Sekarang kita mulai melihat sisi lain dari kapitalisme.
Tuan Krabs, sebagai simbol kapitalis, bukanlah tipe bos yang ideal. Dia serakah dan haus kekuasaan. Dia membayar pekerjanya di bawah standar, malah tidak menggajinya sama sekali berdasarkan kesaksian Squidward.
Tuan Krabs memberlakukan kondisi kerja yang tak manusiawi, bahkan bernapas pun dicela. Dia memprioritaskan pengejaran kekayaan di atas segalanya, dan dia bersedia melakukan apa pun untuk mewujudkan tujuan itu.
Dalam pikirannya, pelanggan dan pekerja hanya berharga untuk uang yang mereka berikan padanya. Singkat kata, dia menilai orang lain hanya sebagai sumber uang belaka. Tak heran kalau dia menghormati (dan memberhalakan) uang.
Karena tujuan utama kapitalisme adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, ditambah dengan kebebasan yang menyertainya, cara apa pun sering kali dilancarkan. Dalam hal ini, tenaga kerja biasanya merupakan korban utama yang dieksploitasi.
Di sinilah kritik Marxisme terhadap kapitalisme bermula.
Parodi Marxisme
Secara umum, Marxisme (paham yang bertumpu pada pemikiran-pemikiran Karl Marx), membagi masyarakat menjadi dua kelas, yaitu para pemilik alat-alat produksi (kapitalis atau borjuis) dan mereka yang tak punya apa-apa (pekerja atau proletar).
Keberadaan kelompok-kelompok perantara, seperti para pegawai dan ahli-ahli tertentu, tentu saja tidak dapat disangkal. Namun, mereka diperlakukan sebagai anomali yang cenderung menghilang dalam proses kapitalisme (Schumpeter, 2005, hlm. 15).
Para ekonom klasik, sengaja atau tidak, bertujuan menyejahterakan kelas kapitalis tanpa memedulikan nasib pemilik tanah (tuan feodal) ataupun penerima upah (pekerja atau buruh). Sebaliknya, Marx memeras otak untuk mewikili kepentingan penerima upah.
Dua kelas fundamental itu (borjuis dan proletar) pada dasarnya saling bertentangan satu sama lain. Perpecahan dan benturan ini memiliki arti penting bagi sejarah manusia. “Sejarah adalah perjuangan kelas,” kata Marx.
Dalam kondisi itu, para kapitalis bukan hanya bertentangan dengan kelas pekerja, tapi juga saling menghancurkan antar sesama kapitalis. Bagi Marx, konflik tersebut ujung-ujungnya bakal menghancurkan sistem kapitalis juga (Knafo & Teschke, 2020).