Ada sesuatu yang terlepas dari tangannya, mungkin sesuatu yang tak penting; suatu usaha yang gagal, ada yang membuatnya kecewa. Ia melihat segala sesuatu dengan cara yang sedikit lebih buruk daripada biasanya: anak bikin lelah dan hidup sedikit lebih sulit.
Tak ada apa-apa, kalau kau melihatnya secara keseluruhan. Tapi pada hari itu, ia hancur di bawah beban ketiadaan itu dan gemetar. "Semuanya adalah kesia-siaan." Ucapannya ini membuatku lelah. Ia terlalu melankolis; deritanya oleh sekadar hal-hal kecil.
Ia harusnya bisa bertahan, paling tidak satu hari lagi. Dan kini aku mengerti bagaimana rasanya, apa itu bertahan dari penderitaan, mengapa rasanya begitu lega untuk menjadi melankolis. Bedanya, ada satu alasan yang membuatku ingin bertahan satu hari lagi.
Untuk lusa dan seterusnya, satu alasan inilah, persetan hal-hal lain dan apa pun yang telah lepas dari genggamanku, O Semesta Mungilku, yang akan menjagaku tetap di sini hingga tepiannya tiba. Cemaskan aku secukupnya; aku telah mengkhawatirkanmu sejak hari itu.
Dan kukira sekarang kau sedang tersenyum. Aku merindukan gigi kelincimu. Di sana tak ada apa-apa juga, eh?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H