orang yang merasa dirugikan oleh konten deepfake harus meluangkan waktu, tenaga, dan biaya untuk menuntut pelakunya. Jika pelakunya berada di negara lain, maka beban dan komplikasi yang ditimbulkannya jadi lebih berat.
Gugatan pencemaran nama baik dan tindakan serupa, sebagaimana bisa kita lihat saat ini, juga bakal menjadi jalur yang lambat dan berpotensi kurang efektif untuk memperbaiki kerusakan reputasi yang diakibatkan oleh video tersebut, mengingat begitu cepatnya penyebaran konten deepfake.
Demikianlah, upaya hukum semata tampaknya masih belum cukup untuk mengurangi atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan deepfake, apalagi sifat kampanye pemilu yang sensitif terhadap waktu.
Tapi, itu bukan berarti hukum tak berguna. Bagaimanapun, lebih baik ada hukum yang berusaha untuk menangkal fenomena deepfake ini daripada tak ada sama sekali. Saya hanya mengatakan bahwa upaya ini jauh dari cukup.
Jawaban berikutnya adalah mengedukasi masyarakat tentang kemungkinan maraknya peredaran deepfake, sehingga mereka harus teliti saat menerima informasi. Ini masuk akal; pemerintah, kata jawaban ini, harus menyediakan segala informasi tentang deepfake.
Masalahnya, kita juga perlu menyadari efek hilir dari deepfake: jika pemilih berulang kali diperingatkan tentang keberadaan dan bahaya deepfake, mereka mungkin tak akan lagi mempercayai semua rekaman video politik, baik yang asli maupun yang palsu.
Ternovski dkk. (2021) melakukan sebuah eksperimen survei online, dan mereka menemukan bahwa pemilih ternyata kurang bisa membedakan antara video asli dan video palsu.
Imbauan yang memperingatkan tentang adanya deepfake justru tak meningkatkan kemampuan mereka untuk mengenali konten video yang dimanipulasi. Sebaliknya, peringatan ini membuat mereka percaya bahwa video yang mereka tonton adalah palsu, bahkan ketika video tersebut asli.
Dengan satu peringatan kecil bahwa video yang mereka tonton mungkin adalah deepfake, ketidakpercayaan meningkat drastis. Perasaan was-was ini bukannya membangkitkan sikap kritis atau skeptis, melainkan ketidakpastian dan sinisme berlebihan.
Maksud saya, tentu saja, bukan berarti kita harus mencekal masyarakat untuk menyadari keberadaan dan bahaya deepfake. Ini hanya berarti masyarakat juga harus dididik tentang bagaimana caranya membedakan antara konten yang benar dan konten deepfake.