Ketika orang mengalami kecanduan terhadap sesuatu, buku-buku self-help (self-improvement, pengembangan diri, atau apa pun istilahnya) adalah sesuatu yang dapat diandalkan. Namun, bagaimana jadinya kalau buku-buku self-help itulah yang bikin kita kecanduan?
Bagi banyak orang, terutama kaum muda seperti saya, buku-buku self-help terasa masuk akal. Kita hidup di tengah ketidakpastian yang aneh: segala kemajuan tampak begitu mengesankan, tapi sekaligus mengerikan.
Buku-buku self-help, dalam hal ini, muncul sebagai angin segar bagi aneka kecemasan dan kegalauan kita. Inilah mengapa kebanyakan dari generasi kita senantiasa, atau setidaknya sempat, terlibat dalam self-help sampai tingkatan tertentu, entah buku, video, atau podcast.
Dan jika sesuatu bisa memikat kita sebegitu jauhnya, ada kemungkinan pula itu punya efek kecanduan. Buku-buku self-help tak terkecuali. Mungkin mulanya orang hanya tertarik pada sampulnya, tapi kemudian mereka kecanduan untuk terus menambangnya.
Saya memilih istilah "menambang" karena seolah-olah mereka sedang menggali bongkahan emas informasi yang akan mengubah hidup mereka selamanya. Sekalinya itu (terasa) benar, mereka bakal melakukannya terus-menerus, sadar ataupun tidak.
Mereka menghabiskan begitu banyak waktu untuk mencari informasi self-help, seolah itu adalah karier profesionalnya. Beres satu buku, alih-alih mempraktikkannya, mereka bergegas membeli yang baru dengan topik serupa.
Dalam kerangka itu, self-help bisa menjadi cara yang efektif untuk mengatasi sebuah masalah dan mendorong pertumbuhan pribadi, seperti yang dijanjikan. Tapi, apakah mungkin semua bantuan itu terlalu berlebihan?
Dari coba-coba jadi kecanduan
Kala itu saya membeli buku "Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa" karangan Alvi Syahrin. Sebelumnya saya tak pernah membaca buku seperti itu. Saya lebih akrab dengan buku-buku paket di sekolah, bergulat dalam hafalan dan hitungan.
Buku itu, karenanya, memberi saya kesan baru terhadap buku: ternyata orang menulis bukan hanya untuk mengajarkan konsep atau materi tertentu, tapi bisa juga memberi nasihat hidup. Dari sana saya lanjut membaca Dale Carnegie, Napoleon Hill, Stephen Covey, Mark Manson.
Buku-buku itu membuat saya betah membaca, berminggu-minggu. Rasanya menyenangkan untuk mencoba sesuatu yang sedikit berbeda. Saya getol membaca dalam keremangan cahaya kamar, atau bahkan di sela-sela jam kelas.