Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Di Balik Layar 100 AU

29 Juli 2023   16:36 Diperbarui: 29 Juli 2023   16:45 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
100 Artikel Utama adalah momentum bagi saya untuk berkontemplasi | Gambar merupakan tangkapan layar pribadi

Pada kesempatan lain, saya punya "masalah favorit" yang menggantung di kepala saya. Ini adalah sejenis pertanyaan terbuka yang biasanya berkaitan dengan sebuah konten atau proyek yang sedang saya kerjakan.

Saya ingat proses di balik artikel tentang bagaimana SpongeBob sebenarnya memparodikan narasi kapitalisme dan Marxisme. Waktu itu saya sedang mempelajari Teori Kritis mazhab Frankfurt, yang terkenal akan kritik kerasnya terhadap kapitalisme.

Di suatu makan siang, saya menonton SpongeBob (dan sebetulnya inilah rutinitas saya), dan tiba-tiba saja saya terpikir sebuah ide bahwa serial kartun tersebut, dalam beberapa episode, memparodikan narasi pertentangan abadi antara kapitalisme dan Marxisme.

Saya berhenti makan, bergegas mencari HP dan merekam ide tersebut (saya belum mencuci tangan, jadi sulit untuk menulis atau mengetikkannya). Tatkala waktu luang tiba, saya menindaklanjuti rekaman tersebut.

Begitulah, kepala saya berputar dengan ide-ide acak. Segala hal yang saya lihat, dengar, atau pelajari akan menjadi biji-bijian untuk digiling. Di tongkrongan, antrean kantin, atau setengah makan, saya akan menyelinap pergi guna menampung dan membungkus biji-bijian terpilih.

Semua itu memupuk ruang retret dalam diri saya, tempat saya mengingat dan mengambil dan menghubungkan ide-ide. Pada akhirnya, saya akan mencapai titik di mana saya menyadari, "Ada sesuatu yang harus aku katakan." Kemudian saya pergi menulis.

Waktunya memilah apel (lagi)

Angka 100 sebenarnya menusuk saya dengan cara lain: ini mengingatkan saya soal rentetan "aib" saya sendiri di Kompasiana. Untuk menyebutkan beberapa, saya jarang membalas komentar dan kurang terlibat secara keseluruhan dalam komunitas ini.

Ibarat sebuah keluarga, saya mungkin adalah anak pendiam yang suka mengurung diri di kamar dan hanya bicara kalau ada butuhnya saja. Di sini saya tak akan membela diri; saya hanya berharap bahwa tusukan itu adalah sebuah suntikan yang membuat saya sehat.

Setelah ini, saya pikir saya harus menekan tombol riset dan menata ulang semuanya. Dalam ungkapan lain, rasanya saya akan menumpahkan semua apel (jika mungkin) yang selama ini telah memenuhi diri saya.

Dengan cara itulah saya dapat memilah untuk hanya menyimpan apel yang bagus-bagus saja; sisanya saya buang. Beberapa minggu ini saya mengalami hari-hari yang berat. Saya merasa ada terlalu banyak apel busuk yang menyabotase diri saya.

Itu bikin saya sulit berkonsentrasi dan berpikir jernih. Saya pikir saya perlu mengambil jeda, memisahkan apel-apel busuk dari yang baik, mengambil ulat-ulat dan memasang pengaman yang dapat mencekalnya di waktu nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun