Sebenarnya cukup sulit untuk menggambarkan buku ini dalam beberapa patah kata karena sifatnya yang praktikal, tapi intinya Ahrens menawarkan sistem pencatatan yang diadaptasi dari sosiolog Jerman terkemuka, Niklas Luhmann. Sistem ini kemudian disebut "Slip-Box".
Saya perlu ruang khusus untuk menjelaskan Slip-Box-nya Luhmann. Yang jelas, beberapa gagasan dalam buku ini telah mengubah kebiasaan menulis saya untuk selamanya.
Ahrens mengatakan bahwa "menulis dengan halaman kosong (atau sekarang, layar kosong)" adalah mitos besar, kalau bukan yang terbesar, dalam dunia kepenulisan. Dengan kata lain, para penulis memulai pekerjaannya bukan dari ruang hampa.
Ambil, misalnya, kutipan dari Ernest Hemingway: "Tak ada yang perlu ditulis. Yang Anda lakukan hanyalah duduk di depan mesin tik dan berdarah." Kata-kata ini menarik karena menimbulkan kesan magis tentang menulis.
Mungkin Hemingway benar dalam hal menulis fiksi, meski saya kira tak benar sepenuhnya juga. Namun Ahrens mematahkan mitos itu dengan sederhana: kita senantiasa punya ingatan dan/atau pengalaman untuk ditulis.
Karena kita juga sering lupa terhadapnya, maka sistem pencatatan patut diandalkan. Kualitas tulisan dan kemudahan prosesnya bergantung lebih dari apa pun pada apa yang telah kita lakukan secara tertulis, bahkan sebelum kita membuat keputusan tentang topik tertentu.
Dengan begitu, menulis bukanlah proses linear. Kita secara konstan harus melompat mundur dan maju di antara berbagai tugas. Menulis pun jadi aktivitas yang lebih cair alih-alih kaku. Kita dapat mengubah ide tulisan kita sewaktu-waktu saat memerlukannya.
Berkat Slip-Box, saya tak pernah lagi kehabisan topik. Justru, saya selalu "kelebihan" topik, kalaulah itu kata yang tepat untuk menggambarkannya. Sistem pencatatan ini juga yang agaknya membuat saya menulis lebih banyak walaupun bacaan lebih sedikit.
Ketika saya membaca sebuah buku atau artikel jurnal, saya tak hanya menambahkannya ke dalam satu atau dua, tapi banyak esai dan artikel. Ini juga mendukung proses kreatif karena saya dapat menghubungkan ide-ide yang kelihatannya berbeda satu sama lain.
Lost in Thought: The Hidden Pleasures of an Intellectual Life oleh Zena Hitz
Dari sekian buku yang telah saya baca, buku ini adalah salah satu kesukaan saya. Seperti judul yang diambil Hitz, buku ini membuat saya "lost in thought", sejenis lupa diri dalam konsentrasi yang nikmat dan mengalir.